Senin, 10 Juni 2013

Benarkah HARIMAU JAWA masih ada?





FOTO TERBARU HARIMAU JAWA oleh Didik Raharyono.
Foto harimau jawa hidup di alam yang beredar secara internasional adalah hasil karya Hoogerwerf tahun 1938 dari Taman Nasional Ujung Kulon. Berbagai sumber publikasi ilmiah menyatakan bahwa harimau jawa terakhir dibunuh sekitar tahun 1941, setelah tahun tersebut hampir tidak ada laporan tentang pembunuhan satwa kharismatik dan endemik Pulau Jawa ini.
Tetapi hasil investigasi dan penelusuran invormasi yang dilakukan oleh Mitra Meru Betiri (MMB) pada tahun 1998 mendapatkan sebuah data tentang foto sosok harimau jawa terbaru (foto dari tahun 1957). Walaupun satwa tersebut sudah mati ditembak, namun kandungan informasi ilmu pengetahuannya sangat penting karena menjadi bukti ilmiah terbaru –sembilan belas (19) tahun lebih muda dari pada foto tahun 1938 hasil karya Hoogerwerf.
Foto tahun 1957 itu merupakan satu-satunya bukti ilmiah terkuat tentang besarnya ukuran tubuh yang dapat dicapai harimau jawa jantan dewasa, karena memberikan informasi terbaru tentang pola loreng dan karakter sidik jidat harimau jawa secara jelas. Foto tahun 1957 itu merupakan koleksi seorang mantan sinder dari sebuah perkebunan di eks. Karesidenan Besuki Jawa Timur.
“Besar tapak kaki depan harimau jawa yang saya tembak itu dapat menutupi seluruh wajahku” – demikian kesaksian Pak Karno yang menembak mati satwa legendaris ini di tahun 1957 di Jawa Timur. “Selain itu saya juga masih menembak empat ekor lagi harimau loreng, dan individu yang terakhir saya tembak tahun 1963. Akan tetapi empat ekor harimau jawa yang lainya ukuran tubuhnya tidak sebesar yang saya tembak di tahun 1957 seperti di foto itu”, lanjut Pak Karno memaparkan kesaksiannya. “Saya melakukan penembakan terhadap harimau jawa tersebut karena para pekerja penyadap karet merasa ketakutan, sehingga mengganggu produktivitas kerja di Afdeling yang saya bawahi”, alasan Pak Karno menembak satwa endemik Jawa itu.
Analisis Morfometri Harimau jawa berdasarkan Foto tahun 1957
1. Panjang tubuh dari kepala sampai dengan pangkal ekor sekitar: 160 – 180 cm.
2. Tinggi bahu jika berdiri sekitar 85 – 100 cm.
3. Lebar tubuh sekitar 45 – 50 cm.
4. Panjang ekor sekitar 85 – 90 cm.
5. Diameter jejak kaki depan sekitar (20 x 20) cm – (23 x 23)cm.
6. Jarak antar dua kuku kaki depan yang berdekatan sekitar 4 – 6 cm.
7. Strip hitam ditubuh tipis dan banyak, ada yang bercabang dan hampir rapat.
8. Moncong hidungnya menyempit dan cenderung memanjang.
9. Coretan loreng di pipi tipis dan renggang.
10. Garis putih dibawah mata sangat lebar.
11. Dahinya agak menonjol, terutama di atas mata.
12. Sidik jidat renggang dan jarang. 
13. Pola sidik jidat agak mundur kebelakang dari pertemuan hidung dan kepala diantara dua mata.
14. Surai panjang dan lebat di samping depan bagian bawah daun telinga.
15. Panjang rambut kumis berkisar dari 5 cm – 25 cm.

Foto ini direpro oleh Didik Raharyono dari foto asli hitam putih koleksi Pak Karno.
The photograph was a reproduction of Didik Raharyono from the original Black-and-White photograph of Mr Karno’s collection.
Apakah periode defekasi harimau jawa selama tujuh tahun? 
Tentu tidak. Defekasi harimau di habitat insitunya dapat terjadi 4 kali dalam satu minggu, bergantung pada pemangsaan dan besarnya mangsa. Tetapi mengapa setelah tujuh tahun baru ditemukan kembali feses harimau jawa? Tentu karena tidak ada periset yang memantau keberadaan harimau jawa di TNMB secara kontinyu, walau Jagawana sekalipun.
Sepertinya ada siklus tujuh tahunan tentang kehebohan harimau jawa di TNMB. Tahun 1990 Pusat Informasi Pecinta Alam (PIPA) Besuki menyatakan menemukan jejak kaki harimau jawa. Tahun 1997 tim ekspedisi PL-Kapai ’97 mengklaim menemukan bekas aktivitas harimau jawa meliputi feses, cakaran di pohon, jejak tapak kaki dan rambut (seperti yang terpajang di web ini). Walaupun sampel temuan rambut baru teridentifikasi sebagai milik harimau jawa setelah dianalisis pada tahun 2001 (Kompas, 29/09/2003). Agustus 2004 penduduk tepi kawasan TNMB menemukan feses harimau jawa.
Sebenarnya pada tahun 1993 seorang jagawana TNMB pernah melihat langsung harimau loreng melintas di depan mobil yang ditumpanginya bersama turis asing sewaktu menuju pantai Sukamade (pengakuan langsung kepada penulis tahun 2002). Selain itu pasca ekspedisi PL-Kapai ‘97 pernah ditemukan feses harimau jawa oleh jagawana TNMB di Sukamade pada bulan Mei 1998. Feses tersebut berdiameter 7 cm, dengan pajang 25 cm, terdiri dari dua bolus, mengandung rambut kijang dan babi hutan. Berdasarkan ukuran feses diperkirakan tubuh harimau jawa pelaku defekasi memiliki panjang tubuh sekitar 300 cm dengan berat badan berkisar 200 kg.
Berbagai temuan hasil ekspedisi PL-Kapai ‘97 diyakini milik harimau jawa setelah dilakukan penyaringan data secara ketat. Acuan pembanding bekas aktivitas berasal dari macan tutul dan harimau sumatera koleksi Kebun Binatang Surabaya (exsitu) serta dari TN Way Kambas Lampung (insitu). Setelah tahap penyaringan data dilalui justru diperoleh pengetahuan tentang kriteria ukuran baku
bekas aktivitas harimau jawa –tertuang dalam buku Berkawan Harimau Bersama Alam (terbit 2001).
Pembuktian keberadaan harimau jawa tidak hanya sebatas opini, sebab Desember 1998 diprakarsai Mitra Meru Betiri (MMB) cabang Jogjakarta – Matalabiogama Fakultas Biologi UGM menyelenggarakan Seminar Nasional Harimau Jawa di UC UGM yang dihadiri oleh 150 akademisi dan praktisi hidupan liar. Seminar nasional itu terselenggara berkat dukungan Indonesian Wildlife Fund dan Sumatran Tiger Project –(sekarang Sumatran Tiger Consevation Programe?). Pada seminar nasional tersebut dihasilkan 11 poin rekomendasi dan pengakuan eksistensi harimau jawa diberbagai hutan tersisa di Jawa, sehingga perlu dilakukan ekspedisi-ekspedisi susulan dengan melibatkan masyarakat.
Jika di Jogjakarta tahun 1998 dilakukan seminar nasional harimau jawa, pada tahun yang sama di Gunung Betiri seorang pemanen buah kemiri mengaku mengikuti harimau loreng betina dengan seekor anaknya selama tiga jam. Bahkan bulan September 2004 yang lalu, pemanen madu sempat menjumpai jejak macan selebar piring makan. Perjumpaan dengan harimau jawa juga terinformasikan oleh penduduk sekitar hutan lindung di Jawa Tengah.
Keyakinan bahwa eksistensi harimau jawa tidak hanya di ‘habitat terakhirnya’ TN. Meru Betiri digaungkan oleh Tim Pembela dan Pencari Fakta Harimau Jawa (TPPFHJ) Kappala Indonesia ke seluruh Jawa. Sehingga bersama BKSDA Jatim II tahun 1999 dilakukan ekspedisi harimau jawa di luar kawasan Meru Betiri meliputi Gunung Ijen sampai Gunung Raung. Usaha pengumpulan data bekas aktivitas harimau jawa juga merambah kawasan Gunung Slamet Jawa Tengah tahun 1999 dan 2000. Hasilnya diketahui bahwa di Gunung Raung maupun di Gunung Slamet berlandaskan temuan rambut yang dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) masih ada harimau jawa.
Untuk pemfokusan kajian terhadap karnivor jawa, maka sejak 2002 TPPFHJ menyapihkan diri dari Kappala Indonesia menjadi PKJ. Gerakan penyelamatan harimau jawa kemudian dikembangkan ke dunia maya dengan alamat portal: www.javantiger.or.id. Sehingga dunia dapat mendengar bahwa harimau jawa di Pulau Jawa masih eksis dan masih menjadi bahan kajian serius. Terbukti dengan hasil skripsi 4 orang mahasiswa yang berhasil mencapai derajat sarjana {1 dari F.Biologi UGM mengangkat tema rambut; 2 dari Jurusan Biologi F.MIPA Unpad mengangkat tema rambut; dan 1 dari F.Geografi UGM mengangkat tema kelayakan TNMB sebagai habitat harimau jawa}.
Perjuangan pembuktian keberadaan harimau jawa yang dilakukan oleh generasi muda Indonesia secara sungguh-sungguh selama bertahun-tahun sampai menguras kocek pribadi, tidak pernah mendapat respon positif dari bangsa ini. Bahkan banyak perilaku yang cenderung menisbikan usaha-usaha tersebut, salah satu contoh tercermin di harian Kompas (29/11/2004) yang mengusung berita tentang punahnya harimau jawa. Termuat di halaman 10 bertajuk: Populasi Harimau Terancam, pada alenia ketiga dituliskan: “Kini tiga dari delapan sub­spesies harimau sudah punah, yaitu harimau bali (1940-an), harimau kaspia (1970-an), dan harimau jawa (1980-an)”. Apakah sumber pengetahuan tentang keberadaan harimau jawa yang dihasilkan oleh anaknegri ini tidak bernilai ilmiah. Ataukah harus ‘bule’ dulu baru bisa diakui ke-ilmuannya oleh bangsa ini? Apakah feses temuan penduduk tepi hutan TNMB yang tersusun dari rambut babi hutan berdiameter 5 cm, panjang 22 cm, mengandung kuku kaki babi hutan pada pertengahan Agustus 2004 bukan milik harimau jawa? Padahal kandungan kuku kaki prey pada feses jelas menunjukkan bekas aktivitas macan loreng, karena macan tutul tidak berperilaku seperti itu.
Menindak lanjuti terhadap temuan feses tersebut Kappala Jember, Balai TNMB, STCP dan PKJ serta PPS Jogja pada akhir Oktober 2004 yang baru lalu bergabung melakukan survey manual selama tujuh hari. Data terbaru yang ditemukan berupa cakaran harimau jawa dengan luka goresan tertinggi 226 cm dari permukaan tanah dan jarak antar goresan kuku 4 cm (dapat disaksikan pada video flip di web ini). Temuan itu penulis simpulkan sebagai bekas aktivitas harimau jawa.
Semoga kasus publikasi temuan Homo floresiensis alias manusia kerdil dari Liang Bua tidak akan pernah menimpa Panthera tigris sondaica yang endemik jawa. Dimana usaha pembuktian keberadaan ‘satwa punah’ yang telah dirintis anaknegri selama bertahun-tahun terhapus begitu saja oleh sebuah foto harimau jawa terbaru hasil jepretan peneliti dari ‘luar negeri’ yang selalu didukung dana dan peralatan canggih. Harapan itu akan terwujud jika pers turut peduli terhadap publikasi ilmiah temuan terbaru anaknegri Indonesia sendiri.
Berdasarkan argumen temuan data di atas, akhirnya kepada siapapun yang menyatakan harimau jawa punah, penulis ajukan pernyataan: buktikan bahwa harimau jawa sudah punah!
Kulonprogo, Januari 2005.
JEJAK DAN CIRI HARIMAU JAWA
Harimau jawa atau javan tiger ( Panthera tigris sundaica ) adalah satwa endemik pulau jawa atau dengan kata lain adalah satwa yang hanya dijumpai di pulau Jawa. Status harimau jawa kini menurut CITES ( Conservation on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora ) menyatakan bahwa keberadaan harimau jawa telah punah pada tahun 1996.
Jika pernyataan punah didasarkan pada visualisasi harimau jawa ( Foto maupun Video ) maka berdasarkan foto yang dibuat oleh hoogerwerf pada tahun 1938, selama 2 kali masa hidupnya, maka dengan umur rerata harimau jawa selama 25 tshun maka dapat dikatakan punah pada tahun 1988, bukan pada awal 80-an menurut banyak ahli. Sedangkan apabila kita mengacu pada foto terakhir pada tahun 1957 di Taman Nasional Meru Betiri, walaupun dalam kondisi terbunuh, berarti dengan 2 kali masa hidupnya, didapatkan angka tahun 2007 bahwa harimau jawa dikatakan punah.
Selain itu faoto di TNMB tersebut menjadi dasar bagi berbagai pihak bahwa habitat terakhir harimau jawa ada di TN Meru Betiri saja, sehingga dengan pernyataan punah dan habitat terakhir hanya di TNMB menyebabkan banyak peneliti beranggapan bahwa meneliti harimau jawa hanya sia-sia saja, dan penelitian yang dilakukan pun hanya berkutat di TNMB padahal, banyak yang melihat bahwa harimau jawa ditemukan di lokasi lain seperti G. Ijen, G. Slamet , dll. ( terutama penduduk setempat, pecinta alam, pemburu liar).
Keberadaan harimau jawa menjadi “kabur” , sedangkan ancaman pemburuan terhadap satwa ini terus saja terjadi, seperti pernyataan pemburu dalam tulisan Didik Raharyono, menyatakan mereka masih mampu membunuh di atas tahun 1995-an. Sedangkan dalam tulisannya Abdul Hamid menyatakan masih ada sekitar 31 Harimau Jawa terbunuh di tahun 1987. pertanyaan yang timbul kemudian, “ apakah kepedulian kita masih ada terhadap harimau jawa, yang terancam kini? , “ apakah kita hanya terpaku pada pernyataan orang asing yang menyatakan harimau jawa punah, hanya dengan penelitian beberapa bulan , atau tahun, sedangkan masyarakat sekitar hutan yang hidup bertahun- tahun di sekitar
hutan masih sering melihatnya, bahkan apakah keyakinan kita kalah dengan keyakinan pemburu yang masih memburu harimau jawa selama bertahun-tahun?”.
Akan tetapi masih ada beberapa orang atau organisasi yang menyatakan harimau jawa masih ada, dengan dilakukan penelitian secara terpadu tidak hanya di TNMB, akan tetapi diseluruh jawa, dengan berdasarkan pelaporan masyarakat setempat, dan pemburu yang pernah melihatnya. Penelitian ini unik karena berdasarkan pernyataan bukan ahli, akan tetapi ini menjadi dasar yang kuat karena merekalah yang sehari-harinya berinteraksi dengan harimau jawa.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa persebaran habitat harimau jawa (penelitian hingga tahun 2000 oleh berbagai organisasi ), adalah TN Alas Purwo ( 1997 – 2000), TN Meru Betiri ( 1997-2000), G. Merapi Ungup-ungup ( 1999), Djampit- G. Panataran ( 1999), G. Raung – G. Suket ( 1997-1999), TN Baluran – maelang ( 1998 ), G. Lamongan – G. Argopuro ( 1999), Pulau Sempu ( 1990), G. Arjuno – Tretes ( 1994), G. Wilis ( 1993), G. Lawu ( 1996- 1999), Hutan jati peg. Kendeng Utara- Blora ( 1995), G. Muria ( 1998 ), Gunungkidul (wonosari
– trenggalek) (2000), G. Ungaran (1997), Pegunungan Dieng ( 1998), G. Slamet ( 1997-2000), Pulau Nusakambangan ( 1994), Leuweng Santjang ( 1998), TN Ujung Kulon ( 1999-2000). Total 20 lokasi menjadi habitat harimau jawa, penelitian ini diatas tahun 1990-an, walaupun tidak mendapatkan visualisasi harimau jawa, akan tetapi mendapatkan jejak-jejak yang dianggap sebagai jejak harimau jawa. Sedangkan dari penelitian lis (2004) di TN Meru Betiri didapatkan sampel rambut harimau jawa yang setelah dilakukan tes DNA positif milik Harimau Jawa.
Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa memahami jejak dan ciri kehadiran hariamau jawa sangat penting jika kita ingin mengetahui keberadaan harimau jawa maupun habitatnya. Jejak dan ciri yang dapat kita tahu antara lain :
1.  Kotoran / Feaces.
2.  Cakaran.
3. Jejak tapak kaki.
4. Suara.

Pengalaman dan pengetahuan peneliti sangat penting bagi keberhasilan penentuan keberadaan dan habitat harimau jawa, jika tidak teliti mungkin bisa saja tertukar dengan jejak macan tutul atau macan kumbang.
DAFTAR PUSTAKA Raharyono, Didik. 2002. Berkawan Harimau Bersama Alam. Jakarta . The Gibbon Foundation. Hamid, Abdul. 1992. Karakteristik Habitat Harimau Jawa ( Panthera tigris sondaica). Yogyakarta. Fakultas Kehutanan UGM. Dikirim oleh: luqman
1976, Harimau Jawa Terakhir Terlihat di Hutan Jember
Kapanlagi.com -Sejumlah peneliti yang melakukan penelusuran dan perburuan ke kawasan hutan di Jember, Jawa Timur, terakhir berhasil menemukan Harimau Jawa masih dalam keadaan hidup pada 1976. 
"Ketika itu, saya dan teman-teman berhasil menemukan empat ekor yang masih dapat bertahan hidup secara liar di dalam hutan di Jember bagian selatan," kata Ir Yaya Mulyana, mantan peneliti dari Departemen Kehutanan, di Sanur Denpasar, Senin.
Usai membuka Pelatihan Fotografi di Bawah Permukaan Air, Yaya menyebutkan, harimau langka yang ditemukan pihaknya itu sempat diabadikan lewat lensa kamera tele sebagai bukti outentik.
Setelah itu, lanjut dia, pihaknya yang mencoba menelusuri kembali keberadaan harimau tersebut, tidak lagi melihat ada gelagat hidup di kawasan hutan di Jember. 
Melihat itu, peneliti lain yang terjun ke lokasi, pada 1980 mencoba memasang kamera di sejumlah sudut hutan, dengan harapan dapat merekam kehidupan Harimau Jawa.
Namun apa, dari hasil rekaman kamera yang kemudian dicetak, ternyata bukan Harimau Jawa yang terekam, melainkan orang Jawa. "Ya orang Jawa yang melanyah masuk hutan secara liar yang gambarnya terekam oleh kamera terpasang waktu itu," katanya menjelaskan.
Bersamaan dengan itu, para peneliti pun menduga kuat bahwa Harimau Jawa telah punah dari bumi Nusantara, termasuk di daerah lain di dunia. 
"Kini, kita tinggal mewariskan gambar dari harimau yang punah itu kepada anak cucu kita. Sungguh menyedihkan," kata Yaya yang kini menjabat direktur Coral Reef Rehabilitation andManagement Project(Coremap). 
Siapa Bilang Harimau Jawa Punah?
Apakah periode defekasi harimau jawa selama tujuh tahun? Tentu tidak. Defekasi harimau di habitat insitunya dapat terjadi empat kali dalam satu minggu, bergantung pada pemangsaan dan besarnya mangsa. Tetapi mengapa setelah tujuh tahun baru ditemukan kembali feses harimau jawa? Tentu karena tidak ada periset yang memantau keberadaan harimau jawa di TNMB secara kontinyu, walau Jagawana sekalipun.
 Sepertinya ada siklus tujuh tahunan tentang kehebohan harimau jawa di TNMB. Tahun 1990 Pusat Informasi Pecinta Alam (PIPA) Besuki menyatakan menemukan jejak kaki harimau jawa. Tahun 1997 tim ekspedisi PL-Kapai ’97 mengklaim menemukan bekas aktivitas harimau jawa meliputi feses, cakaran di pohon, jejak tapak kaki dan rambut (seperti yang terpajang di web ini). Walaupun sampel temuan rambut baru teridentifikasi sebagai milik harimau jawa setelah dianalisis pada tahun 2001 (Kompas, 29/09/2003). Agustus 2004 penduduk tepi kawasan TNMB menemukan feses harimau jawa.
Sebenarnya pada tahun 1993 seorang jagawana TNMB pernah melihat langsung harimau loreng melintas di depan mobil yang ditumpanginya bersama turis asing sewaktu menuju pantai Sukamade (pengakuan langsung kepada penulis tahun 2002). Selain itu pasca ekspedisi PL-Kapai ‘97 pernah ditemukan feses harimau jawa oleh jagawana TNMB di Sukamade pada bulan Mei 1998. Feses tersebut berdiameter 7 cm, dengan pajang 25 cm, terdiri dari dua bolus, mengandung rambut kijang dan babi hutan. Berdasarkan ukuran feses diperkirakan tubuh harimau jawa pelaku defekasi memiliki panjang tubuh sekitar 300 cm dengan berat badan berkisar 200 kg.
 Berbagai temuan hasil ekspedisi PL-Kapai ‘97 diyakini milik harimau jawa setelah dilakukan penyaringan data secara ketat. Acuan pembanding bekas aktivitas berasal dari macan tutul dan harimau sumatera koleksi Kebun Binatang Surabaya (exsitu) serta dari TN Way Kambas Lampung (insitu). Setelah tahap penyaringan data dilalui justru diperoleh pengetahuan tentang kriteria ukuran baku bekas aktivitas harimau jawa –tertuang dalam buku Berkawan Harimau Bersama Alam (terbit 2001).
Pembuktian keberadaan harimau jawa tidak hanya sebatas opini, sebab Desember 1998 diprakarsai Mitra Meru Betiri (MMB) cabang Jogjakarta – Matalabiogama Fakultas Biologi UGM menyelenggarakan Seminar Nasional Harimau
Jawa di UC UGM yang dihadiri oleh 150 akademisi dan praktisi hidupan liar. Seminar nasional itu terselenggara berkat dukungan Indonesian Wildlife Fund dan Sumatran Tiger Project –(sekarang Sumatran Tiger Consevation Programe?). Pada seminar nasional tersebut dihasilkan 11 poin rekomendasi dan pengakuan eksistensi harimau jawa diberbagai hutan tersisa di Jawa, sehingga perlu dilakukan ekspedisi-ekspedisi susulan dengan melibatkan masyarakat.
Jika di Jogjakarta tahun 1998 dilakukan seminar nasional harimau jawa, pada tahun yang sama di Gunung Betiri seorang pemanen buah kemiri mengaku mengikuti harimau loreng betina dengan seekor anaknya selama tiga jam. Bahkan bulan September 2004 yang lalu, pemanen madu sempat menjumpai jejak macan selebar piring makan. Perjumpaan dengan harimau jawa juga terinformasikan oleh penduduk sekitar hutan lindung di Jawa Tengah.
Keyakinan bahwa eksistensi harimau jawa tidak hanya di ‘habitat terakhirnya’ TN. Meru Betiri digaungkan oleh Tim Pembela dan Pencari Fakta Harimau Jawa (TPPFHJ) Kappala Indonesia ke seluruh Jawa. Sehingga bersama BKSDA Jatim II tahun 1999 dilakukan ekspedisi harimau jawa di luar kawasan Meru Betiri meliputi Gunung Ijen sampai Gunung Raung. Usaha pengumpulan data bekas aktivitas harimau jawa juga merambah kawasan Gunung Slamet Jawa Tengah tahun 1999 dan 2000. Hasilnya diketahui bahwa di Gunung Raung maupun di Gunung Slamet berlandaskan temuan rambut yang dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) masih ada harimau jawa.
 Untuk pemfokusan kajian terhadap karnivor jawa, maka sejak 2002 TPPFHJ menyapihkan diri dari Kappala Indonesia menjadi PKJ. Gerakan penyelamatan harimau jawa kemudian dikembangkan ke dunia maya dengan alamat portal: www.javantiger.or.id. Sehingga dunia dapat mendengar bahwa harimau jawa di Pulau Jawa masih eksis dan masih menjadi bahan kajian serius. Terbukti dengan hasil skripsi 4 orang mahasiswa yang berhasil mencapai derajat sarjana {1 dari F.Biologi UGM mengangkat tema rambut; 2 dari Jurusan Biologi F.MIPA Unpad mengangkat tema rambut; dan 1 dari F.Geografi UGM mengangkat tema kelayakan TNMB sebagai habitat harimau jawa}.
 Perjuangan pembuktian keberadaan harimau jawa yang dilakukan oleh generasi muda Indonesia secara sungguh-sungguh selama bertahun-tahun sampai menguras kocek pribadi, tidak pernah mendapat respon positif dari bangsa ini. Bahkan banyak perilaku yang cenderung menisbikan usaha-usaha tersebut, salah satu contoh tercermin di harian Kompas (29/11/2004) yang mengusung berita tentang punahnya harimau jawa. Termuat di halaman 10 bertajuk: Populasi Harimau Terancam, pada alenia ketiga dituliskan: “Kini tiga dari delapan sub­spesies harimau sudah punah, yaitu harimau bali (1940-an), harimau kaspia (1970-an), dan harimau jawa (1980-an)”. Apakah sumber pengetahuan tentang keberadaan harimau jawa yang dihasilkan oleh anaknegri ini tidak bernilai ilmiah. Ataukah harus ‘bule’ dulu baru bisa diakui ke-ilmuannya oleh bangsa ini? Apakah feses temuan penduduk tepi hutan TNMB yang tersusun dari rambut babi hutan berdiameter 5 cm, panjang 22 cm, mengandung kuku kaki babi hutan pada pertengahan Agustus 2004 bukan milik harimau jawa? Padahal kandungan kuku kaki prey pada feses jelas menunjukkan bekas aktivitas macan loreng, karena macan tutul tidak berperilaku seperti itu.
 Menindak lanjuti terhadap temuan feses tersebut Kappala Jember, Balai TNMB, STCP dan PKJ serta PPS Jogja pada akhir Oktober 2004 yang baru lalu bergabung melakukan survey manual selama tujuh hari. Data terbaru yang ditemukan berupa cakaran harimau jawa dengan luka goresan tertinggi 226 cm dari permukaan tanah dan jarak antar goresan kuku 4 cm (dapat disaksikan pada video flip di web ini). Temuan itu penulis simpulkan sebagai bekas aktivitas harimau jawa.
Semoga kasus publikasi temuan homo floresiensis alias manusia kerdil dari Liang Bua tidak akan pernah menimpa Panthera tigris sondaica yang endemik jawa. Dimana usaha pembuktian keberadaan ‘satwa punah’ yang telah dirintis anaknegri selama bertahun-tahun terhapus begitu saja oleh sebuah foto harimau jawa terbaru hasil jepretan peneliti dari ‘luar negeri’ yang selalu didukung dana dan peralatan canggih. Harapan itu akan terwujud jika pers turut peduli terhadap publikasi ilmiah temuan terbaru anaknegri Indonesia sendiri.
Berdasarkan argumen temuan data di atas, akhirnya kepada siapapun yang menyatakan harimau jawa punah, penulis ajukan pernyataan: buktikan bahwa harimau jawa sudah punah!
Didik Raharyono Kulonprogo, Januari 2005. Harimau Jawa Belum Punah

Penelitian harimau jawa di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) secara manual terakhir dilakukan tahun 1997 dan ditemukan berbagai bekas aktivitasnya. Bulan Agustus 2004 penduduk tepi TNMB menemukan feses harimau jawa saat beraktivitas di dalam kawasan. Berdasarkan ukuran dan komposisi susunan fesesnya Peduli Karnivor Jawa (PKJ) menyakini bahwa feses itu milik harimau jawa.
Full Version: Ekspedisi Pencarian Harimau Jawa Digelar Lagi BlueFame Forums: A Blue Alternative Community > BlueFame Academia > Science and Technology > Earth Science yudosyaf Oct 30 2008, 10:53 AM
Setelah beberapa kali gagal, pada 2009 Taman Nasional Meru Betiri akan memulai lagi ekspedisi melacak keberadaan harimau jawa. Selama ini keberadaan harimau jawa masih misterius. Sebagian warga sekitar taman nasional menyatakan pernah melihatnya. Sosok harimau dikabarkan terakhir terlihat di wilayah Pantai Teluk Meru dan Permisan.
Sayangnya, petugas Balai TN Meru Betiri belum pernah menemuinya. Ekspedisi serupa pernah dilakukan pada 2005. Pemasangan kamera di beberapa tempat di wilayah Meru Betiri sudah dilakukan. Kamera ini dipasang di tempattempat yang diprediksi dikunjungi harimau jawa.
”Saat itu pemasangan camera trap oleh petugas Balai TN Meru Betiri di jalur lintasan yang diperkirakan dilewati harimau jawa, tidak membawa hasil memuaskan,” kata Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri Herry Subagiedi kemarin.
Herry Subagiedi mengakui, secara teknis pihak Taman Nasional Meru Betiri kesulitan menemukan jejak harimau jawa. Padahal, kepastian keberadaan macan belang asli Jawa ini sangat penting agar Taman Nasional Meru Betiri bisa melindungi habitatnya.
”Camera trap itu masih ada, tapi programnya kami hentikan sementara. Nanti kami kembangkan ekspedisi lagi pada 2009,”ujarnya. Herry Subagiedi menjelaskan, dari ekspedisi harimau jawa pada 2005, dari tujuh unit photo trap, lima unit photo trap masih dalam kondisi baik. Sementara dua unit lainnya sudah tak bisa digunakan. Untuk ekspedisi 2009, Taman Nasional Meru Betiri akan mengusulkan penambahan 10 unit photo trap.
Fasilitas baru ini akan dipasang pada tempat-tempat strategis. Secara naluriah, harimau jawa bisa diramalkan keberadaannya. Biasanya harimau akan berada di daerah yang akses makanannya mudah. Biasanya harimau memburu kancil dan babi hutan di Blok Gunung Betiri. Berdasarkan analogi tersebut, Blok Gunung Betiri adalah tempat yang tepat untuk meletakkan photo trap.
”Naluri lainnya, harimau senang ke pantai.Kami akan berkonsultasi dengan kelompok profesional agar bisa mengetahui di mana starting point pencarian harimau itu,”ucapnya. Seperti diketahui, beberapa kali Taman Nasional Meru Betiri melakukan ekspedisi pencarian harimau jawa.
Pihak Taman Nasional Meru Betiri masih optimistis harimau jawa masih ada.Ada banyak indikasi yang menguatkan keyakinannya atas keberadaan macan jawa itu. Antara lain ditemukannya bekas cakaran kuku tajam di pepohonan,jejak telapak kaki, dan pernah ditemukan kotoran yang diyakini milik harimau jawa. Selain itu, kisah pertemuan sang macan dengan penduduk lokal juga masih ada. 
memangnya Harimau Jawa itu tinggal Berapa? langka ya?
di daerah gue masih ada, walau jarang banget muncul dan ketemu ma orang ... sedikit gue ceritain teman gue yang mau mencari katak buat dijual ... dipinggir hutan adalah areal persawahan yang luas dan bermodel terasering. sebelumnya dia mengira itu adalah anjing milik warga, dia sih tenang aja ... eh setelah disorot lampu dengan jarak sekitar 2 petak sawah eh ternyata ketahuan kulitnya berwarna menyala keemasan dan dia sadar itu adalah macan ... eh dianya langsung lari ngacir, setelah menyeberangi sungai dia berhenti dan menyorot lagi ... eh macan tsb masih ada di areal persawahan tsb. tp katanya macan jarang banget mengganggu orang, kalau nggak disakiti terlebih dahulu atau sedang mencari anak2nya.
weh, kalo ditanya harimau jawa tinggal berapa ? sulit juga njawabnya bro.... tapi memang harimau jawa sulit ditemukan, bahkan dibilang sudah punah seiring menyusutnya hutan habitat mereka.
kalau membaca postingan anda, mungkin yg dikira macan oleh temanmu itu adalah kucing hutan, yg dibeberapa tempat di jawa timur disebut "macan rembang"
Harimau jawa udah lama punah, penampakan terakhir di habitatnya tahun 70-an. Di nusantara pernah ada 3 subspesies harimau Sumatera, Jawa dan Bali. Harimau Bali malah udah punah di tahun 30-an. Kalau penampakan macan mungkin aja, tapi di Jawa itu kan ada macan tutul jangan salah mengidentifikasi jejaknya, soalnya harimau jawa itu harimau paling kecil kayak harimau sumatera salah-salah nanti jejak macan tutul diidentifikasi sebagai jejak harimau. 
Harimau Jawa adalah jenis harimau yang hidup di pulau Jawa. Harimau ini dinyatakan punah di sekitar tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Walaupun begitu, ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahu 1950-an ketika diperkirakan hanya tinggal 25 ekior jenis harimau ini. Terakhir kali ada sinyalemen dari harimau jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulua Jawa. Walaupun begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberaadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverfikasi.
Di akhir abad ke-19, harimau ini masih banyak berkeliaran di pulau Jawa. Di tahun 1940-an, harimau jawa hanya ditemukan di hutan-hutan terpencil. Ada usaha-usaha untuk menyelamatkan harimau ini dengan membuka beberapa taman nasional. Namun, ukuran taman ini terlalu kecil dan mangsa harimau terlalu sedikit. Di tahun 1950-an, ketika populasi harimau Jawa hanya tinggal 25 ekor, kira-kira 13 ekor berada di Taman Nasional Ujung Kulon. Sepuluh tahun kemudian angka ini kian menyusut. Di tahun 1972, hanya ada sekitar 7 harimau yang tinggal di Taman Nasional Meru Betiri. Walaupun taman nasional ini dilindungi, banyak yang membuka lahan pertanian disitu dan membuat harimau jawa semakin terancam dan kemudian diperkirakan punah di tahun 80-an.
Harimau jawa berukuran kecil dibandingkan jenis-jenis harimau lain. Harimau jantan mempunyai berat 100-141 kg dan tingginya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot legih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.
Di samping harimau jawa, ada dua jenis harimau yang punah di abad ke-20, yaitu Harimau Bali dan Harimau Persia. Secara biologis, harimau jawa mempunyai hubungan sangat dekat dengan harimau bali. Beberapa ahli biologi bahkan menyatakan bahwa mereka adalah satu spesies. Namun, banyak juga yang membantah pernyataan ini.
kalo mo hunting coba aja cari di daerah hutan diatas pantai pancer pacitan...penduduk lokal yang sering masuk hutan mereka bilang masih ada n mereka bersumpah kalo mereka pernah keteu ama tu harimau
biniku yang orang pacitan asli pernah cerita beberapa taun lalu sekitar awal 90an pernah ketemu face 2 face sendiri ma tu harimau n dia bersumpah bahwa itu bukan boong....aku percaya aja soalnya rumah mertua ada di pucuk gunung yang sekitarnya masih banyak hutan yang masih perawan
Harimau jawa udah lama punah, penampakan terakhir di habitatnya tahun 70-an. Di nusantara pernah ada 3 subspesies harimau Sumatera, Jawa dan Bali. Harimau Bali malah udah punah di tahun 30-an. Kalau penampakan macan mungkin aja, tapi di Jawa itu kan ada macan tutul jangan salah mengidentifikasi jejaknya, soalnya harimau jawa itu harimau paling kecil kayak harimau sumatera salah-salah nanti jejak macan tutul diidentifikasi sebagai jejak harimau.
Klo harimau jawa pas jalan semua bagian kukunya masuk kedalem jarinya..nah klo macan tutul ujung kukunya masih nyembul..jadi jejaknya emang beda..tapi..nentuin bedanya ini susah banget..
kalo mo hunting coba aja cari di daerah hutan diatas pantai pancer pacitan...penduduk lokal yang sering masuk hutan mereka bilang masih ada n mereka bersumpah kalo mereka pernah keteu ama tu harimau
biniku yang orang pacitan asli pernah cerita beberapa taun lalu sekitar awal 90an pernah ketemu face 2 face sendiri ma tu harimau n dia bersumpah bahwa itu bukan boong....aku percaya aja soalnya rumah mertua ada di pucuk gunung yang sekitarnya masih banyak hutan yang masih perawan
biasanya yang ditanya ke org2 yang encounter sama harimau tuh ukuran, warna, n bunyinya waktu jalan..coz macan tutul jalannya rada brisik gara2 kukunya yg nyembul matahin ranting.. 
wa juga sering ke TNMB dari SMP malah di teluk meru atau lebih tepatnya di kawasan bandealit, dari penuturan penduduk sekitar sih bilangnya mereka "pernah" bertemu dengan harimau jawa, terus wa konfirmasi lagi ke mereka, kalau yang dilihat itu harimau tutul atau harimau jawa ?? mereka tetap dengan jawaban pertama kalau yang mereka lihat harimau jawa dan mereka sangat hafal bentuknya harimau tersebut dan dapat membedakan mana harimau jawa dan mana harimau tutul

Memburu Harimau dan Elang Jawa di Gunung Muria Ditemukan Sisa Makan Malam Sang Raja
KETIKA derap kaki tertatih karena menahan beratnya ''carier'' yang melekat di pundak, hamparan ladang kopi dan jagung di sepanjang sisi jalan seakan menjadi sahabat yang sayang untuk dilepaskan.
Sebanyak 15 orang ''pemburu'' Harimau dan Elang Jawa itupun bergegas menapaki bongkahan tanah tandus yang terus menanjak di punggung Dukuh Semliro, Desa Rahtawu, Kecamatan Gebog, Kudus.
Mereka adalah bagian volunteer dari program Muria Research Centre yang bermaksud akan membuat data awal tentang keberadaan Harimau Jawa (Panthera Trigis Sondaica) dan Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi) di Pegunungan Muria.
Sebelum menginjakkan kaki di kawasan hutan Muria, 12 anggota relawan yang terdiri atas dua unsur dosen dan 10 mahasiswa UMK, mereka terlebih dahulu harus mengikuti tutorial yang diberikan Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Yogyakarta, sebagai pihak yang selama ini selalu terlibat dalam penelitian serupa di sejumlah tempat.
Menurut seorang pemerhati sekaligus peneliti Harimau Jawa dari PPS Yogyakarta, Didit Raharyono, spesies tersebut dikenal sebagai predator bagi Babi Hutan (Sus Barbatus), Kijang (Muntiacus Muntjak), Lutung (Trachyphitecus Auratus), dan Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascilutaris).
''Hewan tersebut merupakan pemakan daging terbesar di Pulau Jawa,'' jelas Didit yang juga pengarang buku ''Berkawan Harimau Bersama Alam'' itu.
Setelah materi dasar tentang keberadaan hewan tersebut diketahui, hal berikutnya yang dilakukan yaitu mengadakan observasi melalui teknik wawancara kepada penduduk lokal yang wilayahnya sering dirambah predator tersebut. Investigasi tersebut berguna untuk mempertajam daerah yang akan dikaji.
Menurut pengakuan juru kunci di mata air Bunton, Kasuri (65), ia melihat keberadaan hewan tersebut di sekitar tempat itu sekitar tiga minggu lalu. ''Ia akan mencari minum di tempat ini, Mas,'' kata dia yang ditirukan Tim MRC tersebut.
Berbekal keterangan tersebut, Tim segera menyusuri jejak Harimau Jawa dengan menelusuri sekitar mata air Bunton. Tidak berapa lama kemudian, tak jauh dari mata air Bunton, ditemukan kotoran Harimau di tempat itu.
Menurut penuturan Didit, kotoran tersebut bukan merupakan jejak Harimau Jawa melainkan Harimau Tutul (Pantera Pardus). ''Mungkin itu sisa makan malam sang Raja (Harimau Jawa),'' seloroh seorang relawan. 
Hal itu bisa dilihat dari besar ukuran kotoran yang ditemukan. Untuk Harimau Jawa, besar kotoran bisa berdiameter 3 cm atau lebih, terdapat rambut hewan yang baru saja dimangsa, dan menyisakan tulang burunannya dalam bentuh serpihan atau remah-remah.
Sedangkan untuk Harimau Tutul, kotoran yang ditinggalkan mempunyai ukuran diameter 2 - 2,5 cm, serta hanya sedikit menyisakan tulang hewan buruannya.
''Penemuan kotoran tersebut ditemukan di sekitar mata air Bunton dan jalan setapak menuju Desa Tempur. Kedua buah kotoran tersebut ditemukan pada pukul 13.00. Sebagian dari kotoran tersebut kemungkinan baru saja ditinggalkan oleh hewan itu, mengingat bau bangkai yang ditimbulkan dari faces tersebut masih sangat menyengat,'' jelasnya.
Selain di kedua tempat itu, jejak Harimau Tutul maupun Harimau Jawa, tidak ditemukan lagi. Menurut pendapat Didik, yang dikuatkan dengan keterangan dari sejumlah warga pedukuhan tersebut, hewan tersebut dalam periode tertentu masih sering berkeliaran di tempat itu.(Anton Wahyu Hartono-Bersambung-42)
Tiga Harimau Berkeliaran di Makam Sabtu, 24 Januari 2009
MAGETAN | SURYA-Tiga ekor harimau cokelat-loreng terlihat di beberapa tempat -termasuk di sebuah makam– di Dusun Dasun, Ringinagung, Kecamatan-Kabupaten Magetan. Warga menjadi resah dan takut oleh kehadiran tiga harimau yang diduga turun dari Lereng Gunung Lawu tersebut.
Informasi yang diperoleh Surya, Jumat (23/1), tiga binatang buas itu dilihat warga di area persawahan, makam, dan hutan jati dusun setempat sejak sekitar sepekan lalu. Kondisi tiga lokasi tersebut sangat rimbun, ditumbuhi pohon jati berusia antara 2 tahun-5 tahun, dan penuh rumput setinggi 2 meter-3 meter. 
Sejumlah warga pemilik lahan pertanian, yang di lahannya terdapat jejak­jejak kaki tiga ekor harimau, tidak lagi berani mengerjakan lahan mereka, meski padi di sana sudah berusia 30 hari. Mereka takut harimau-harimau itu muncul lagi, kemudian memangsa warga saat di sawah.
Semula, tiga ekor harimau itu dilihat pertama kali oleh dua orang perumput asal Desa Sambirobyong, Sidodadi, Kabupaten Magetan, yakni Wiyono, 52, dan Teguh, 46, Sabtu (17/1) lalu. Saat itu mereka bersama dua teman duduk seusai merumput di lokasi yang berjarak antara 400 meter-500 meter dari Dusun Dasun dan Desa Sambirobyong.
“Saat itu saya kaget dan mengatakan amit-amit jabang bayi, kok masih ada macan di sini? Saat itu saya menghadap ke kiri, harimau betina dan dua anaknya itu menengok ke kanan. Saya langsung ambil sepeda dan pulang tanpa membawa hasil merumput. Sekarang saya tidak berani ke sana lagi,” katanya kepada Surya, Jumat (23/1).
Selang beberapa jam kemudian, tiga ekor harimau itu terlihat lagi pada posisi sekitar 50 meter dari pandangan mata Teguh, perumput lain. Sehari kemudian, tiga ekor harimau tersebut berpapasan dengan Kadiyo, 45. Pencari keroto alias telur serangga pohon jati ini lari langsung tebririt-birit meninggalkan telur serangga yang sudah dia temukan. 
“Sangga sebagai alat utama saya mencari keroto, saya tinggalkan di semak-semak dekat makam yang ada penuh pohon jati. Wah, saya ndak berani lagi datang ke sana,” kenang Kadiyo.
Diwawancara terpisah, Suwarno, 46, warga RT 02, RW 02 Dusun Dasun, mengatakan bahwa di lahan pertaniannya terdapat banyak bekas kaki tiga harimau. Dia sudah melapor ke kamituwo dusun, yang kemudian meneruskan laporan ke pihak desa. 
“Masih banyak jejaknya meski sudah tergerus air hujan. Di makam lebih banyak lagi bekas kaki harimau. Saya dan warga lain jadi ketakutan,” keluhnya.
Yakin
Adapun Kamituwo Dasun, yang akrab dipanggil Mbah Wo Kadirun, menjelaskan bahwa masalah tiga harimau itu semula hanya dianggap cerita dari mulut ke mulut. Namun setelah dilakukan pengecekan kepada beberapa orang yang mengaku melihat, diyakini bahwa memang ada tiga harimau masuk dusun.
Mbah Wo Kadirun kemudian membahas masalah itu dalam rapat yang dihadiri perwakilan warga dan jajaran perangkat desa, termasuk kepala desa. Hasil rapat, selain membuat laporan ke kepolisian dan pihak kecamatan, juga dilakukan sedekah yang dilaksanakan Kamis (22/1) petang dan Jumat (23/1).Warga juga membuat perangkap harimau. Menurut rencana, perangkap itu akan diisi seekor kambing untuk menjebak tiga harimau tersebut, Jumat (23/1) malam.
“Kandang kambing sebagai perangkap sudah kami siapkan di tanah makam. Kalau besok (Sabtu, Red) pagi kambing itu menjadi korban harimau berarti warga harus berani menangkap mereka. Warga juga harus membersihkan lokasi yang rimbun agar harimau tak masuk lagi ke perkampungan dan menyebabkan warga takut,” katanya. 
Save The Tiger
Hrimau Jawa...? Yang mana sih...Foto harimau jawa hidup di alam yang beredar secara internasional adalah hasil karya Hoogerwerf tahun 1938 dari Taman Nasional Ujung Kulon. 
Berbagai sumber publikasi ilmiah menyatakan bahwa harimau jawa terakhir dibunuh sekitar tahun 1941, setelah tahun tersebut hampir tidak ada laporan tentang pembunuhan satwa kharismatik dan endemik Pulau Jawa ini. Tetapi hasil investigasi dan penelusuran invormasi yang dilakukan oleh Mitra Meru Betiri (MMB) pada tahun 1998 mendapatkan sebuah data tentang foto sosok harimau jawa terbaru (foto dari tahun 1957). 
Walaupun satwa tersebut sudah mati ditembak, namun kandungan informasi ilmu pengetahuannya sangat penting karena menjadi bukti ilmiah terbaru –sembilan belas (19) tahun lebih muda dari pada foto tahun 1938 hasil karya Hoogerwerf. Foto tahun 1957 itu merupakan satu-satunya bukti ilmiah terkuat tentang besarnya ukuran tubuh yang dapat dicapai harimau jawa jantan dewasa, karena memberikan informasi terbaru tentang pola loreng dan karakter sidik jidat harimau jawa secara jelas. Foto tahun 1957 itu merupakan koleksi seorang mantan sinder dari sebuah perkebunan di eks. Karesidenan Besuki Jawa Timur. 
“Besar tapak kaki depan harimau jawa yang saya tembak itu dapat menutupi seluruh wajahku” – demikian kesaksian Pak Karno yang menembak mati satwa legendaris ini di tahun 1957 di Jawa Timur. “Selain itu saya juga masih menembak empat ekor lagi harimau loreng, dan individu yang terakhir saya tembak tahun 1963. Akan tetapi empat ekor harimau jawa yang lainya ukuran tubuhnya tidak sebesar yang saya tembak di tahun 1957 seperti di foto itu”, lanjut Pak Karno memaparkan kesaksiannya. 
“Saya melakukan penembakan terhadap harimau jawa tersebut karena para pekerja penyadap karet merasa ketakutan, sehingga mengganggu produktivitas kerja di Afdeling yang saya bawahi”, alasan Pak Karno menembak satwa endemik Jawa itu.  Analisis Morfometri Harimau jawa berdasarkan Foto tahun 1957 
1. Panjang tubuh dari kepala sampai dengan pangkal ekor sekitar: 160 – 180 cm.
2. Tinggi bahu jika berdiri sekitar 85 – 100 cm. 
3. Lebar tubuh sekitar 45 – 50 cm. 
4. Panjang ekor sekitar 85 – 90 cm. 
5. Diameter jejak kaki depan sekitar (20 x 20) cm – (23 x 23)cm. 
6. Jarak antar dua kuku kaki depan yang berdekatan sekitar 4 – 6 cm. 
7. Strip hitam ditubuh tipis dan banyak, ada yang bercabang dan hampir rapat. 
8. Moncong hidungnya menyempit dan cenderung memanjang. 
9. Coretan loreng di pipi tipis dan renggang. 
10. Garis putih dibawah mata sangat lebar. 
11. Dahinya agak menonjol, terutama di atas mata.
12. Sidik jidat renggang dan jarang. 
13. Pola sidik jidat agak mundur kebelakang dari pertemuan hidung dan kepala diantara dua mata. 
14. Surai panjang dan lebat di samping depan bagian bawah daun telinga. 
15. Panjang rambut kumis berkisar dari 5 cm – 25 cm.

Foto ini direpro oleh Didik Raharyono dari foto asli hitam putih koleksi Pak Karno. Ditulis oleh : Kristian
Harimau Jawa
JAKARTA- Ada sejumlah bukti yang menyatakan bahwa harimau Jawa masih eksis. Sekelompok orang yang begitu yakin keberadaan hewan yang dinyatakan punah itu melakukan riset. Apa tujuannya?
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) sejak 1996 sudah dinyatakan punah dalam rapat Convention on International Trade in Endangered Species di Florida, Amerika Serikat (AS). Tapi ada sebagian orang yang percaya bahwa spesies itu masih eksis sampai hari ini. Peduli Karnivor Jawa (PJK), begitu mereka menamakan dirinya, sejak 1996 melakukan riset di beberapa lokasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
“Terakhir kami menemukan jejak rambut harimau Jawa di kedua tempat tadi. Akan kami lakukan tes DNA untuk memastikannya,” ujar Didik Rahayono, Koordinator PJK kepada SH di Jakarta baru-baru ini. Menurut lelaki yang sehari­hari bekerja pada Divisi Inovasi Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Liar Yogyakarta ini, studi keberadaan harimau Jawa lebih difokuskan pada arti spesies tersebut sebagai predator yang menjadi kunci ekosistem hutan di Jawa. “Harimau adalah hewan predator. Jika kondisi predator dalam suatu ekosistem masih bagus, berarti keseluruhan satwa lain juga bagus,” tutur Didik.
Dari studi di sejumlah titik seperti Meru Betiri, Raung, Alas Purwo, Wilis, Wijen, Gunung Slamet dan tempat lain, diperkirakan masih ada antara 15-20 harimau Jawa yang masih hidup.
Jumlah itu bisa saja menyusut kalau habitat mereka berkurang. Tapi kalau ada langkah perbaikan terhadap ekosistem hutan di Jawa, bukan tidak mungkin spesies tersebut bisa bertambah jumlahnya. Didik berpendapat, keyakinan bahwa harimau Jawa sudah punah sudah demikian mengakar, sehingga tidak ada akademisi yang berani melakukan penelitian lebih lanjut.
Sejak 1996, Didik bersama rekannya di PJK telah berhasil menemukan jejak kaki, feses, garutan di pohon dan rambut yang kesemuanya itu mengindikasikan masih adanya satwa endemik Jawa tersebut. Perlu dipahami, bahwa kehadiran spesies di suatu habitat dapat dideteksi berdasarkan bekas aktivitas yang ditinggalkannya, demikian halnya dengan harimau jawa.
Sebagai karnivor, harimau Jawa telah beradaptasi dengan sempurna guna menyembunyikan sosok tubuhnya agar tidak diketahui hewan mangsa. Sehingga tidaklah mudah melihat secara manual sosok harimau Jawa di hutan tropis Jawa, jika kita hanya setahun atau dua tahun mengunjungi habitatnya. Kecuali orang yang kesehariannya benar-benar berinteraksi dengan habitat harimau Jawa. kabonfootprint
”Bekas aktivitas harimau Sumatera dan macan tutul di berbagai kebun binatang di Jawa kami jadikan sebagai referensi pembanding. Ukuran besarnya bekas aktivitas yang kami temukan jika melebihi ukuran maksimum macan tutul dan sama atau bahkan lebih besar dari ukuran harimau Sumatera, maka kami klaim sebagai milik harimau Jawa.
Hasil survei kami dari berbagai habitat di Jawa menemukan jejak kaki (28×26 cm), feses berdiameter 7 cm, garutan di pohon (luka tertinggi 252 cm), bahkan rambut harimau Jawa,” papar Didik di website www.javantiger.or.id yang sengaja dibuat sebagai kampanye keberadaan harimau Jawa.
Studi kabonfootprint
Guna pembanding, Didik dan kawan-kawan menggunakan rambut macan tutul opsetan milik Museum Zoologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Medula rambut harimau Jawa bertipe Intermediate berpola Regularem berbeda strukturnya jika dibandingkan medula rambut macan tutul yang bertipe Discontinue berpola Irregulare. Identifikasi menggunakan Scanning Electron Microscop (SEM) terhadap rambut yang berasal dari garutan baru di pohon.
Dari studi-studi itu, berhasil diketahui bahwa harimau Jawa tidak hanya di TN Meru Betiri, karena mereka juga menemukan rambut harimau Jawa di Jawa Tengah yang berjarak lebih dari 600 kilometer dari habitat terakhirnya. Akhirnya diambil kesimpulan bahwa habitat terakhir harimau Jawa adalah Pulau Jawa, bukan hanya TN Meru Betiri.
Foto harimau Jawa hidup di alam yang beredar secara internasional adalah hasil karya Hoogerwerf tahun 1938 dari Taman Nasional Ujung Kulon. Berbagai sumber publikasi ilmiah menyatakan bahwa harimau Jawa terakhir dibunuh sekitar 1941, setelah tahun tersebut hampir tidak ada laporan tentang pembunuhan satwa kharismatik dan endemik Pulau Jawa ini.
Tetapi hasil investigasi dan penelusuran informasi yang dilakukan oleh Mitra Meru Betiri (MMB) pada tahun 1998 mendapatkan sebuah data tentang foto sosok harimau Jawa terbaru (foto dari tahun 1957). Walaupun satwa tersebut sudah mati ditembak, namun kandungan informasi ilmu pengetahuannya sangat penting karena menjadi bukti ilmiah terbaru –19 tahun lebih muda daripada foto tahun 1938 hasil karya Hoogerwerf. Foto tahun 1957 itu merupakan satu-satunya bukti ilmiah terkuat tentang besarnya ukuran tubuh yang dapat dicapai harimau Jawa jantan dewasa, karena memberikan informasi terbaru tentang pola loreng dan karakter sidik jidat harimau Jawa secara jelas. Foto tahun 1957 itu merupakan koleksi seorang mantan sinder dari sebuah perkebunan di eks. Karesidenan Besuki Jawa Timur.
Betulkah harimau Jawa masih eksis sampai hari ini? Agaknya tidak penting benar jawabannya. Dari tuturan Didik, yang lebih penting adalah bagaimana menjaga ekosistem hutan di Jawa sekarang ini agar spesies lain tidak senasib dengan harimau Jawa yang diberitakan punah.
Harimau Jawa
Apakah periode defekasi harimau jawa selama tujuh tahun? Tentu tidak. Defekasi harimau di habitat insitunya dapat terjadi 4 kali dalam satu minggu, bergantung pada pemangsaan dan besarnya mangsa. Tetapi mengapa setelah tujuh tahun baru ditemukan kembali feses harimau jawa? Tentu karena tidak ada periset yang memantau keberadaan harimau jawa di TNMB secara kontinyu, walau Jagawana sekalipun.
Sepertinya ada siklus tujuh tahunan tentang kehebohan harimau jawa di TNMB. Tahun 1990 Pusat Informasi Pecinta Alam (PIPA) Besuki menyatakan menemukan jejak kaki harimau jawa. Tahun 1997 tim ekspedisi PL-Kapai ’97 mengklaim menemukan bekas aktivitas harimau jawa meliputi feses, cakaran di pohon, jejak tapak kaki dan rambut (seperti yang terpajang di web ini). Walaupun sampel temuan rambut baru teridentifikasi sebagai milik harimau jawa setelah dianalisis pada tahun 2001 (Kompas, 29/09/2003). Agustus 2004 penduduk tepi kawasan TNMB menemukan feses harimau jawa. 
Sebenarnya pada tahun 1993 seorang jagawana TNMB pernah melihat langsung harimau loreng melintas di depan mobil yang ditumpanginya bersama turis asing sewaktu menuju pantai Sukamade (pengakuan langsung kepada penulis tahun 2002). Selain itu pasca ekspedisi PL-Kapai ‘97 pernah ditemukan feses harimau jawa oleh jagawana TNMB di Sukamade pada bulan Mei 1998. Feses tersebut berdiameter 7 cm, dengan pajang 25 cm, terdiri dari dua bolus, mengandung rambut kijang dan babi hutan. Berdasarkan ukuran feses diperkirakan tubuh harimau jawa pelaku defekasi memiliki panjang tubuh sekitar 300 cm dengan berat badan berkisar 200 kg.
Berbagai temuan hasil ekspedisi PL-Kapai ‘97 diyakini milik harimau jawa setelah dilakukan penyaringan data secara ketat. Acuan pembanding bekas aktivitas berasal dari macan tutul dan harimau sumatera koleksi Kebun Binatang Surabaya (exsitu) serta dari TN Way Kambas Lampung (insitu). Setelah tahap penyaringan data dilalui justru diperoleh pengetahuan tentang kriteria ukuran baku bekas aktivitas harimau jawa –tertuang dalam buku Berkawan Harimau Bersama Alam (terbit 2001).
Pembuktian keberadaan harimau jawa tidak hanya sebatas opini, sebab Desember 1998 diprakarsai Mitra Meru Betiri (MMB) cabang Jogjakarta –Matalabiogama Fakultas Biologi UGM menyelenggarakan Seminar Nasional Harimau Jawa di UC UGM yang dihadiri oleh 150 akademisi dan praktisi hidupan liar. Seminar nasional itu terselenggara berkat dukungan Indonesian Wildlife Fund dan Sumatran Tiger Project –(sekarang Sumatran Tiger Consevation Programe?). Pada seminar nasional tersebut dihasilkan 11 poin rekomendasi dan pengakuan eksistensi harimau jawa diberbagai hutan tersisa di Jawa, sehingga perlu dilakukan ekspedisi-ekspedisi susulan dengan melibatkan masyarakat. 
Jika di Jogjakarta tahun 1998 dilakukan seminar nasional harimau jawa, pada tahun yang sama di Gunung Betiri seorang pemanen buah kemiri mengaku mengikuti harimau loreng betina dengan seekor anaknya selama tiga jam. Bahkan bulan September 2004 yang lalu, pemanen madu sempat menjumpai jejak macan selebar piring makan. Perjumpaan dengan harimau jawa juga terinformasikan oleh penduduk sekitar hutan lindung di Jawa Tengah. 
Keyakinan bahwa eksistensi harimau jawa tidak hanya di ‘habitat terakhirnya’ TN. Meru Betiri digaungkan oleh Tim Pembela dan Pencari Fakta Harimau Jawa (TPPFHJ) Kappala 
Siapa Bilang Harimau Jawa Punah?!
Indonesia ke seluruh Jawa. Sehingga bersama BKSDA Jatim II tahun 1999 dilakukan ekspedisi harimau jawa di luar kawasan Meru Betiri meliputi Gunung Ijen sampai Gunung Raung. Usaha pengumpulan data bekas aktivitas harimau jawa juga merambah kawasan Gunung Slamet Jawa Tengah tahun 1999 dan 2000. Hasilnya diketahui bahwa di Gunung Raung maupun di Gunung Slamet berlandaskan temuan rambut yang dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) masih ada harimau jawa. 
Untuk pemfokusan kajian terhadap karnivor jawa, maka sejak 2002 TPPFHJ menyapihkan diri dari Kappala Indonesia menjadi PKJ. Gerakan penyelamatan harimau jawa kemudian dikembangkan ke dunia maya dengan alamat portal: www.javantiger.or.id. Sehingga dunia dapat mendengar bahwa harimau jawa di Pulau Jawa masih eksis dan masih menjadi bahan kajian serius. Terbukti dengan hasil skripsi 4 orang mahasiswa yang berhasil mencapai derajat sarjana {1 dari F.Biologi UGM mengangkat tema rambut; 2 dari Jurusan Biologi F.MIPA Unpad mengangkat tema rambut; dan 1 dari F.Geografi UGM mengangkat tema kelayakan TNMB sebagai habitat harimau jawa}. 
Perjuangan pembuktian keberadaan harimau jawa yang dilakukan oleh generasi muda Indonesia secara sungguh-sungguh selama bertahun-tahun sampai menguras kocek pribadi, tidak pernah mendapat respon positif dari bangsa ini. Bahkan banyak perilaku yang cenderung menisbikan usaha-usaha tersebut, salah satu contoh tercermin di harian Kompas (29/11/2004) yang mengusung berita tentang punahnya harimau jawa. Termuat di halaman 10 bertajuk: Populasi Harimau Terancam, pada alenia ketiga dituliskan: “Kini tiga dari delapan sub­spesies harimau sudah punah, yaitu harimau bali (1940-an), harimau kaspia (1970-an), dan harimau jawa (1980-an)―. Apakah sumber pengetahuan tentang keberadaan harimau jawa yang dihasilkan oleh anaknegri ini tidak bernilai ilmiah. Ataukah harus ‘bule’ dulu baru bisa diakui ke-ilmuannya oleh bangsa ini? Apakah feses temuan penduduk tepi hutan TNMB yang tersusun dari rambut babi hutan berdiameter 5 cm, panjang 22 cm, mengandung kuku kaki babi hutan pada pertengahan Agustus 2004 bukan milik harimau jawa? Padahal kandungan kuku kaki prey pada feses jelas menunjukkan bekas aktivitas macan loreng, karena macan tutul tidak berperilaku seperti itu.
Menindak lanjuti terhadap temuan feses tersebut Kappala Jember, Balai TNMB, STCP dan PKJ serta PPS Jogja pada akhir Oktober 2004 yang baru lalu bergabung melakukan survey manual selama tujuh hari. Data terbaru yang ditemukan berupa cakaran harimau jawa dengan luka goresan tertinggi 226 cm dari permukaan tanah dan jarak antar goresan kuku 4 cm (dapat disaksikan pada video flip di web ini). Temuan itu penulis simpulkan sebagai bekas aktivitas harimau jawa. 
Semoga kasus publikasi temuan Homo floresiensis alias manusia kerdil dari Liang Bua tidak akan pernah menimpa Panthera tigris sondaica yang endemik jawa. Dimana usaha pembuktian keberadaan ‘satwa punah’ yang telah dirintis anaknegri selama bertahun-tahun terhapus begitu saja oleh sebuah foto harimau jawa terbaru hasil jepretan peneliti dari ‘luar negeri’ yang selalu didukung dana dan peralatan canggih. Harapan itu akan terwujud jika pers turut peduli terhadap publikasi ilmiah temuan terbaru anaknegri Indonesia sendiri. 
Berdasarkan argumen temuan data di atas, akhirnya kepada siapapun yang menyatakan harimau jawa punah, penulis ajukan pernyataan: buktikan bahwa harimau jawa sudah punah! 
Harimau Jawa Masih Hidup di Meru Betiri Jember, 21 November 2002 11:17
Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Ir. Siswoyo meyakini bahwa keberadaan Harimau Jawa (panthera tigris sondaica) di kawasan taman nasional ini belum punah, setelah sejumlah warga mengaku pernah bertemu dengan satwa langka itu.
"Harimau Jawa atau biasa disebut dengan 'Si Loreng' belum punah dari muka bumi. Jenis hewan langka ini kami yakini masih ada di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri," kata Kepala Balai TNMB, Ir. Siswoyo, kepada pers di Jember, Kamis.
Siswoyo mengakui, pihaknya sulit menemukan Harimau Jawa akhir-akhir ini, sebab pada umumnya Harimau Jawa hidup di Zona Hutan Inti TNMB yang biasanya berlokasi di Kecamatan Pesanggaran dan Kalibaru, Banyuwangi.
Pada berbagai seminar, beberapa pihak mengakui bahwa Harimau Jawa telah punah, seperti layaknya Harimau Bali yang telah punah lebih dulu beberapa puluh tahun lalu. 
Namun berdasarkan laporan masyarakat yang pernah menjumpai "si loreng", Harimau Jawa tetap eksis dan berkembang biak di Meru Betiri.
"Hanya saja informasi masyarakat tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti berupa foto, sehingga masih menjadi bahan perdebatan mengenai kebenaran informasi tersebut. Bukti yang ada selama ini hanya berupa jejak hewan tersebut," katanya.
Sementara itu salah seorang warga yang pernah bertemu dengan Harimau Jawa, Ir. Ririt menerangkan, sekitar awal Bulan September yang lalu, ia bertemu dengan Harimau Jawa yang besarnya dua kali ukuran domba.
Menurut Ir. Ririt, Kepala Pusat Persemaian Garahan, ia bertemu dengan Si Loreng sekitar pukul 18.30, di kebun Persemaian Garahan.
Saat itu, Harimau Jawa ini sedang mengincar mangsanya, namun langsung kabur saat dipergokinya.
"Saya memergokinya saat harimau itu mau menerkam mangsanya. Namun begitu tahu saya awasi harimau itu kabur," ujarnya. [Tma, Ant]
TNMB Tangkarkan 12 Rusa "Pancing" Harimau Jawa Keluar Jumat, 21 April 2006 09:12 WIB | Warta Bumi | | Dibaca 17 kali
Jember, (ANTARA News) -Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) telah berhasil menangkarkan lima ekor rusa menjadi 12 ekor, bertujuan untuk "memancing" Harimau Jawa (panthera tigris sondaica) yang diyakini masih ada sisa-sisanya di kawasan itu, namun tidak pernah diketahui manusia.
"Rusa itu kan merupakan makanan dari harimau. Kalau keberadaan rusa itu sudah mulai banyak, kami harapkan harimau Jawa itu mau keluar dari persembunyiannya," kata kepala TNMB, Ir Siswoyo kepada wartawan di Jember, Jumat (21/4).
Selain rusa, keberadaan banteng yang sebelumnya sedikit karena banyak diburu, kini sudah mulai berkembang biak. Keberadaan satwa-satwa di lokasi taman nasional itu kini mulai bisa berkembang biak sejak aparat menindak tegas para pemburu di daerah terlarang itu.
"Saya memang tidak main-main dengan pemburu itu. Tidak peduli aparat keamanan, saya proses juga, apalagi kalau ada anggota saya yang terlibat, pasti saya proses. Kalau tidak tegas, seperti itu, tetap saja ada pelanggaran," ucapnya, menegaskan.
Ia mengemukakan, dirinya yakin harimau Jawa itu kini masih ada, meskipun jumlahnya tidak sampai 10 ekor. Hal itu dapat dibuktikan dengan ditemukannya kotoran satwa tersebut, dan bekas tapak kakinya selebar 22 sentimeter.
"Kotoran dan bekas tapak kaki yang tergolong besar itu menunjukkan bahwa harimau Jawa masih ada. Cuma mereka memang selalu berpindah dan sudah sangat peka dengan bau manusia. Apalagi kalau ada bunyi dor... dor mereka langsung menjauh," ungkapnya.
Selain itu, ia juga sering mendengar cerita yang berbau mistik yang memang di luar logika bahwa harimau Jawa masih ada. Namun sekarang ada yang melindungi.
"Karenanya tidak sembarangan orang bisa bertemu. Tapi ini memang di luar logika," kata Siswoyo.
Ia mengemukakan, penangkaran rusa dan banteng itu dilakukan juga memiliki tujuan lain, yakni pendidikan bagi masyarakat umum bahwa rusa itu bisa diternakkan juga, sebagaimana kambing atau sapi.
"Artinya, rusa itu juga memiliki nilai ekonomis kalau ditangkarkan. Kedua, tujuannya pendidikan untuk anak sekolah agar tahu rusa yang asli, bukan hanya lewat gambar dan ketiga adalah menambah pakan bagi si loreng (harimau Jawa)," tuturnya.
Ia mengemukakan bahwa seorang pegiat di kebun binatang asal Perancis, berniat untuk memantau keberadaan harimau itu melalui kamera pengintai yang hidup terus menerus selama 24 jam.
"Mungkin nanti bulan Agustus kamera itu dipasang. Itu bersamaan dengan musim kemarau dan musim kawin. Kalau musim kemarau biasanya banyak satwa turun dan berkumpul di dekat-dekat sumber air. Nah, harimau mencari mangsa disitu," paparnya.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar