Kamis, 22 November 2012

SHALAT SUNNAT RAWATIB



Assalaamu’alaikum wr. wb.

Shohib se-iman yang dirahmati Allah , kehidupan di zaman sekarang hampir segala sesuatu dinilai berdasarkan materi dan uang. Kebanyakan orang setiap hari disibukkan dengan “dunia”-nya hanya karena menginginkan nasib dan karir yang lebih baik dikemudian hari, sementara mereka lupa akan nasibnya di akhirat kelak.

Mudah-mudahan kita tidak seperti orang-orang kafir yang hanya mementingkan kehidupan duniawi saja, sebagaimana firman Allah  dalam surah Al-A’laa :

Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
But ye prefer the life of the world.

Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
Although the Hereafter is better and more lasting.

Istilah “menabung” bagi kita sudah bukan hal yang asing lagi. Hampir setiap pegawai atau karyawan perusahaan memiliki rekening tabungan di bank. Tetapi sebagai seorang muslim, sudahkah kita menyisihkan sebagian waktu di sela-sela kesibukan dan aktifitas duniawi untuk menambah saldo “tabungan akhirat” kita? Apakah kita sudah merasa cukup dengan “tabungan” (baca : ibadah) yang fardhu saja?

Diriwayatkan dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda :

Sungguh yang pertama kali di-hisab dari amal perbuatan manusia di hari kiamat adalah shalat”. Beliau bersabda : “Allah ‘azza wa jalla berfirman kepada para malaikat-Nya : Lihatlah shalat hamba-Ku, apakah shalatnya sempurna atau kurang?Kalau shalatnya sempurna maka ditulis pahalanya dengan sempurna, dan jika ada yang kurang, Allah berfirman : Lihatlah! Apakah hamba-Ku itu mempunyai ibadah tambahan? Maka jika dia memiliki ibadah tambahan, Allah berfirman : Sempurnakanlah bagi hamba-Ku ibadah fardhu-nya. Kemudian amal-amalnya itu diperhitungkan dalam keadaan demikian (sempurna)”. [riwayat Ahmad (II/290), Ibnul Mubarak (915), Abu Dawud (no.864, I/322), an-Nasa’i (I/232), at-Tirmidzi (no.413, I/318), dan al-Hakim (I/262)]

Berdasarkan hadits di atas, maka bagi siapa saja yang merasa shalat fardhu-nya belum dilaksanakan dengan sempurna (misalnya : tidak khusu’, tidak pada awal waktu, dll.), agar berniat sungguh-sungguh dan berusaha sebisa mungkin menyisihkan beberapa saat saja di sela-sela kesibukan dan kegiatan lainnya untuk melaksanakan ibadah shalat tambahan sebagai “tabungan” yang akan memperbaiki nasibnya di hari esok (hari kiamat).

Diantara shalat tambahan (tathawwu’) yang berhubungan erat dan dilaksanakan beriringan dengan shalat fardhu adalah shalat sunnah rawatib. Kata rawatib diambil dari kata raatib yang artinya terus menerus dan tetap (routine). [lihat Kamus Al-Munawwir]

Shohib se-iman yang dirahmati Allah , pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan sebuah risalah mengenai Shalat Sunnat Rawatib yang mu’akkad berdasarkan riwayat yang shahih -insya Allah- agar sesuai dengan petunjuk Nabi , yang saya kutip dan dirangkum dari buku-buku berikut ini :

1.    Bughyatul Mutathawwi’ fii Shalaatit Tathawwu’, Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul
2.    Shalaat at-Tathawwu’ Mafhuumun, wa Fadhaa-ilun, wa Aqsaamun, wa Anwaa’un, wa Adaabun fii Dhau-il Kitaab wa as-Sunnah, Dr. Said bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani
3.    Shifatu Shalaati an-Nabiyyi  min at-Takbiir ila at-Tasliim Ka-annaka Taraahu, Muhammad Nashiruddin al-Albani
4.    Tamaamul Minnah fii at-Ta’liiq ‘Alaa Fiqh as-Sunnah, Muhammad Nashiruddin al-Albani

Semoga risalah ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi saya dan Shohib sekalian untuk memperbaiki dan melengkapi amal-amal fardhu yang sudah kita kerjakan, sehingga nanti bisa kita rasakan manfaat lebih  dari “tabungan” ini dibandingkan dengan tabungan-tabungan lain yang ada dunia.


Wallaahu Waliyyu Taufiq,
Wassalaamu’alaikum wr. wb.


Al-Faqir ilaa maghfirati rabbihi

-Rf-





SHALAT SUNNAT RAWATIB


I.     Jumlah Shalat Sunnat Rawatib yang Mu’akkad

a. Dua belas raka’at sehari-semalam
Hadits dari Ummu Habibah, Ummul Mu’minin r.a. : “Aku mendengar Rasulullah  bersabda : Barangsiapa yang shalat (sunnat) sehari semalam dua belas raka’at, akan dibangun baginya rumah di surga : Empat raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh”. [riwayat Muslim (hadits no.728), ad-Darimi (I/335), Abu Dawud (hadits no.1250), an-Nasa’i (III/262), at-Tirmidzi (hadits no.415, I/131), al-Hakim (I/131)]

Dalil lain adalah hadits dari ‘Aisyah r.a bahwa ia menceritakan : “Rasulullah  pernah bersabda : “Barangsiapa yang tetap/terus-menerus mengerjakan dua belas raka’at shalat sunnat, Allah akan membangun baginya rumah di surga : Empat raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh”. [riwayat at-Tirmidzi (hadits no.414), Ibnu Majah (hadits no.1140), di-shahihkan oleh al-Albani]

Berdasarkan hadits dari Ummu Habibah r.a. dan hadits dari ‘Aisyah r.a. jumlah shalat sunnat rawatib adalah :

 4 raka’at sebelum shalat Zhuhur
 2 raka’at sesudah shalat Zhuhur
 2 raka’at sesudah shalat Maghrib
 2 raka’at sesudah shalat ‘Isya
 2 raka’at sebelum shalat Shubuh
12 raka’at dalam sehari-semalam


b. Sepuluh raka’at sehari-semalam
Hadits dari Ibnu ‘Umar , dia berkata : “Aku memelihara shalat sepuluh raka’at dari Nabi  : Dua raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib di rumahnya, dua raka’at sesudah ‘Isya di rumahnya, dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh”. [riwayat al-Bukhari (hadits no.1180, 1165, 1172), Muslim (hadits no.729), at-Tirmidzi (hadits no.434, I/330), Malik (296), ad-Darimi (I/335), Abu Dawud (hadits no.1252, I/486), an-Nasa’i (II/119)]

Berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Umar  jumlah shalat sunnat rawatib adalah:

 2 raka’at sebelum shalat Zhuhur
 2 raka’at sesudah shalat Zhuhur
 2 raka’at sesudah shalat Maghrib
 2 raka’at sesudah shalat ‘Isya
 2 raka’at sebelum shalat Shubuh
10 raka’at dalam sehari-semalam


Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah mengatakan, kemungkinan bahwa Rasulullah  terkadang melaksanakan dua belas raka’at sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Aisyah dan Ummu Habibah, dan terkadang melaksanakan sepuluh raka’at sebagaimana disebut dalam hadits Ibnu Umar. Bila seorang muslim sedang tekun beribadah, ia bisa mengerjakan dua belas raka’at. Apabila ada kesibukan, ia bisa shalat sepuluh raka’at saja. Semuanya itu adalah sunnah rawatib. Yang lebih utama dan sempurna, hendaknya ia mengerjakan shalat (dua belas raka’at) sebagaimana hadits ‘Aisyah dan Ummu Habibah.


II. Shalat Sunnat Rawatib Zhuhur

a. Keutamaannya
Hadits dari Ummu Habibah r.a. dia berkata : “Aku mendengar Rasulullah  bersabda : Barangsiapa memelihara empat raka’at sebelum Zhuhur dan empat raka’at sesudahnya, maka Allah akan haramkan baginya masuk neraka”. [riwayat at-Tirmidzi (akhir hadits no.428) ia mengatakan hadits ini hasan shahih, Ibnu Majah (I/191) di-shahihkan oleh al-Albani]

b. Sifat dan Kaifiatnya
Lahiriyahnya menunjukkan bahwa Nabi  mengerjakan shalat (empat raka’at) dengan dua tasyahud tanpa dipisah dengan salam, sehingga shalat tersebut dikerjakan seperti layaknya shalat empat raka’at lainnya.

Hadits dari Ibnu Umar  ia berkata : Rasulullah  bersabda :

Shalat malam dan siang itu dua raka’at-dua raka’at”. [riwayat an-Nasa’i (III/227), Ibnu Majah (hadits no.1322) dinilai shahih oleh al-Albani]

Beberapa ulama mengatakan bahwa shalat (sunnat) malam dan siang hari itu dikerjakan dua raka’at-dua raka’at. Mereka berpendapat adanya pemisahan tiap dua raka’at. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh asy-Syafi’i dan Ahmad. [Sunan at-Tirmidzi (II/289-290)]
                                                                                                            
Al-Albani mengatakan bahwa pendapat yang lebih utama adalah salam pada setiap dua raka’at untuk shalat-shalat (sunnat) yang dikerjakan siang hari. [Tamamul Minnah, bab Shalat Sunnah Zhuhur]


III. Shalat Sunnat Rawatib Maghrib

Shalat dua raka’at sesudah shalat Maghrib adalah sunnah yang ditekankan sebagaimana disebut dalam hadits dari ‘Aisyah, Ummu Habibah dan Abdullah bin Umar .

a. Dilaksanakan di Rumah
Hadits dari Mahmud bin Labid, dia berkata bahwa Rasulullah  pernah mendatangi Bani ‘Abdul Asyhal, lalu beliau shalat Maghrib bersama mereka. Setelah mengucapkan salam beliau bersabda :

 “Kerjakanlah dua raka’at ini di rumah kalian masing-masing”. [riwayat Ahmad (V/428), dan Ibnu Khuzaimah (hadits no.1200)]

Hadits dari Ka’ab bin ‘Ujrah, dia berkata bahwa Rasulullah  pernah shalat Maghrib di masjid Bani ‘Abdul Asyhal. Setelah selesai shalat, orang-orang berdiri untuk mengerjakan shalat sunnat, maka Nabi  bersabda :

 “Hendaklah kalian mengerjakan shalat ini di rumah kalian”. [riwayat an-Nasa’i (III/198), dan Abu Dawud (hadits no.1300), dinilai hasan oleh al-Albani]

Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa perintah untuk melakukan hal tersebut hukumnya sunnat, bukan wajib. Hanya saja, shalat sunnat di rumah itu lebih baik daripada di masjid. [Shahih Ibnu Khuzaimah (I/209-210)]

b. Surah yang dibaca
Dalam shalat sunnat ba’da Maghrib disunnahkan untuk membaca surah al-Kaafirun dan surah al-Ikhlas.
Hadits dari Ibnu Mas’ud  bahwa ia berkata : “Tidak bisa kuhitung yang kudengar dari Rasulullah  bahwa beliau membaca pada dua raka’at sesudah Maghrib dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh : Qul yaa ayyuhal kaafiruun dan Qul Huwallaahu Ahad”. [riwayat at-Tirmidzi (hadits no.431), Ibnu Majah (hadits no.1166), Ahmad, al-Maqdisi, an-Nasa’i, Ibnu Nashr, dan ath-Thabrani]


IV. Shalat Sunnat Rawatib ‘Isya

Shalat dua raka’at sesudah shalat ‘Isya adalah sunnah yang ditekankan sebagaimana disebut dalam hadits dari ‘Aisyah, Ummu Habibah dan Abdullah bin Umar .

Sifat dan Keutamaannya
Telah disampaikan sebelumnya, hadits dari Ibnu ‘Umar , dia berkata : “Aku memelihara shalat sepuluh raka’at dari Nabi  : … dua raka’at sesudah ‘Isya di rumahnya”.

Serta diriwayatkan pula hadits dari ‘Abdullah bin Syaqiq, dia bercerita, aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah r.a. tentang shalat sunnat yang biasa dikerjakan oleh Rasulullah . Maka ‘Aisyah menjawab :”… beliau mengerjakan shalat ‘Isya bersama orang-orang. Kemudian beliau masuk ke rumahku lagi dan mengerjakan shalat sunnat dua raka’at”. [riwayat Muslim (hadits no.730)]


V. Shalat Sunnat Rawatib Shubuh

a. Sifat dan Keutamaannya
Shalat sunnat dua raka’at sebelum Shubuh termasuk sunnah mu’akkad yang sangat ditekankan, Nabi  membiasakannya dan tidak pernah meninggalkannya baik ketika di rumah maupun sedang dalam perjalanan.

Hadits dari ‘Aisyah r.a. dari Nabi , beliau bersabda :

 “Dua raka’at fajar (sebelum Shubuh) itu lebih baik daripada dunia dan se-isinya”. [riwayat Muslim (hadits no.725), at-Tirmidzi (hadits no.416, I/320), an-Nasa’i (III/252), dan al-Hakim (I/307)]

Hadits dari ‘Aisyah r.a., dia  bercerita bahwa Nabi  tidak pernah begitu tekun melaksanakan shalat sunnat sebagaimana shalat dua raka’at sebelum Shubuh. [riwayat al-Bukhari (hadits no.1169), dan Muslim (hadits no.724)]

Hadits-hadits di atas menghimpun antara ucapan Rasulullah  yang berisi anjuran untuk melaksanakan shalat sunnat sebelum Shubuh, sekaligus perbuatan beliau yang selalu memeliharanya.

b. Meringankan pelaksanaan/bacaannya
Hadits dari Hafshah, Ummul Mu’minin, ia berkata : “Bahwasanya Rasulullah  apabila telah mendengar adzan Shubuh dikumandangkan dan fajar telah tampak, beliau melaksanakan dua raka’at singkat/ringan sebelum didirikan shalat Shubuh”. [riwayat al-Bukhari (hadits no.618), dan Muslim (hadits no.723)]

Hadits dari ‘Aisyah r.a, ia berkata : “Nabi  meringankan shalat dua raka’at sebelum Shubuh, sehingga karena begitu singkatnya aku bertanya-tanya : Apakah beliau membaca Ummul Kitab (al-Fatihah) ?[riwayat al-Bukhari (hadits no.1171), dan Muslim (hadits no.724)]

c. Surah yang dibaca
Dalam dua raka’at shalat sunnat sebelum Shubuh disunnahkan untuk membaca surah al-Kaafirun pada raka’at pertama dan surah al-Ikhlas pada raka’at kedua.

Hadits dari Ibnu Mas’ud  bahwa ia berkata : “Tidak bisa kuhitung yang kudengar dari Rasulullah  bahwa beliau membaca pada dua raka’at sesudah Maghrib dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh : Qul yaa ayyuhal kaafiruun dan Qul Huwallaahu Ahad”. [riwayat at-Tirmidzi (hadits no.431), Ibnu Majah (hadits no.1166), Ahmad, Maqdisi, an-Nasa’i, Ibnu Nashr, dan ath-Thabrani]

Hadits dari Abu Hurairah  bahwasanya Rasulullah  dalam dua raka’at sebelum shalat Shubuh biasa membaca : Qul yaa ayyuhal kaafiruun dan Qul Huwallaahu Ahad. [riwayat Muslim (hadits no.726)]

Hadits dari ‘Aisyah r.a. bahwasanya Nabi  bersabda : “Dua surat yang paling baik dibaca dalam dua raka’at sebelum Shubuh adalah Qul yaa ayyuhal kaafiruun dan Qul Huwallaahu Ahad”. [riwayat Ahmad (VI/239), Ibnu Majah (I/351), Ibnu Khuzaimah (hadits no.1114), dan Ibnu Hibban (hadits no.610)]

Nabi  pernah mendengar seorang shahabat membaca surah pertama (al-Kafirun) pada raka’at pertama, lalu beliau bersabda :

 “Inilah hamba yang beriman kepada Tuhannya
Kemudian ia membaca surah kedua (al-Ikhlas) pada raka’at kedua, lalu beliau bersabda pula :

 “Inilah hamba yang mengenal Tuhannya”.
[riwayat ath-Thahawi, Ibnu Hibban dan Ibnu Basyran, di-hasankan oleh al-Hafizh dalam kitab al-Ahadits al-‘Aliyat hadits no.16]

Atau disunnahkan juga membaca ayat ke-136 dari surah al-Baqarah pada raka’at pertama dan membaca ayat ke-52 dari surah Ali Imran atau ayat ke-64 dari surah Ali Imran pada raka’at kedua.

Berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas  bahwasanya Rasulullah  pernah membaca dalam dua raka’at shalat sebelum Shubuh : raka’at pertama membaca : Qul Aamannaa billaahi wamaa unzila ilaina {al-Baqarah :136} dan pada raka’at kedua membaca : Aamannaa billaahi wasyhad bi annaa muslimuun {Ali Imran : 52} [riwayat Muslim (hadits no.727), dan Abu Dawud]

Dalam riwayat lain disebutkan pada raka’at pertama membaca : Qul Aamannaa billaahi wamaa unzila ilaina {al-Baqarah :136} dan pada raka’at kedua membaca : Ta’aalau ilaa kalimatin sawaa bainanaa wa bainakum {Ali Imran : 64} [riwayat Muslim (hadits no.727), Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim]

d. Mengqadha bagi yang tidak sempat mengerjakannya
Karena keutamaan yang ada pada dua raka’at shalat sunnah sebelum Shubuh ini, disyari’atkan bagi orang yang tidak sempat mengerjakan shalat rawatib sebelum Shubuh untuk mengerjakannya setelah shalat Shubuh atau setelah matahari terbit.

Hadits dari Qais bin Amr  ia berkata : Aku ikut shalat Shubuh bersama Rasulullah . Setelah selesai shalat, beliau melihatku mengerjakan shalat. Beliau bertanya : “Wahai Qais, apakah ada dua kali shalat (Shubuh) yang kita lakukan?” Aku menjawab : “Wahai Rasulullah, tadi aku belum sempat melaksanakan dua raka’at sunnah Shubuh”. Lalu beliau berkata : “Kalau begitu tidak apa-apa”. [riwayat at-Tirmidzi (hadits no.422) di-shahihkan oleh al-Albani]

Hadits dari Qais bin Qahd , bahwasanya dia pernah shalat Shubuh bersama Rasulullah , sedangkan dia belum sempat mengerjakan shalat rawatib dua raka’at sebelumnya. Setelah selesai salam (shalat Shubuh), dia mengerjakan shalat rawatib dua raka’at yang dilihat oleh Rasulullah , tetapi beliau tidak melarangnya. [riwayat at-Tirmidzi (hadits no.422, I/324), Abu Dawud (hadits no.1267) dinilai shahih oleh al-Hakim (I/274), Ibnu Khuzaimah (1116), Ibnu Hibban (hadits no.2471, IV/222), juga dinilai shahih oleh al-‘Allamah Ahmad Syakir dan oleh al-Albani)]

Hadits-hadits tersebut sebagai dalil dibolehkannya meng-qadha shalat pada waktu-waktu terlarang.

Tetapi (waktu qadha) yang lebih afdhal adalah dikerjakan setelah matahari terbit, berdasarkan hadits dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda :

 “Barangsiapa tidak sempat melaksanakan dua raka’at shalat sunnat sebelum Shubuh, maka hendaklah ia mengerjakannya setelah matahari terbit”.
[riwayat at-Tirmidzi (hadits no.424) dinilai shahih oleh al-Hakim (I/274), Ibnu Khuzaimah (1117), Ibnu Hibban (hadits no.2472, IV/224) dan dinilai shahih juga oleh al-Albani)


Wallahu a’lam.
Allaahumma shalli ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa Aalihi wa Shahbihi ajma’iin.


Karawang, Muharram 1425 Hijriyyah   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar