Jumat, 28 Desember 2012

HAKIKAT SYAFAAT (1)



lengkap dengan dalil-dalilnya dan menjawab semua permasalahan yang menyangkut hal ini dengan menggunakan metode ilmiah

Markaz Al-Risalah














Prakata Penyusun

Di masa hidup Nabi Muhammad SAWW, semua persoalan akidah merupakan masalah yang jelas dan gamblang serta tidak diperumit oleh pembuktian-pembuktian teologis atau filosofis. Hal demikian itu disebabkan oleh belum adanya sumber fitnah yang dapat mencabik-cabik persatuan kaum muslimin pada masa itu. Sedangkan permasalahan seputar akidah, biasanya muncul dari syubhah (isu) yang dilontarkan oleh kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), kesalahpahaman sebagian kaum muslimin akan makna yang dimaksud oleh beberapa ayat Al-Quran,  kedangkalan berpikir sebagian dari mereka, atau ketidaktahuan mereka tentang banyak hal yang telah diajarkan oleh Nabi SAWW.
Semua faktor di atas tidak banyak mempengaruhi akidah murni Islam pada masa itu karena Nabi SAWW hadir di tengah-tengah kaum muslimin dan selalu tanggap terhadap segala hal yang mungkin dapat merongrong persatuan umatnya. Setiap kali ada permasalahan, beliau akan bergegas menjelaskan segala sesuatunya kepada mereka.
Namun, sunnah Allah yang berlaku untuk semua hamba-Nya menentukan bahwa semua yang hidup pasti akan mati dan berpulang kepada-Nya, termasuk kekasih dan nabi-Nya. Di lain pihak, ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi SAWW menjelaskan bahwa risalah Islam adalah agama dan syariat terakhir yang diturunkan Allah untuk umat manusia dan akan selalu relevan hingga hari kiamat nanti. Oleh karena itu, sangatlah mustahil jika dikatakan bahwa Nabi SAWW wafat dengan membiarkan agamanya menjadi sasaran tipu daya para musuhnya. Sangat mustahil bila beliau wafat tanpa menunjuk seorang pengganti yang siap melanjutkan misi beliau dalam menjaga keutuhan risalah, menolak semua gangguan, dan menjawab semua tudingan yang mengarah kepadanya. Dari sini, kita dapat memahami mengapa beliau SAWW begitu memberi penekanan  secara berulang-ulang ketika mengenalkan kedudukan tinggi Ahlul Bait a.s. --keluarga suci Nabi SAWW-- kepada umatnya berikut tugas agung mereka sepeninggalnya. Di antara hadis beliau dalam hal ini adalah  hadis tsaqalain yaitu sebagai berikut.
إني تارك فيكم الثقلين كتاب الله و عترتي أهل بيتي ما إن تمسكتم بهما لن تضلوا بعدي أبدا
Artinya: Kutinggalkan untuk kalian dua buah pusaka, yaitu kitabullah dan keluargaku. Jika kalian berpegangan pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya.
Nabi Muhammad SAWW berhasil menyampaikan misi kenabiannya dalam menyampaikan ajaran risalah Islam dan menjaganya dari penyimpangan yang sangat mungkin terjadi. Namun, saat beliau SAWW hendak berpamitan dengan umat dan pergi menghadap Sang Penguasa Alam, arus perselisihan pada tubuh kaum muslimin datang dengan bergelombang dan membesar setelah beliau wafat. Perselisihan itu sedemikian hebatnya sehingga merambat ke berbagai permasalahan prinsipil yang menyangkut akidah Islamiah. Keadaan ini diperparah oleh interaksi antarbangsa akibat dari semakin luasnya wilayah teritorial negeri Islam dan masuknya berbagai pemikiran filosofis bangsa Persia dan Romawi ke dalamnya. Gerakan penerjemahan dan perkembangan ilmu kalam (teologi) adalah buah yang dihasilkan oleh keadaan tersebut, meskipun banyak bukti yang menunjukkan bahwa bibit ilmu teologi sudah ada sejak awal masa kemunculan Islam.
Akibat yang wajar dari interaksi yang terjadi antara ideologi Islam dan ideologi lainnya adalah masuknya berbagai istilah dan argumentasi teologi di luar Islam ke dalam pemikiran kaum muslimin. Dari sinilah muncul perselisihan dan pertentangan hebat --menyangkut berbagai masalah teologi-- di kalangan umat Islam yang menunjukkan betapa kaum muslimin telah jauh dari Ahlul Bait Nabi SAWW, pusaka peninggalan Rasul SAWW yang kedua setelah Al-Quran. Padahal, beliau SAWW telah berwasiat kepada kaum muslimin semua untuk berpegangan pada keduanya demi memahami hakikat agama Islam.
Banyak permasalahan teologi yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin sejak dahulu. Namun, di masa-masa berikutnya muncul sekelompok orang yang menentang kesepakatan tersebut, baik karena telah termakan oleh rayuan hawa nafsu, ataupun karena mereka sama sekali asing dari metode yang benar dalam sebuah pengkajian dan penelitian ilmiah. Salah satu dari permasalahan teologi ini adalah masalah syafaat.
Syafaat merupakan sebuah anugerah dan kemurahan Ilahi yang diperoleh melalui doa mustajab (yang dikabulkan) Nabi SAWW untuk umatnya yang berdosa, di hari kiamat nanti. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa syafaat ini bermacam-macam. Ada yang merupakan hak khusus Nabi Muhammad SAWW dan ada juga yang menjadi hak para nabi yang lain, bahkan para syahid di jalan Allah dan para ulama. Namun, perlu dicatat bahwa syafaat di hari kiamat ini tidak diberikan kepada semua orang yang berdosa. Mereka yang kelak akan mendapatkan syafaat harus memiliki beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Dengan demikian, jangan disalahpahami bahwa dengan adanya syafaat di hari kiamat berarti kita bebas melalaikan kewajiban dan melakukan kesalahan dan maksiat.
Buku kecil ini merupakan sebuah usaha untuk menjelaskan hakikat syafaat lengkap dengan dalil-dalilnya dan menjawab semua permasalahan yang menyangkut hal ini dengan menggunakan metode ilmiah. Semoga Allah menjadikan buku ini bermanfaat bagi para pembacanya. Amin.
Allahlah yang menunjukkan kita ke jalan yang benar.
Markaz Al-Risalah







Mukadimah

Sebenarnya, syafaat adalah sebuah permasalahan yang telah disinggung dalam nash-nash Al-Quran Al-Karim dan hadis mutawatir. Selain itu, para ulama pun telah menekankan kebenarannya dalam kajian-kajian ilmu kalam (teologi) mereka. Karena itu, tidak ada lagi alasan bagi seorang muslim pun untuk mengingkarinya. Namun sayangnya, pada beberapa abad terakhir, khususnya di zaman kita sekarang, muncul sebuah aliran yang mencoba mengaburkan permasalahan ini dengan menebarkan serangkaian isu yang dapat membuat sebagian orang meragukan realitas syafaat ini.
Melihat pentingnya permasalahan ini dan demi menghilangkan segala keraguan yang mungkin ada,  kami berusaha untuk mengetengahkan sebuah kajian mengenai syafaat dan segala permasalahan yang berkenaan dengannya.
Dalam studi ini, kami berusaha semampu kami untuk menjadikan ayat-ayat suci Al-Quran Al-Karim dan hadis-hadis Nabi SAWW yang kebenarannya telah disepakati oleh kaum muslimin secara umum sebagai landasan dan argumen kajian.
Selain itu, kami juga berusaha untuk menjelaskan permasalahannya dengan baik sehingga mudah dipahami dan tidak terkesan mengada-ada seperti yang sering kita dapatkan dalam pembahasan mengenai syafaat ini, baik dari pihak yang menerima, ataupun yang menolak konsep syafaat ini.
Seperti yang akan Anda saksikan sendiri, buku ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.
Bagian pertama adalah mengenai pengertian syafaat dalam bahasa Arab dan dalam Al-Quran Al-Karim. Dalam bagian ini kami bawakan beberapa ayat suci Al-Quran dan hadis Nabi SAWW yang berkenaan dengan masalah syafaat.
Dalam bagian kedua, akan kami ketengahkan pendapat beberapa ulama besar dari kalangan Ahlus-Sunnah dan Syi’ah, lalu akan didiskusikan kritik yang mungkin dilontarkan dalam hal ini.
Bagian ketiga memuat fenomena syafaat di dunia dan alam akhirat.
Sedangkan di bagian akhir, kami membahas mengenai para pemberi syafaat dan kriteria mereka yang berhak  mendapatkannya.
Dalam seluruh kajian ini, kami berusaha untuk mempergunakan metode yang mudah dan benar dalam sebuah telaah dengan tetap menjaga nilai keilmiahan sebuah penelitian.
Semoga Allah selalu menuntun kita semua ke jalan yang lurus.

 

Bagian Pertama

 

Syafaat dalam Bahasa, Al Quran, dan Sunnah

Pertama: Syafaat dalam Bahasa dan Istilah

Dalam Bahasa Arab,شفع  berarti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu lain yang sejenisnya agar menjadi sepasang. Syafaat, yang diambil dari kata syafa‘a ini, dalam istilah berarti memohonkan ampunan untuk dosa yang telah diperbuat. Syafaat juga berarti permohonan ampun oleh seseorang yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak mendapatkannya. Jadi, syafaat Nabi SAWW atau manusia-manusia suci lainnya untuk sekelompok umat berarti doa, permohonan ampun, atau juga permintaan atas sebuah hajat ke hadirat Allah SWT untuk umat yang menerima syafaat. Ringkasnya, makna syafaat tidak jauh berbeda dari doa.

Kedua: Syafaat dalam Al Quran Al-Karim

Dalam kitab suci Al Quran Al-Karim, kata syafaat dipergunakan untuk menunjukkan beberapa arti yang berlainan. Jumlah seluruh ayat yang secara langsung menyebut masalah syafaat ini adalah 25 ayat yang tersebar di delapan belas surat Al Quran. Semua ayat tadi menunjukkan arti permohonan ampun atas dosa-dosa seperti yang disebutkan dalam arti istilah syafaat yang pertama dan tidak mengacu pada permohonan akan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT.
Tema syafaat dalam Al Quran Al-Karim dapat kita bagi ke dalam dua permasalahan, yaitu sebagai berikut.
Pertama, permasalahan mengenai pemberi syafaat.
Kedua, permasalahan mengenai kelompok yang berhak menerima syafaat dan mereka yang tidak berhak mendapatkannya.
Perlu dicatat, ketika Al Quran menjelaskan sebuah kriteria tertentu, berarti ia menerangkan sebuah sifat tertentu yang dimiliki oleh sekelompok orang pada kehidupan mereka di dunia.
Selain kedua permasalahan di atas, sebagian orang berpendapat bahwa ada permasalahan ketiga dalam Al Quran mengenai syafaat, yaitu bahwa Al Quran menafikan adanya syafaat sama sekali.
Menurut kami, dalam kitab suci Al Quran tidak ada satu ayat pun yang menunjukkan penafian syafaat secara mutlak. Penafian yang ada hanya menunjuk kepada sekelompok orang yang disebut oleh Allah SWT sebagai kelompok yang memiliki sifat kekafiran. Sifat inilah yang menyebabkan mereka tidak berhak mendapatkan syafaat. Dengan kata lain, syafaat yang dinafikan oleh Al Quran adalah yang berhubungan dengan kaum kafir.
Di saat Al Quran menafikan syafaat bagi sekelompok orang dengan kriteria tertentu, pada saat yang sama, ia menegaskan realitas syafaat bagi kelompok yang menyandang gelar kaum mukminin.
Coba kita simak ayat di bawah ini.
وذر الّذين اتّخذوا دينهم لعبا ولهوا وغرّتهم الحياة الدّنيا وذكّر به أن تبسل نفس بما كسبت ليس لها من  دون الله وليّ ولا شفيع وإن تعدل كلّ عدل لا يؤخذ منها ...
Artinya: Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau sedangkan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah mereka dengan Al Quran agar mereka tidak terjerumus ke dalam api neraka karena perbuatan mereka sendiri. Tidak ada pelindung dan pemberi syafaat baginya selain dari Allah. Dan jika mereka hendak menebus kesalahan dengan harga apa pun  maka tebusan itu tidak akan diterima….[1]
Kita bisa saksikan bahwa ayat ini mengecualikan syafaat bagi orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau dan bagi mereka yang telah ditipu oleh kehidupan dunia.
Lihat juga ayat berikut ini.
يا أيّها الّذين آمنوا أنفقوا ممّا رزقناكم من قبل أن يأتي يوم لا بيع فيه ولا خلّة ولا شفاعة والكافرون هم الظّالمون
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada kalian sebelum datangnya hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan, dan syafaat. Sedangkan kaum kafir, mereka adalah orang-orang yang zalim.[2]
Meskipun ayat ini diawali dengan panggilan kepada kaum mukminin, tetapi itu tidak berarti bahwa ayat ini menafikan syafaat sama sekali. Akhir ayat yang menyebutkan bahwa kaum kafir adalah orang-orang yang zalim menunjukkan bahwa ayat ini menafikan syafaat bagi mereka. Jadi, ayat ini menganjurkan kepada kaum mukminin untuk menginfakkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah SWT seraya memperingatkan mereka bahwa keengganan berinfak di jalan Allah sama dengan kekufuran. Dengan demikian, orang yang tidak mau berinfak termasuk kelompok kaum kafir dan tidak berhak mendapatkan syafaat di hari kiamat kelak. Demikianlah Allamah Thabathaba’i menafsirkan ayat di atas.[3]
Perlu kami jelaskan di sini,  ayat ini adalah salah satu argumen yang sering digunakan untuk menafikan syafaat. Menurut kami, bergumen dengan ayat ini benar jika saja ayat tersebut tidak diakhiri dengan kalimat, 
والكافرون هم الظّالمون
Artinya: Dan kaum kafir adalah orang-orang yang zalim.
Kalimat terakhir ini berarti bahwa mereka yang tidak menginfakkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah tidak akan menerima syafaat karena mereka masuk ke dalam kelompok kaum kafir, sebagaimana yang telah disinggung di atas.
Dari sinilah kita katakan bahwa Al Quran Al-Karim tidak pernah menafikan syafaat secara mutlak. Penafian yang kita dapatkan adalah berkenaan dengan syafaat bagi sekelompok umat manusia yang memiliki kriteria tertentu, yang jika kriteria itu hilang maka hilanglah penafian tersebut.
Sebaliknya, banyak sekali kita temukan ayat-ayat suci Al Quran yang menunjukkan adanya syafaat, seperti ayat di bawah ini,
هل ينظرون إلاّ تأويله يوم يأتي تأويله يقول الذين نسوه من قبل قد جاءت رسل ربّنا بالحقّ فهل لنا من شفعاء فيشفعوا لنا أو نردّ فنعمل غير الّذي كنّا نعمل قد خسروا أنفسهم وضلّ عنهم ما كانوا يفترون
Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran, berkatalah orang-orang yang sebelum itu telah melupakannya, “Sesungguhnya telah datang utusan-utusan Tuhan kami dengan membawa kebenaran. Adakah pemberi syafaat bagi kami atau dapatkah kami kembali (ke dunia) sehingga kami dapat melakukan perbuatan yang lain dari apa yang pernah kami perbuat?” Sesungguhnya mereka telah merugikan diri sendiri dan lenyaplah tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.[4]
Ayat ini  menceritakan tentang keadaan yang dialami oleh mereka yang telah mendustakan Allah. Pada hari kiamat, mereka tidak mendapatkan syafaat karena mereka adalah orang-orang telah merugikan diri sendiri. Artinya, pada saat yang sama, ayat ini menjelaskan akan adanya syafaat yang tidak bakal mereka terima.
Allah SWT berfirman,
 لا يملكون الشّفاعة إلاّ من اتّخذ عند الرحمن عهدا
Artinya: Tidak ada orang yang mendapatkan syafaat kecuali mereka yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.[5]
Pada ayat lain, Allah berfirman,
يومئذ لا تنفع الشّفاعة إلاّ من أذن له الرّحمن ورضي له قولا
Artinya: Di hari itu, syafaat tidak akan berguna kecuali bagi orang yang telah diberi izin oleh Allah dan diridhai perkataannya.[6]
Simak pula ayat berikut ini.
ولا يملك الّذين يدعون من دونه الشّفاعة إلاّ من شهد بالحقّ وهم يعلمون
Artinya: Dan sesembahan yang mereka sembah tidak dapat memberi syafaat. Akan tetapi (yang dapat memberi syafaat adalah) orang yang menyaksikan kebenaran dan mereka yang mengetahuinya.[7]
Semua ayat di atas (dan masih banyak ayat lainnya) menunjukkan akan adanya syafaat di hari kiamat nanti. Hanya saja, pemberi syafaat haruslah memiliki beberapa kriteria seperti,
من اتّخذ عند الرحمن عهدا
Mereka yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.
من أذن له الرّحمن
Orang yang telah diberi izin oleh Allah.
من شهد بالحقّ وهم يعلمون
Orang yang menyaksikan kebenaran dan mereka yang mengetahuinya.
Mereka yang memiliki tiga sifat tersebut adalah hamba-hamba Allah yang berhasil mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya sehingga bisa memberi syafaat kepada orang-orang yang mereka kehendaki, tentunya setelah mendapat izin dari Allah SWT.
Kesimpulan dari seluruh pembahasan di atas adalah bahwa syafaat merupakan fakta yang benar-benar ada di hari kiamat nanti. Hanya saja, baik pemberi syafaat maupun yang menerimanya haruslah memiliki kriteria-kriteria tertentu dan syafaat ini tidak akan didapatkan oleh sebagian orang.
Untuk lebih jelasnya, kami anjurkan pembaca yang budiman untuk menelaah ayat-ayat yang berkenaan dengan hal ini, yang nantinya juga akan kami singgung pada pembasahan-pembahasan yang akan datang. Ayat-ayat tersebut adalah:
Surat Al-Baqarah ayat 48, 123, 254, dan 255, Surat Al-Nisa’ ayat 85, Surat Al-A’raf ayat 53, Surat Al-Anbiya’ ayat 28, Surat Al-Syu’ara’ ayat 100, Surat Al-Muddatstsir ayat 48, Surat Al-An’am 5 ayat 1, 70, dan 94, Surat Yunus ayat 3 dan 18, Surat Maryam ayat 87, Surat Thaha ayat 109, Surat Saba’ ayat 23, Surat Al-Zumar ayat 43 dan 44, Surat Al-Zukhruf ayat 86, Surat Yasin ayat 23, Surat Al-Najm ayat 26, Surat Al-Fajr ayat 3, Surat Ghafir ayat 18, dan Surat Al-Rum ayat 13.

Ayat-ayat tentang Orang  yang Tidak Memperoleh Syafaat

Telah kami jelaskan bahwa di dalam kitab suci Al Quran, tidak ada satu ayat pun yang menafikan syafaat secara mutlak. Bahkan sebaliknya, banyak ayat suci Al Quran yang menjelaskan tentang syafaat. Sedangkan orang-orang yang tidak berhak mendapatkan syafaat adalah kaum kafir dengan segala macam bentuk kekafi-rannya.
Bentuk-bentuk kekafiran yang menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan syafaat telah diterangkan di dalam Al Quran. Al Quran menyebut kaum kafir dengan sifat yang bermacam-macam, di antaranya sebagai berikut.
الّذين نسوه من قبل
(Orang kafir adalah) mereka yang sebelum ini melalaikannya (melalaikan hari kiamat).
المكذّبون بيوم الدّين
(Orang kafir adalah) orang-orang yang mendustakan hari kiamat.
Masih ada sebutan-sebutan lain yang semuanya mengandung arti kekufuran mereka terhadap nikmat yang telah Allah berikan.
Orang-orang yang tidak akan menerima syafaat dikelompokkan ke dalam beberapa golongan sebagaimana yang diterangkan oleh ayat-ayat Al Quran sebagai berikut.

1. Kufur Nikmat

يا أيّها الّذين آمنوا أنفقوا ممّا رزقناكم من قبل أن يأتي يوم لا بيع فيه ولا خلّة ولا شفاعة والكافرون هم الظّالمون
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada kalian sebelum datangnya hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan dan syafaat. Sedangkan kaum kafir, mereka adalah orang-orang yang zalim.[8]
Keengganan dalam mengeluarkan sebagian harta pemberian Allah merupakan salah satu perwujudan sikap kekafiran dan kezaliman seseorang. Jika akhir ayat ini kita hubungkan dengan awalnya maka makna yang dapat kita petik darinya adalah bahwa mereka yang tidak menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah termasuk dari kelompok kaum kafir yang sudah tentu tidak akan menerima syafaat di hari kiamat nanti.

2. Pengikut Setan

Allah SWT berfirman,
هل ينظرون إلاّ تأويله يوم يأتي تأويله يقول الذين نسوه من قبل قد جاءت رسل ربّنا بالحقّ فهل لنا من شفعاء فيشفعوا لنا أو نردّ فنعمل غير الّذي كنّا نعمل قد خسروا أنفسهم وضلّ عنهم ما كانوا يفترون
Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran, berkatalah orang-orang yang sebelum itu telah melupakannya, “Sesungguhnya telah datang utusan-utusan Tuhan kami dengan membawa kebenaran. Adakah pemberi syafaat bagi kami atau dapatkah kami kembali (ke dunia) sehingga kami dapat melakukan perbuatan yang lain dari apa yang pernah kami perbuat?” Sungguh mereka telah merugikan diri sendiri dan lenyaplah tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.[9]
فكبكبوا فيها هم والغاوون , و جنود إبليس أجمعون , قالوا وهم فيها يختصمون , تالله إن كنّا لفي ضلال مبين , إذ نسوّيكم بربّ العالمين , وما أضلّنا إلاّ المجرمون , فما لنا من شافعين , ولا صديق حميم .
Artinya: Maka mereka (sesembahan-sesembahan) itu dijungkirkan ke dalam neraka bersama orang-orang yang sesat dan seluruh bala tentara Iblis. Mereka berkata ketika sedang bertengkar di dalam neraka, “Demi Allah, sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata karena kita telah mempersamakan kalian dengan Tuhan semesta alam. Tiadalah yang menyesatkan kami kecuali orang-orang yang pendosa. Kini tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat kepada kami, dan kami juga tidak lagi memiliki teman yang akrab...”[10]
Kedua ayat suci di atas menjelaskan bahwa mereka yang melalaikan agamanya dan memilih untuk menjadi pengikut setan serta tenggelam di dalam lumpur kedurjanaan, tidak akan mendapatkan syafaat di hari akhir nanti.

3. Pendusta Hari Kebangkitan

Ayat berikut ini menceritakan bahwa orang-orang yang mendustakan hari kebangkitan serta mengingkari hari kiamat dan hari penghitungan tidak akan menerima syafaat.
… وكنّا نكذّب بيوم الدّين , حتى أتانا اليقين , فما تنفعهم شفاعة الشّافعين
Artinya: "…dan kami telah mendustakan hari pembalasan hingga maut datang menjemput kami." Maka (saat itulah) syafaat para pemberi syafaat tidak berguna lagi untuk mereka. [11]

4. Orang yang Mempermainkan Agama

Allah SWT dalam sebuah ayat menjelaskan tentang nasib orang-orang yang menjadikan agama sebagai sasaran olok-olok dan main-main di hari kiamat nanti. Ayat tersebut adalah, 
وذر الّذين اتّخذوا دينهم لعبا ولهوا وغرّتهم الحياة الدّنيا وذكّر به أن تبسل نفس بما كسبت ليس لها من دون الله وليّ ولا شفيع وإن تعدل كلّ عدل لا يؤخذ منها أولئك الّذين أبسلوا بما كسبوا لهم شراب من حميم و عذاب أليم بما كانوا يكفرون
Artinya: Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai sasaran olok-olok dan senda gurau dan mereka yang telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah mereka dengan Al Quran agar mereka tidak terjerumus ke dalam api neraka karena perbuatan mereka sendiri. Tidak ada pelindung dan pemberi syafaat bagi mereka selain dari Allah. Jika mereka hendak menebus kesalahan dengan harga apa pun maka tebusan itu tidak akan diterima. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka karena perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka telah tersedia minuman dari air yang mendidih dan azab yang sangat pedih disebabkan oleh kekafiran mereka dahulu. [12]

5. Kaum Zalim

Allah SWT berfirman,
وأنذرهم يوم الأزفة إذ القلوب لدى الحناجر كاظمين ما للظّالمين من حميم ولا شفيع يطاع ..
Artinya: Peringatkanlah mereka tentang hari yang dekat itu (hari kiamat). Ketika itu, hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak memiliki teman setia seorang  pun dan tidak ada pula orang yang dapat memberi syafaat kepada mereka.[13]

6. Penyekutu Allah

 Dalam banyak ayatnya, Al Quran Al-Karim dengan sangat jelas menyebut bahwa kaum musyrik --mereka yang menyekutukan Allah-- tidak akan mendapat syafaat di hari kiamat. Pada saat yang sama semua sesembahan mereka selain Allah tidak dapat memberikan bantuan apapun kepada mereka. Allah SWT berfirman,
ويعبدون من دون الله مالا يضرّهم ولا ينفعهم و يقولون هؤلاء شفعاؤنا عند الله قل أتنبئون الله بما لا يعلم في السّموات ولا في الأرض سبحانه وتعالى عمّا يشركون
Artinya: Dan mereka menyembah selain Allah apa-apa yang tidak dapat mendatangkan petaka bagi mereka dan tidak pula memberikan manfaat, dan mereka berkata, “Mereka inilah yang akan memberi syafaat kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah, “Apakah kalian memberitahu Allah sesuatu yang tidak dikenal oleh-Nya baik di langit maupun di bumi?” Mahasuci Allah dari apa-apa yang mereka persekutukan. [14]
ولم يكن لهم من شركائهم شفعاء وكانوا بشركائهم كافرين ..
Artinya: Dan tidak ada di antara sesembahan itu yang dapat memberi syafaat kepada mereka, dan mereka mengingkari persekutuan itu. [15]
… وما نرى معكم شفاءكم الذين زعمتم أنّهم فيكم شركاء لقد تقطّع بينكم وضلّ عنكم ما كنتم تزعمون
Artinya: …dan Kami tidak melihat adanya pemberi syafaat bagi kalian dari sesembahan-sesembahan ini yang telah kalian jadikan sebagai sekutu (Allah). Sungguh telah terputuslah (hubungan) di antara kalian dan lenyaplah apa kalian dakwakan sebelum ini. [16]
أم اتّخذوا من دون الله شفعاء قل أو لو كانوا لا يملكون شيئا ولا يعقلون
Artinya: Bahkan mereka memilih pemberi syafaat selain dari Allah. Katakanlah, “Apakah hal ini kalian lakukan padahal mereka tidak memiliki apapun dan tidak berakal?” [17]
ءأتخذ من دونه آلهة إن يردن الرّحمن بضرّ لا تغن عنّي شفاعتهم شيئا ولا ينقذون
Artinya: Mengapa aku mesti memilih tuhan-tuhan lain selain Dia.  Jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghen-daki suatu petaka bagiku, niscaya mereka tidak akan dapat memberiku syafaat dan mereka tidak dapat menyelamatkanku.[18]
Jika kita memperhatikan makna dari masing-masing ayat mengenai orang-orang kafir di atas, kita akan dapat menyimpulkan bahwa pertama, ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa segala hal yang mereka sekutukan dengan Allah, baik berhala maupun yang lainnya, tidak dapat memberikan syafaat untuk mereka, ketika harus masuk ke dalam api neraka karena kemusyrikan mereka. Kedua, ayat-ayat tadi juga menjelaskan bahwa kaum kafir tidak akan mendapat syafaat dari para pemberi syafaat --seperti Nabi dan manusia-manusia suci lainnya-- karena mereka memang tidak berhak untuk memperoleh ampunan.
Dari sini jelaslah, bahwa syafaat adalah pertolongan di hari kiamat yang tidak akan didapatkan oleh mereka yang masuk di dalam kategori kaum kafir dengan berbagai macam bentuknya.
Semua ayat yang kami sebutkan tadi, meskipun menafikan adanya syafaat untuk sekelompok umat manusia dengan kriteria-kriteria tertentu, namun tidak menafikannya secara mutlak, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Ketiga: Syafaat dalam Hadis Suci

Berbeda dengan banyak permasalahan lainnya dalam ilmu kalam, syafaat merupakan satu permasalahan yang dengan jelas telah disebutkan dalam ayat-ayat suci Al Quran Al-Karim dan hadis suci yang telah disabdakan oleh Nabi SAWW dan para Imam Ma’sum Ahlul Bait a.s. Di bawah ini kami nukilkan beberapa hadis berkenaan dengan masalah syafaat ini.
1. Jabir bin Abdillah Al-Anshari r.a. berkata bahwa Rasulullah SAWW bersabda,
أُعطيتُ خمسا لم يعطهنّ أحد قبلي .. و أعطيت الشّفاعة ولم يعط نبي قبلي ..
Artinya: Allah SWT telah memberi lima hal yang tidak Dia berikan kepada selainku…Aku dianugerahi hak untuk memberikan syafaat padahal tidak ada seorang nabi pun selainku yang mendapatkan hak ini… [19]
2. Rasulullah SAWW bersabda,
.. فمن سأل لي الوسيلة حلّت له الشّفاعة
Artinya: …Jika seseorang memohonkan wasilah untukku, maka ia akan mendapatkan syafaat. [20]
3. Dalam hadis yang lain beliau SAWW bersabda,
... إنّما شفاعتي لأهل الكبائر من أمّتي
Artinya: …Syafaatku akan kuberikan kepada umatku yang melakukan dosa besar. [21]
4. Beliau SAWW juga bersabda,
...
اشفعوا تشفّعوا و يقضي الله عزّ وجلّ على لسان نبيّه ما شاء
Artinya: …Mintalah syafaat, niscaya kalian akan mendapatkannya dan Allah SWT akan mengabulkan semua permintaan Nabi-Nya. [22]
5. Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Nabi SAWW bersabda,
أنا أوّل شفيع في الجنّة ...
Artinya: Aku adalah orang pertama yang memberi syafaat di surga…[23]
6. Ka’ab Al-Ahbar membawakan hadis yang sama dengan riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah Muhammad SAWW bersabda,
لكلّ نبي دعوة يدعوها فأريد أن أختبئ دعوتي شفاعة لأمّتي يوم القيامة
Artinya: Semua nabi memiliki doa yang dikabulkan oleh Allah dan aku menyimpan doa ini sebagai syafaat untuk umatku di hari kiamat.[24]
7. Abu Nadhrah berkata, “Suatu hari Ibnu Abbas r.a. berkhotbah di mimbar masjid kota Bashrah. Ia berkata bahwa Rasulullah SAWW pernah bersabda,
إنّه لم يكن نبي إلاّ له دعوة قد تنجزها في الدّنيا وإنّي قد اختبأت دعوتي شفاعة لأمتي وأنا سيّد ولد آدم يوم القيامة ولا فخر ... فيقال ارفع رأسك وقل تُسمع وسل تُعط واشفع تشفّع ، قال صلى الله عليه وآله وسلّم :                   
فارفع رأسي فأقول أي ربي أمتي أمتي فيقال لي أخرج من النّار من كان في قلبه كذا وكذا فأخرجهم
Artinya: Semua nabi mempunyai sebuah doa mustajab di dunia. Namun aku menyimpannya untuk hari kiamat kelak sebagai syafaat bagi umatku. Tanpa menyombongkan diri, aku adalah penghulu seluruh anak cucu Adam…(di hari kiamat kelak) aku akan mendengar suara yang mengatakan, “Angkatlah kepalamu. Katakan sesuatu pasti kata-katamu akan didengar. Mintalah sesuatu, pasti permintaanmu akan terkabul dan berilah syafaat niscaya syafaatmu akan diterima.” Lalu aku mengangkat kepalaku seraya mengatakan, “Wahai Tuhanku, umatku-umatku.” Allah SWT menjawab, “Keluarkanlah siapa saja yang memiliki sifat ini dan ini di hatinya.” Lantas aku pun mengeluarkan mereka dari neraka.” [25]
8. Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Nabi SAWW bersabda,
أُعطيتُ خمسا لم يعطهنّ نبي قبلي ولا أقولهن فخرا بعثت إلى الناس كافة الأحمر و الأسود ، و نُصرتُ بالرعب مسيرة شهر ، وأحلت لي الغنائم ولم تحل لأحد قبلي ، وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا ، وأعطيت الشفاعة فاخرتها لأمتي فهي لمن لا يشرك بالله شيئا
Artinya: Aku telah diberi oleh Allah lima perkara yang tidak pernah Dia berikan kepada seorang nabi pun selainku, dan (ketahuilah) bahwa aku mengatakannya kepada kalian bukan karena rasa sombongku. (1) Aku diutus kepada seluruh umat manusia, baik mereka yang berkulit merah maupun yang berkulit hitam. (2) Aku telah diberi kemenangan atas musuh-musuhku dengan perasaan takut yang menghantui mereka terhadapku, dari jarak perjalanan satu bulan. (3) Harta ghanimah (rampasan perang) halal bagiku, padahal sebelumnya tidak. (4) Seluruh permukaan bumi adalah masjid (tempat bersujud) dan suci dalam syariat yang kubawa ini. (5) Aku juga dianugerahi oleh Allah hak memberi syafaat yang aku simpan untuk umatku di hari kiamat dan akan kuberikan kepada siapa saja yang tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya.[26]
9. Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAWW bersabda,
إذا سمعتم مؤذنا فقولوا مثل ما يقول ثمّ صلّوا عليّ فإنّه من صلّى عليّ صلّى الله عليه بها عشرا ثمّ سلوا لي الوسيلة فإنّها منزلة في الجنة لا تنبغي إلاّ لعبد من عباد الله , و أرجو أن أكون أنا هو , فمن سأله لي الوسيلة حلّت عليه الشفاعة
Artinya: Jika kalian mendengar seorang muazin mengumandangkan azan maka tirukanlah setiap kata yang ia ucapkan. Lalu bacalah shalawat kepadaku. Karena jika seseorang membaca shalawat kepadaku maka Allah akan memberikan rahmat kepadanya sepuluh kali karena shalawatnya tersebut. Kemudian, mintalah wasilah untukku, karena wasilah itu adalah sebuah kedudukan yang tinggi di surga yang hanya berhak didapatkan oleh seorang hamba Allah yang sebenarnya, dan aku berharap semoga aku dijadikan sebagai hamba Allah yang sebenarnya itu. (Ketahuilah) jika seseorang  memohonkan washilah untukku, ia pasti akan mendapatkan syafaatku. [27]
10. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAWW saat menafsirkan ayat,  عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا

bersabda,

الشفاعة
Artinya: (Maksudnya adalah) syafaat.[28]
11. Rasulullah SAWW bersabda,
رأيت ما تلقى أمتي بعدي ... فسألت أن يوليني شفاعة يوم القيامة فيهم ففعل
Artinya: Aku telah mengetahui apa yang kelak akan dilakukan oleh umatku…Karena itulah aku memohon kepada-Nya untuk memberiku hak memberi syafaat kepada mereka, dan Dia mengabulkannya.[29]
12. Dalam hadis yang lain beliau SAWW bersabda,
ليخرجنّ قوم من أمتي من النار بشفاعتي يسمّون الجهنميين
Artinya: Kelak di hari kiamat akan ada sekelompok orang dari umatku yang keluar dari siksa api neraka berkat syafaatku, mereka inilah yang disebut dengan Jahanna-miyyun (orang-orang dari neraka jahannam). [30]
13. Rasulullah SAWW bersabda,
شفاعتي نائلة إنشاء الله من مات ولا يشرك بالله شيئا
Artinya: Syafaatku, insya Allah, akan didapatkan oleh siapa saja yang mati tanpa menyekutukan Allah dengan selain-Nya. [31]
14. Diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. berkata,
لنا شفاعة ولأهل مودتنا شفاعة
Artinya: Kami memiliki syafaat yang akan diberikan kepada mereka yang mencintai kami.[32]
15. Imam Ali Zainal Abidin a.s. dalam doa beliau mengatakan,
اللهمّ صلّ على محمد وآل محمد و شرّف بنيانه و عظّم برهانه , وثقّل ميزانه و تقبل شفاعته
Artinya: Ya Allah, limpahkalah shalawat atas Muhammad dan keluarganya. Muliakanlah kedudukan-nya, kuat-kanlah agamanya, beratkanlah neraca amalnya dan terimalah syafaatnya. [33]
16. Rasulullah SAWW bersabda,
يا بني عبد المطلب إنّ الصدقة لا تحلّ لي ولا لكم , ولكني وعدت الشفاعة
Artinya: Wahai Bani Abdul Muththalib, sedekah haram bagiku dan bagi kalian semua, dan (sebagai gantinya) aku menjanjikan syafaat (untuk kalian).[34]
17. Imam Zainal Abidin a.s. dalam doanya berkata,
... وتعطف عليّ بجودك وكرمك , وأصلح منّي ما كان فاسدا , وتقبل مني ما كان صالحا , وشفّع فيّ محمدا وآل محمد , واستجب دعائي وارحم تضرّعي وشكواي ...
Artinya: (Ya Allah) perlakukanlah aku dengan kemurahan dan kebaikan-Mu. Luruskanlah semua hal buruk yang ada pada diriku dan terimalah amal kebaikan yang kulakukan. Jadikanlah Muhammad dan keluarganya sebagai para pemberi syafaatku (di hari akhir). Kabulkan doaku dan kasihanilah kerendahan dan pengaduanku ini…[35]
18. Abu Abdillah Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
المؤمن مؤمنان : مؤمن وفى لله بشروطه التي شرطها عليه , فذلك مع النبيـين و الصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا وذلك من يشفع ولا يشفع لـه وذلك ممن لا تصيبه أهوال الدنيا ولا أهوال الآخرة , ومؤمن زلت به قدم فذلك كخامة الزرع كيفما كفئته الريح انكفأ و ذلك ممن تصيبه أهوال الدنيا و الآخرة و يشفع له و هو على خير
Artinya: Mukmin ada dua macam. Pertama adalah orang mukmin yang telah menepati semua janji suci keimanannya dengan Allah. Orang yang demikian ini akan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan orang-orang saleh; sungguh kebersamaan yang terbaik. Ia kelak akan dapat mensyafaati dan tidak lagi memerlukan syafaat orang lain. Di hari kiamat, ia akan terbebas dari segala kekalutan yang ada saat itu. Sedang mukmin jenis kedua adalah orang mukmin yang tergoda hawa nafsunya sehingga melakukan kesalahan dan dosa. Ia laksana sebatang ranting patah yang dipermainkan oleh tiupan angin. Di hari kiamat ia tidak akan lepas dari ketakutan yang menimpa penghuni mahsyar, namun ia akan mendapat syafaat yang membawanya kepada kebaikan.[36]
19. Rasulullah SAWW bersabda,
إنّ ربكم تطوّل عليكم في هذا اليوم فغفر لمحسنكم و شفّع محسنكم في مسيئكم فأفيضوا مغفورا لكم
Artinya: Sesungguhnya pada hari ini Tuhan melihat kepada kalian dengan pandangan rahmat-Nya. Dia telah mengampuni mereka yang melakukan kebajikan dari kalian dan menjadikannya sebagai pemberi syafaat bagi siapa saja yang telah melakukan dosa di antara kalian. Kini, pergilah dalam keadaan dosa kalian telah diampuni oleh-Nya.
Dalam sebagian riwayat disebutkan tambahan ini,
إلاّ أهل التبعات فإن الله عدل يأخذ للضعيف من القوي
Artinya: ...kecuali mereka yang berbuat zalim, karena Allah akan mengambil hak bagi orang lemah dari yang kuat.
Ketika malam tiba, sekelompok orang tengah asyik bermunajat dengan Tuhan mereka dan memohonkan ampunan bagi para pendosa. Pada saat Nabi SAWW sampai di antara mereka, beliau bersabda kepada Bilal, “Wahai Bilal perintahkan semuanya untuk diam sejenak!”. Setelah semuanya diam, beliau bersabda,
إنّ ربكم تطوّل عليكم في هذا اليوم فغفر لمحسنكم و شفّع محسنكم في مسيئكم فأفيضوا مغفورا لكم
Artinya: Sesungguhnya pada hari ini Tuhan melihat kepada kalian dengan pandangan rahmat-Nya. Dia telah mengampuni mereka yang melakukan kebajikan dari kalian dan menjadikannya sebagai pemberi syafaat bagi siapa saja yang telah melakukan dosa di antara kalian. Kini, pergilah dalam keadaan dosa kalian telah diampuni oleh-Nya. Dan beliau SAWW memberikan jaminan keridhaannya untuk para pelaku maksiat.[37]
20. Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. ketika menjelaskan keutamaan Al Quran berkata,
إنه ما توجّه العباد إلى الله تعالى بمثله , واعلموا أنه شافع مشفّع وقائل مصدّق , و أنه من شفع له القرآن يوم القيامة شفّع فيه
Artinya: Tidak ada sesuatu pun yang dapat mengalihkan perhatian seorang hamba kepada Allah SWT lebih dari Al Quran. Ketahuilah bahwa ia adalah pemberi syafaat dan pembicara yang benar. Jika seseorang diberi syafaat oleh Al Quran, maka Allah SWT pasti menerima syafaat tersebut.[38]
Semua hadis di atas (dan masih banyak hadis lainnya yang tidak bisa kami nukilkan seluruhnya di sini) dengan sangat jelas menunjukkan bahwa masalah syafaat telah dikenal di kalangan kaum muslimin sejak awal masa Islam dan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari akidah Islamiah, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAWW dan para Imam Ma’sum Ahlul Bait a.s.
Lebih jauh lagi, sejarah kenabian menceritakan kepada kita bahwa pada masa hidup Rasulullah SAWW kaum muslimin menaruh perhatian khusus pada permasalahan ini dan mereka sering meminta kepada beliau untuk memberi syafaat kepada mereka kelak di hari kiamat.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa ayahnya berkata, “Aku pernah meminta Nabi SAWW untuk memberiku syafaat di hari kebangkitan nanti.” Nabi SAWW dalam menjawab permintaan sahabatnya ini bersabda, “Aku pasti akan mengabulkan permintaanmu ini”. Lalu ia berkata lagi, “Ya Rasulullah, di manakah aku dapat menjumpai Anda?” Beliau SAWW menjawab,
اطلبني أول ما تطلبني على الصراط
Artinya: Carilah aku pertama kali di sirat. [39]
Dalam kitab Matn Al-Washithiyyah disebutkan, “Yang pertama kali membuka pintu surga adalah Nabi Muhammad SAWW. Sedangkan umat pertama yang masuk ke dalam surga adalah umat Muhammad. Beliau SAWW di hari kiamat nanti memiliki tiga syafaat. Syafaat pertama adalah syafaat yang diberikan di padang mahsyar setelah seluruh umat manusia mendatangi para nabi seperti Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam a.s., dan berakhir pada beliau SAWW. Adapun syafaat kedua, adalah syafaat yang diberikan kepada para penghuni surga untuk dapat memasukinya. Kedua syafaat ini adalah hak khusus yang hanya dimiliki oleh Nabi Muhammad SAWW. Sedangkan syafaat ketiga adalah syafaat yang diberikan kepada mereka yang semestinya masuk ke dalam api neraka. Syafaat ini selain hak beliau juga dapat diberikan oleh para nabi lainnya, juga para shiddiqin (orang-orang yang benar) dan orang-orang saleh yang lain. Dengan syafaat ketiga ini, mereka yang semestinya masuk ke neraka bisa diampuni dan lolos dari siksa sedangkan mereka yang telah memasukinya akan dikeluarkan dari sana.”[40]
Sirah Al-Halabiyyah menceritakan bahwa setelah Rasulullah SAWW wafat, Abu Bakar berdiri di sisi jenazah suci Nabi SAWW dan sembari membuka kain penutup wajah utusan terakhir Tuhan ini berkata, “Demi ayah dan ibuku, sungguh mulia hidup dan matimu. Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, ya Rasulullah. Semoga kami tetap mendapat tempat di hatimu.” [41]