Jumat, 15 November 2013

Kawasan Candi Muara Jambi (Temple of Muara Jambi Area)

Hari ini, 15 November 2013

Bersama-sama dengan rekan-rekan yang ikut dalam Pendidikan & Latihan  Tenaga teknis Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari Kelola Lingkungan (Diklat Ganis PHPL Keling) yang ddiselengarakan oleh Dinas Kehutanan BP2HP & APHI Komda Jambi, mengunjungi Situs Purbakala Candi Muara Jambi
Beberapa bangunan saat ini dalam tahap penggalian.


























Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus, Kecamatan Tigabelas Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Jaraknya dari Pekanbaru, Ibukota Propinsi Riau, sekitar 128 Km. Perjalanan menuju Desa Muara Takus hanya dapat dilakukan melalui jalan darat yaitu dari Pekanbaru ke arah Bukittinggi sampai di Muara Mahat. Dari Muara Mahat melalui jalan kecil menuju ke Desa Muara Takus. Kompleks Candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi bernuansa Buddhistis ini merupakan bukti bahwa agama Budha pernah berkembang di kawasan ini. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan.
Ada dua pendapat mengenai nama Muara Takus. Yang pertama mengatakan bahwa nam tersebut diambil dari nama sebuah anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara ke Sungai Kampar Kanan. Pendapat lain mengatakan bahwa Muara Takus terdiri dari dua kata, yaitu “Muara” dan “Takus”. Kata “Muara” mempunyai pengertian yang sudah jelas, yaitu suatu tempat sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan kata “Takus” berasal dari bahasa Cina, Ta berarti besarr, Ku berarti tua, dan Se berarti candi atau kuil. Jadi arti keseluruhan kata Muara Takus adalah candi tua yang besar, yang terletak di muara sungai. 
 
 
 
 


Candi Muara Takus merupakan candi Buddha, terlihat dari adanya stupa, yang merupakan lambang Buddha Gautama. Ada pendapat yang mengatakan bahwa candi ini merupakan campuran dari bentuk candi Buddha dan Syiwa. Pendapat tersebut didasarkan pada bentuk bentuk Candi Mahligai, salah satu bangunan di kompleks Candi Muara takus, yang menyerupai bentuk lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan). Arsitektur candi ini juga mempunyai kemiripan dengan arsitektur candi-candi di Myanmar. Candi Muara Takus merupakan sebuah kompleks yang terdiri atas beberapa bangunan. 
Bangunan yang utama adalah yang disebut Candi Tuo. Candi ini berukuran 32,80 m x 21,80 m dan merupakan candi bangunan terbesar di antara bangunan yang ada. Letaknya di sebelah utara Candi Bungsu. Pada sisi sebelah timur dan barat terdapat tangga, yang menurut perkiraan aslinya dihiasi stupa, sedangkan pada bagian bawah dihiasi patung singa dalam posisi duduk. Bangunan ini mempunyai sisi 36 buah dan terdiri dari bagian kaki I, kaki II, tubuh dan puncak. Bagian puncaknya telah rusak dan batu-batunya telah banyak yang hilang. 
Candi Tuo dibangun dari campuran batu bata yang dicetak dan batu pasir (tuff). Pemugaran Candi Tuo dilaksanakan secara bertahap akibat keterbatasan anggaran yang tersedia. Pada tahun 1990, selesai dikerjakan bagian kaki I di sisi timur. Selama tahun anggaran 1992/1993 pemugaran dilanjutkan dengan bagian sisi sebelah barat (kaki I dan II). Volume bangunan keseluruhan mencapai 2.235 m3, terdiri dari : kaki: 2.028 m3, tubuh: 150 m3, dan puncak: 57 m3. Tinggi bangunan mencapai 8,50 m.
Bangunan kedua dinamakan Candi Mahligai. Bangunan ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10,44 m x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30 m berdiri diatas pondamen segi delapan (astakoma) dan bersisikan sebanyak 28 buah. Pada alasnya terdapat teratai berganda dan di tengahnya menjulang sebuah menara yang bentuknya mirip phallus (yoni). 
Pada tahun 1860, seorang arkeolog Belanda bernama Cornel de Groot berkunjung ke Muara Takus. Pada waktu itu di setiap sisi ia masih menemukan patung singa dalam posisi duduk. Saat ini patung-patung tersebut sudah tidak ada bekasnya. Di sebelah timur, terdapat teras bujur sangkar dengan ukuran 5,10 x 5,10 m dengan tangga di bagian depannya. Volume bangunan Candi Mahligai 423,20 m3 yang terdiri dari volume bagian kaki 275,3 m3, tubuh 66,6 m3 dan puncak 81,3 m3. Candi Mahligai mulai dipugar pada tahun 1978 dan selesai pada tahun 1983. 
Bangunan ketiga disebut Candi Palangka, yang terletak 3,85 m sebelah timur Candi Mahligai. Bangunan ini terdiri dari batu bata merah yang tidak dicetak. Candi Palangka merupakan candi yang terkecil, relung-relung penyusunan batu tidak sama dengan dinding Candi Mahligai. Dulu sebelum dipugar bagian kakinya terbenam sekitar satu meter. Candi Palangka mulai dipugar pada tahun 1987 dan selesai pada tahun 1989. Pemugaran dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh candi, karena bagian puncaknya yang masih ditemukan pada tahun 1860 sudah tidak ada lagi. Di bagian sebelah utara terdapat tangga yang telah rusak, sehingga tidak dapat diketahui bentuk aslinya. Kaki candi berbentuk segi delapan dengan sudut banyak, berukuran panjang 6,60 m, lebar 5,85 m serta tingginya 1,45 m dari permukaan tanah dengan volume 52,9 m3. 
Bangunan keempat dinamakan Candi Bungsu. Candi Bungsu terletak di sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir (tuff) terdapat pada bagian depan, sedangkan batu bata terdapat pada bagian belakang. Pemugaran candi ini dimulai tahun 1988 dan selesai dikerjakan tahun 1990. Melalu pemugaran tersebut candi ini dikembalikan ke bentuk aslinya, yaitu empat persegi panjang dengan ukuran 7,50 m x 16,28 m. Bagian puncak tidak dapat dipugar, karena tidak diketahui bentuk sebenarnya. Tinggi setelah dipugar 6,20 m dari permukaan tanah, dan volume nya 365,8 m3.
Menurut gambar yang dibuat oleh J.W. Yzerman bersama-sama dengan TH. A.F. Delprat dan Opziter (Sinder) H.L. Leijdie Melvile, di atas bangunan yang terbuat dari bata merah terdapat 8 buah stupa kecil yang mengelilingi sebuah stupa besar. Di atas bangunan yang terbuat dari batu pasir (tuff) terdapat sebuah tupa besar. Di bagian sebelah timur terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu pasir.
Selain bangunan-bangunan tersebut di atas, di sebelah utara, atau tepat di depan gerbang Candi Tuo terdapat onggokan tanah yang mempunyai dua lobang. Tempat ini diperkirakan tempat pembakaran jenazah. Lobang yang satu untuk memasukkan jenazah dan yang satunya lagi untuk mengeluarkan abunya. Tempat pembakaran jenazah ini, termasuk dalam pemeliharaan karena berada dalam komplek percandian. Di dalam onggokan tanah tersebut terdapat batu-batu kerikil yang berasal dari sungai Kampar. Di di luar kompleks Candi Muara Takus, yaitu di beberapa tempat di sekitar Desa Muarata takus, juga diketemukan beberapa bangunan yang diduga masih erat kaitannya dengan candi ini.




Sejarah Kerajaan Melayu Jambi oleh pengaruh hindu-budha.

Di Pulau Sumatera, Provinsi Jambi merupakan bekas wilayah Kesultanan Islam Melayu Jambi (1500-1901). Kesultanan ini memang tidak berhubungan secara langsung dengan 2 kerajaan Hindu-Budha pra-Islam. Sekitar Abad 6 – awal 7 M berdiri KERAJAAN MALAYU (Melayu Tua) terletak di Muara Tembesi (kini masuk wilayah Batanghari, Jambi). Catatan Dinasti Tang mengatakan bahwa awal Abad 7 M. dan lagi pada abad 9 M Jambi mengirim duta/utusan ke Empayar China ( Wang Gungwu 1958;74). Kerajaan ini bersaing dengan SRI WIJAYA untuk menjadi pusat perdagangan. Letak Malayu yang lebih dekat ke jalur pelayaran Selat Melaka menjadikan Sri Wijaya merasa terdesak sehingga perlu menyerang Malayu sehingga akhirnya tunduk kepada Sri Wijaya.
Berdasarkan sedikit data sejarah yang tersedia, Jambi menikmati masa bebas dari pengaruh kerajaan lain hanya di masa Kerajaan Melayu Kuno. Selanjutnya, ketika Sriwijaya berdiri, Jambi menjadi daerah taklukan Sriwijaya, bahkan, menurut beberapa sumber yang, tentu saja masih diperdebatkan, Jambi pernah menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya. Ketika Sriwijaya runtuh dan muncul kekuatan Singosari di Jawa, Jambi menjadi daerah taklukan Singosari. Ketika Singosari runtuh dan muncul kemudian Majapahit, Jambi menjadi wilayah taklukan Majapahit.
Dalam perkembangan selanjutnya, Jambi menjadi pusat Kerajaan Swarnabhumi yang didirikan Aditywarman. Ketika pusat kerajaan Adityawarman berpindah ke Pagaruyung, Jambi menjadi bagian dari Kerajaan Minangkabau di Pagaruyung. Ketika Malaka muncul sebagai sebuah kekuatan baru di Selat Malaka, Jambi menjadi bagian dari wilayah Malaka. Malaka runtuh, kemudian muncul Johor. Lagi-lagi, Jambi menjadi bagian dari Kerajaan Johor. Demikianlah, Jambi telah menjadi target ekspansi setiap kerajaan besar yang berdiri di Nusantara ini.
Beberapa benda arkeologis yang ditemukan di daerah Jambi menunjukkan bahwa, di daerah ini telah berlangsung suatu aktifitas ekonomi yang berpusat di daerah Sungai Batang Hari. Temuan benda-benda keramik juga membuktikan bahwa, di daerah ini, penduduknya telah hidup dengan tingkat budaya yang tinggi. Temuan arca-arca Budha dan candi juga menunjukkan bahwa, orang-orang Jambi merupakan masyarakat yang religius. . Muaro jambi, sebuah kompleks percandian di hilir Jambi mungkin dulu bekas pusat belajar agama Budha sebagaimana catatan pendeta Cina I-Tsing yang berlayar dari India pada tahun 671. Ia belajar di Sriwijaya selama 4 tahun dan kembali pada tahun 689 bersama empat pendeta lain untuk menulis dua buku tentang ziarah Budha.
Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia, tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad ke-11 M. Candi Muaro Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Dan sejak tahun 2009 Kopleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.

B. Sejarah kerajaan melayu jambi oleh pengaruh islam.
Pada permulaan abad ke-8 salah seorang raja Melayu Jambi (Sri Maharaja Srindrawarman) menganut agama Islam. Namun, antara permulaan abad ke-8 dan permulaan abad ke-12 terjadi masa vacum dakwah Islam di Jambi. Agama Islam mazhab Syafi’i baru mulai berkembang di Jambi, setelah daerah ini takluk di bawah kekuasaan Samudra Pasai (1285—1522). Yang memberi corak khusus dan yang menentukan jalannya perkembangan serta yang nyata-nyata mengubah kebudayaan Melayu Jambi adalah pengaruh-pengaruh dari agama Islam. Pengaruh ini menghasilkan ciptaan-ciptaan yang memberi ciri tertentu kepada kebudayaan Melayu Jambi. Agama Hindu/Budha, yang dalam zaman purba telah menentukan corak dan disebut kebudayaan Melayu Jambi didesak oleh agama Islam. Dalam pembentukan kebudayaan baru, yang tumbuh dan berkembang adalah kebudayaan pengaruh Islam. Pengaruh Islam itu pulalah yang memberikan dan menentukan arah baru serta corak khusus kebudayaan material dan spiritual Melayu Jambi.
Dalam kurun Islam pada abad ke-15 dan 16, pemerintahan kesultaan muncul di Jambi. Di Kesultanan Jambi pada abad ke-20 dan awal abad ke-21, struktur pemerintahannya terdiri atas:
Kuasa Sultan,
Kuasa Patih Dalam,
Kuasa Patih Luar,
Kuasa Batin (Jenang),
Kuasa Tengganai,
Kuasa Dusun (Penghulu).

Sesudah proklamasi 17 Agustus 1945, daerah Jambi merupakan daerah keresidenan, bagian dari Provinsi Sumatera. Ketika Provinsi Sumatera pecah menjadi Provinsi Sunmatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Keresidenan Jambi yang terdiri dari Kabupaten Merangin, Kabupaten Batanghari, dan Kotapraja Jambi masuk Provinsi Sumatera Tengah.
Para penyebar Islam banyak menduduki berbagai Jabatan di kerajaan dan di antaranya ada yang kawin dengan penduduk setempat. Banyak mesjid yang di bangun para penyebar agama Islam. Beberapa elemen kebudayaan lokal bernuansa Islami semakin menyebar. ada Raja dan keluarganya yang di Islamkan, banyak rakyat yang tertarik karena sosialisasi yang menyentuh hati tanpa pembongkaran akar budaya setempat. Fase ini berlangsung pada akhir abad ke 16,17 dan abad ke-18 M, dan awal abad ke 19 M. Ketiga fase ini menurut penulis terjadi dan di alami oleh Jambi.
Salah satu ranah kebudayaan Melayu Jambi yang tak lapuk karena hujan dan tak lekang karena panas adalah adat. Adat, baik adat istiadat, adat yang teradat, adat yang diadatkan, dan adat yang sebenarnya adat merupakan pedoman perilaku keseharian masyarakat Melayu Jambi. Untuk menentukan salah atau benar sesuatu perbuatan diteliti (disimak) dari ungkapan-ungkapan dalam pepatah dan petitih serta seloko adat yang ada kaitannya dengan perbuatan atau kejadian tersebut. Contoh ungkapan tersebut, antara lain:
(1)   Terpijak benang arang, hitam tapak. Tersuruk di gunung kapur, putih tengkuk.
(2)   Sia-sia negeri alah Tateko hutang tumbuh.
(3)   Pinjam memulangkan Sumbing menitik Hilang mengganti

Bagi masyarakat Melayu Jambi, adat merupakan elemen perekat dalam sendi kemasyarakatannya yang memungkinkan masyarakat tumbuh dan berkembang secara serasi dalam suasana kekeluargaan yang harmonis dan dinamis. Hal ini dimungkinkan karena dalam sistem adat memuat komponen hukum yang bersifat duniawi dan ukhrawi, seperti tertuang dalam ungkapan: ”Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”.


Jambi merupakan kerajaan melayu yang terletak strategis pada jalur perdagangan. Dari itu banyak kerajaan silih berganti merebut dan menguasai dari kerajaan lain. Melalui pergantian tersebut jambi memiliki banyak ragam budaya dan peninggalan yang masih dapat kita temukan pada saat ini. Berawal dari kerajaan sriwijaya, singoshari, majapahit yang bercorak hindu-budha yang banyak meninggalkan archa dan candi, sampai pada kerajaan yang bercorak islam yang banyak meninggalkan masjid dengan arsitektur yang islami.




Kerajaan Melayu Jambi
Peta Tanah Melayu purba, berdasarkan teori, ibu negara Kerajaan Malayu dikaitkan dengan Muaro Jambi, muara sungai Batanghari, Jambi, Sumatera. Tetapi berbagai negeri (kadatuan) Melayu lainnya pun bersemi sebelum ditawan olehSrivijaya pada akhir abad ke-7 Masihi, seperti KerajaanLangkasuka, Pan Pan dan Panai.
Kerajaan Melayu (juga digelar Malayu, Kerajaan Dharmasraya atau Kerajaan Jambi) ialah sebuah kerajaan Asia Tenggara yang telah wujud antara abad ke-4 dan ke-13 pada tahun Masihi. Ia telah ditubuhkan di sekitar di mananya kini Jambi di Sumatra, Indonesia. Lokasinya adalah lebih kurang 200km utara Palembang. Sekitar 688 M, Maharaja Jayanasa mengintegrasikan Jambi ke dalam empayar Srivijaya.

Asal
Menurut Yijing , Melayu yang awal (dieja sebagai Ma-La-Yu dalam tulisan bahasa China 末羅瑜國) ialah sebuah kerajaan berdikari. Pada lewat abad ke-7 M, sami Yijing merakamkan bahawa kali kedua dia pulang semula keMa-La-Yu, ia telah ditawan oleh Srivijaya. Tambahan, Melayu telah mencapai kawasan-kawasan yang menghasilkan emas di daerah pendalaman Sumatra. Ini secara lambat menambahkan martabat Melayu yang berdagang pelbagai barangan tempatan, termasuk emas, dengan para pedagang asing. Perkataan Melayu telah dipahatkan (tahun 1286) pada sebuah patung Padang Rocore di muara sungai Muara Jambi[2]. Menurut Ensiklopedia Malaysia[3], tulisan India silam dalam Ramayana dan Vayu Purana (Abad ke-3 SM), perkataan bahasa Sanskrit 'Malayadvipa' (secara harfiah 'Pulau Melayu') telah disebut, merujuk pada Sumatra.

Sumber China

Pada dinasti Yuan yang kemudiannya, perkataan Ma-La-Yu telah sering disebut (dalam sejarah China) untuk merujuk pada sebuah negara dari laut selatan dengan berlainan ejaan oleh sebab perubahan dinasti.
·         (Bahasa Cina: 木剌由) - Bok-la-yu, Mok-la-yu
·         (Bahasa Cina: 麻里予兒) - Ma-li-yu-er
·         (Bahasa Cina: 巫来由) - Oo-lai-yu (dikesankan dari sumber bertulisan sami Xuan Zang)
·         (Bahasa Cina: 無来由) - Wu-lai-yu
Sebahagian petikan dari Babad asal kerajaan Mongol Yuan (dalam bahasa Cina): Chronicle of Mongol Yuan
"以暹人与麻里予兒旧相仇杀,至是皆归顺,有旨谕暹人伤麻里予兒,以践尔言"
(dalam bahasa Melayu: Permusuhan muncul antara Siam dan Ma-la-yu dengan kedua-duanya mencekik sesama sendiri...)

 

Sejarah Melayu

Perkataan Melayu disebut dalam Sejarah Melayu.
"Di sini sekarang adalah cerita sebuah bandar yang digelar Palembang di tanah Andelas (Sumatra). Ia diperintah oleh Demang Lebar Daun, seorang keturunan Raja Shulan, dan sungainya adalah Muara Tatang. Di pencapaian bahagian atas Muara Tatang adalah sebatang sungai yang bernama Melayu, dan di sungai itu ada bukit yang bernama Si-Guntang Mahameru'...."
.


Pusat Sriwijaya
Antara 1079 dan 1088, rakaman China menunjukkan bahawa Srivijaya mengirim duta dari Jambi dan Palembang.[4] Pada 1079 khususnya, seorang duta dari Jambi dan Palembang setiapnya untuk melawat China. Jambi mengirim dua duta ke China pada 1082 dan 1088.[5] Ini bercadang bahawa pusat Srivijaya sering beralih di antara dua buah bandar utama itu sewaktu zaman itu.[6]Ekspedisi Chola dan juga jalan perdagangan yang berubahan melemahkan Palembang, membenarkan Jambi untuk mengambil pucuk pimpinan Srivijaya dari abad ke-11 dan selanjutnya.[7]


Kematian
Hampir satu abad selepas pengambilan peranan Palembang sebagai pusat sebuah empayar, Jambi dan Srivijaya mengalami kemerosotan dalam pengaruh. [8] Ini disebabkan suatu perubahan polisi oleh dinasti Song untuk tidak lagi menerima duta-duta dari Srivijaya dan ketidakmampuan Jambi untuk mengatasi senario yang berubah. Daripada Jambi mengawal melalui sistem yang membayar ufti, para pedagang dibenarkan untuk berdagang secara lanjut.


Putera Melayu terakhir Parameswara
Mahesa/Kebo/Lembu Anabrang ialah seorang Jeneral Singhasari, beliau menakluki Srivijaya dan Melayu pada 1288. Pada tahun 1347, Gajah Mada, pemimpin ketenteraan Majapahit memasang Adityawarman sebagai raja Melayu untuk mencegah kebangkitan semula Srivijaya. Adityawarman kemudian menakluki Tanah Datar untuk mengawal perdagangan emas dan menubuhkan sebuah kerajaan di Pagar Ruyung. Pada tahun 1377, Majapahit mengalahkan Palembang dan menamatkan usaha untuk membangkitkan semula Srivijaya. Putera terakhir dari asal-usul Srivijaya, Parameswara, melarikan diri ke Temasek untuk mendapatkan perlindungan sebelum bergerak ke utara, di mana baginda menubuhkan Kesultanan Melayu Melaka.




Artikel dari berbagai sumber
dan terkait dengan penerbitan sebelumnya dalam  http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7282058939751178350#editor/target=post;postID=4249074543097953111;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=78;src=link  membahas Putri Mayang Mengurai & Pencak Silat Harimau Berantai dan  http://aeiroura.blogspot.com/2013/06/pencak-silat-aliran-tari-melayu-mayang.html yang membahas : Pencak silat Aliran Tari Melayu Jambi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar