Selasa, 11 Juni 2013

Harimau Mengamuk di Jambi (#1)




Amuk harimau yang menewaskan 9 orang di Hutan Petaling, Sungai Gelam, Kab. Muaro Jambi, bukanlah peristiwa biasa. Ini tragedi ekosistem. Sebagaimana dikatakan Nurazman, petugas BKSDA Propinsi Jambi yang memimpin evakuasi: ”Sungguh memilukan mengumpulkan potongan jenazah manusia setelah beberapa jam dikuasai harimau. Harkat kemanusiaan terjatuh begitu dalam, betapa besar kemalangan ini. Inilah harga yang mesti dibayar setelah manusia secara sembrono mencederai keseimba-ngan alam!” 
Harus ditemukan jalan keluarnya. Hukum duniawi menyatakan tidak sepatutnya daging manusia dimakan harimau, apa pun alasannya. Ini berpotensi memicu kebencian manusia terhadap harimau, yang akhirnya mengancam kelestarian hidup satwa langka itu.
Memang benar semua korban adalah kaki-tangan pembalak liar atau perambah hutan, sehingga nasib malang mereka tidak mendapat simpati atau belas-kasihan. Tapi kerusakan hutan tidak hanya dilakukan oleh tangan kecil pencari sesuap nasi. Illegal logging adalah gambaran persoalan multi-dimensional yang melibatkan banyak pihak; pengusaha, oknum aparat, kemauan politik pemerintah, persekongkolan, kecemburuan, keserakahan, kejujuran, bahkan kebutuhan dasar manusia akan papan, segala hal yang membuatnya silang sengkarut. Pembalak liar yang diterkam harimau itu hanyalah titik kecil dari kronisnya penyakit pengelolaan hutan di negara kita.  
Penulis telah menyisir lokasi kejadian dan mengambil beberapa photo untuk mewakili keadaan sesungguhnya. Photo ini penting karena selembar photo dapat menggantikan seribu lembar tulisan. Beberapa photo korban juga ditampilkan disertai keterangan singkat, namun telah disamarkan atau diedit untuk alasan kemanusiaan. 
Sifat sembrono manusia merupakan penyebab utama musibah ini. Pembalak liar atau tidak, perambah hutan atau orang tersesat, berada malam hari di wilayah kekuasaan harimau merupakan tindakan menantang takdir. Masyarakat kita pada umumnya tidak memiliki pemahaman realistis mengenai harimau. Cerita mengenainya terlalu banyak dibumbui mitos-mitos yang hanya menjerumuskan manusia ke bibir malapetaka. 
Buku ini disusun dengan referensi yang sangat minim, karena itu pasti mengandung banyak kekurangan. Terimakasih kepada Sdr Nurasman, seorang profesional di bidangnya, yang telah memberi bantuan dan penjelasan yang sangat perlu. Semuanya ditujukan sebagai pelajaran, agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.  
Betapa penting pelajaran ini, betapa memilukan kejadian ini. Semoga bermanfaat.







Dua Warga Tewas Diterkam Harimau
Jambi, 2/3 (ANTARA) -Harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Sungai Gelam Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi pada Senin dini hari, kembali mengamuk menerkam dua warga hingga tewas.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi,  Dr Didy Wurdjanto ketika dihubungi di Jambi, Senin, membenarkan dua warga tewas diterkam harimau tersebut.
“Dari informasi sementara yang kami peroleh di lapangan dua korban tewas itu bersaudara bernama Musmuliadi (31) dan Musliadi (30). Namun kami belum tahu persis apakah warga Jambi atau pendatang sebab sampai saat ini belum ada keluarga di Jambi yang mengklaimnya,” katanya.
Pihak BKSDA hingga kini masih mencari tahu kemana korban dibawa, karena informasi dari warga sekitar kawasan hutan, kedua korban dibawa menggunakan truk, bukan dengan ambulance. 
“Kami sekarang sedang mengecek ke rumah sakit mana korban dibawa,” katanya.
Dengan bertambahnya dua korban tewas itu, berarti dalam dua bulan terakhir ini di Jambi (Januari-Pebruari 2009) tercatat telah sepuluh korban diterkam harimau diantaranya delapan tewas, dua korban luka. 
Dari sepuluh korban sebagian besar warga pendatang seperti Lampung dan Sumatra Selatan yang bekerja di hutan menebang kayu.
Sebelumnya pada 21-22 Pebruari 2009 seorang warga Lampung tewas diterkam harimau, bernama Khairi (17) di kawasan hutan yang sama. 
Peristiwa itu terjadi, saat korban berada di pondok tempat tinggalnya yang masuk dalam kawasan hutan Sumsel. Setelah menghabisi nyawa korban, tubuh korban dilarikan “si raja hutan”. Tubuh Khairi baru ditemukan Senin (23/2) dalam keadaan tak bernyawa. 
Belum lama ini BKSDA Jambi telah menangkap harimau betina yang diberi nama “Salma” di kawasan hutan Sungai Gelam, kini dititipkan sementara di Kebun Binatang (Bunbin) Palmerah Jambi.
Didy menjelaskan, meski sudah banyak korban tewas di kawasan hutan di Sungai Gelam itu, namun masih ada sejumlah warga yang nekat mengusik tempat tinggal hewan pemangsa ini dengan menebang kayu.
Akibatnya, binatang buas itu kembali mengamuk dan menewaskan dua warga. Semua korban itu melakukan kegiatan di hutan menebang kayu tanpa izin. 
Dari hasil penelitian para ahli harimau dan BKSDA, harimau itu mengamuk karena selain anaknya diambil, juga tidak “kompetitif” lagi mencari hidup di hutan yang telah mengalami kerusakan yang cukup parah.
Dengan situasi terdesak di hutan harimau itu berkumpul dan mencari apa saja yang bisa dijadikan mangsa. 
“BKSDA kini kesulitan dan serba salah untuk menangkap harimau itu, satwa itu dilindungi dan hutan merupakan habitatnya. Ibarat kita juga manusia kalau rumah kita diganggu kita pasti marah,” tambahnya.
Provinsi Jambi memiliki luas kawasan hutan 2,5 juta hektar kini tinggal 40 persen akibat pembalakan liar. 



Harimau Jambi Mangsa 6 Orang 
Sriwijaya Post -Selasa, 24 Februari 2009 06:54 WIB
JAMBI, SRIPO — Habitat harimau (Panthera Tigris Sumatraensis) di Jambi mulai terusik. Binatang buas yang berdaya jelajah 50 kilometer sampai 120 kilometer per hari itu kehabisan mangsa. Saking laparnya, sedikitnya enam korban manusia dimangsanya di Kabupaten Muarojambi. Kebanyakan korban dibinasakan hingga tidak berkutik, sekujur tubuh korban dicabik-cabik. Organ tubuh seperti jantung dan hati tak luput disantap.
Korban terakhir adalah Khoiri. Pendatang asal Mesuji Lampung itu tewas diterkam harimau, Minggu (22/2) malam ketika sedang istirahat di pondoknya Dusun Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi. Lokasi kejadian termasuk pada kawasan lintasan Harimau (tiger area) tak jauh dari Taman Nasional Berbak (TNB).


Sampai berita ini diturunkan, masyarakat di sekitar lokasi kejadian tidak berani melakukan aktivitas berladang. Desa Sungai Gelam, menjadi heboh dan populer. Menurut keterangan yang dikumpulkan di lapangan, Senin (23/2) kejadian itu sangat cepat.
Dalam pondok itu ada enam pekerja yang sedang istirahat. Mereka seharian membuka dan menebang kayu di hutan produksi tersebut. Tibatiba Si Raja Hutan masuk ke pondok. Khoiri langsung diterkam Ia lalu diseret beberapa meter dari pondoknya. Sedangkan teman korban kabur menyelamatkan diri dan sebagian memanjat pohon.
Kondisi mayat Khoiri sangat memilukan dan nyaris sudah tidak bisa dikenal. Sekujur tubuhnya terkena cakaran dan gigitan. Ada beberapa bagian terpotong-potong seperti paha dan tangan. Bagian perutnya, terburai dan tinggal usus saja. Hati dan jantungnya hilang diduga disantap datuk.
Sementara bagian belakang kepalanya terdapat bekas cakaran yang menganga. Isi kepalanya nyaris kosong. Kondisi mayat Khoiri nyaris sama dengan lima mayatnya sebelumnya, seperti Mat Ali (50) dan anaknya, Nana Deri (17) warga Paal VII Sungai Gelam, yang diterkam Jumat (20/2) lalu di pondoknya. Mayat Deri diseret beberapa meter dari pondok. 
DitangkapHarimau itu akhirnya bisa ditangkap Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Harimau betina ditangkap lewat perangkap yang dipasang tak jauh dari lokasi kejadian. Perangkap yang diumpan kambing itu ternyata dimasuki harimau dan terkunci.
Kini, Salma demikian nama harimau itu dititipkan di Kebun Binatang Taman Rimbo. Harimau yang diduga memangsa tiga korban sebelumnya, dalam waktu dekat akan dilepas ke habitatnya. Pelepasan itu menunggu tibanya JPS Collar alat deteksi yang akan dipasang di lehernya. Satu unit alat ini berharga 4.000 dollar AS atau sekitar Rp 40 juta didatangkan dari Australia atau Swedia.
Kepala BKSDA Jambi Didy Wurjanto yang dihubungi Senin kemarin membenarkan, peristiwa harimau menerkam manusia. Nama korban yang diterkam, Minggu (22/2) malam teridentifikasi bernama Khoiri. Namun Didy belum tahu berapa usianya. Korban adalah pekerja penebang kayu yang didatangkan oleh seorang cukong, dimodali dan dibangun pondok darudat di dalam hutan produksi.
Menurut laki-laki asal Solo itu, keberingasan harimau dilatarbelakangi habitatnya sudah terganggu atau anaknya diambil orang.
“Ada dua alasan kenapa harimau marah. Pertama karena habitatnya terganggu, sehingga sulit mendapatkan makanan. Kedua, karena anaknya diambil,” ujarnya.

 

Hari-hari Terakhir Harimau Di Hutan Sumatera
Salah seorang keluarga korban yang tewas akibat terkaman harimau di Jambi beberapa waktu lalu berkata pada saya: “Mengapa harimau pemakan manusia itu tidak ditembak mati saja? Manusia membunuh sesama manusia saja dapat dihukum mati, ini binatang malah diampuni. Sudah tertangkap malah hendak dilepaskan lagi!”
“Yang dihukum mati adalah yang bersalah,” kata saya. “Harimau tidak bersalah karena ia tak mengenal hukum. Ia hanya mencari makan, kebetulan ia dapatkan daging manusia. Kalau pun ia dibunuh, itu karena dendam, bukan alasan hukum!”
“Jadi, harimau itu tetap akan dilepaskan juga? Kapan?”
“Dalam waktu dekat. Percayalah, kita akan melepaskannya di tempat yang jauh, dimana kecil kemungkinan ia bertemu lagi dengan manusia. Kita akan pasangi kalung tanda pengenal supaya keberadaannya dapat dimonitor. Kalau nanti ternyata ia mendekati pemukiman manusia lagi, terpaksa ia ditembak mati!” 
Orang itu diam, sangat kentara tidak menerima penjelasan itu. Maaf sekali, saya dapat memaklumi ini karena salah satu korban itu adalah putera kandungnya. Saya sendiri pun, andaikan menanggung beban seperti orangtua itu, saya pun tak tahu apa yang akan saya lakukan…….
Dunia terus berputar, seperti kotoran di pintu air Katulampa, lama-lama akan hancur dengan sendirinya. Bersih, kosong, tak ada yang tersisa! 
Saya adalah penyayang binatang, khususnya harimau. Banyak orang menuduh saya sok suci bergaya pahlawan supaya terkenal. Saya tak membantahnya, mungkin ada benarnya, karena saya sendiri pun tak tahu mengapa saya berlagak seperti ini. Saya sudah lama mempelajari tabiat harimau, dan menulis buku-buku tentangnya, semua dengan biaya pribadi. Maksudnya supaya orang-orang memahami perilaku harimau dan menjaga jarak, supaya satwa langka itu bertahan lebih lama. Tapi mungkin tulisan saya itu tak dibaca orang. Semakin dekat saya dengan harimau, semakin sering saya temukan konflik, makin sering pula saya melihat bangkai harimau. 
Setiap kali bertemu jejak harimau di alam liar, saya dilanda takut. Takut dimangsa olehnya, dan takut inilah pertemuan terakhir dengan jejak harimau (bentuknya seperti lobang kentang disusun). Dalam perhitungan saya, ini murni kalkulasi pribadi, tanpa upaya realistis dengan modal besar-besaran melindungi harimau, dalam sepuluh tahun ke depan harimau sudah punah dari alam liar. Musnah sama sekali. Tak ada yang dapat dilakukan untuk menghambatnya, kecuali alam bermurah hati.
Modal besar-besaran yang saya maksud adalah mengisolir Taman Nasional di Pulau Sumatera, meliputi TN. Gunung Leuser di Aceh, TN. Batang Gadis di Sumut, TN. Tesso Nilo di Riau, TN. Berbak dan TN Kerinci Seblat di Jambi, TN. Bukit Barisa Selatan dan TN. Way Kambas di Lampung. Bisa saja pengisolasian ini dalam bentuk pagar kawat yang diberi aliran listrik. Harimau akan terkurung di dalam dan aman. 
Seorang kawan, pengusaha daerah ngakak dengan rencana ini. Biar bumi dibanting seratus kali rencana itu tak mungkin terlaksana. Kebanyakan orang tak peduli harimau mau punah atau musnah. Mengingat harimau orang sudah merinding membayangkan cakarnya dan taringnya. Atas saran kawan itu saya coba kontak seseorang yang katanya aktifis WWF Internasional spesialis penyelamatan harimau. Tapi orang itu memberi penjelasan yang sukar dimengerti, karena saya sendiri tak fasih berbahasa Inggris. Saya bilang tiger,ia bilang cat. Singkatnya ia mengatakan harimau adalah milik dunia, di bawah pengawasan dunia. Ia bilang, pembunuhan atas harimau akan diadili di Pengadilan Internasional.
Saya minta ia datang ke Jambi untuk ikut mengatur strategi penyelamatan harimau. Manusia selamat, harimau pun selamat. Ia menjawab dengan sangat cepat sampai tak sepotong kata pun saya mengerti, kecuali kata-kata in India, in
India, berkali-kali.
Akhirnya kawan saya itu berkata:
“Kalau harimau punah, kenapa rupanya?”
“Keseimbangan alam terganggu!” kata saya.
“Apanya yang terganggu? Daripada manusia dimangsa sehebat itu. Buktinya, dulu di Jawa ada harimau, sekarang punah, tidak ada apa-apa. Begitu juga di Bali, harimau sudah musnah, tak ada masalah. Tak usahlah repot-repot mengurusi itu.” 
“Ya….., memang begitu.” 
“Kalau orang Barat bilang hendak melindungi harimau, bahwa harimau itu milik dunia, suruh mereka ikut mengurusnya. Jangan cuma komentar-komentar saja. Suruh mereka ke sini, biar sekali-sekali harimau memakan daging mereka!” 
“Mestinya, begitu…!” 
“Harus begitu!”
Jadi, semua buntu. 
Sementara itu populasi manusia terus bertambah. Hutan terus dirambah, untuk pemukiman, perkebunan, pertambangan, saluran-saluran, jalan raya dan fasilitas pembangunan lainnya. Celakanya, jika hutan telah berbau keringat manusia, harimau tak mau lagi menghuninya. Karena kalau harimau ngotot mempertahankan habitatnya, akan terjadi pertarungan virtual yang pertama dan terakhir; salah satu mati!
Sepuluh tahun lagi, takkan lama. Satwa kharismatis itu akan lenyap dari muka bumi. Bagi orang yang ingin melihat jejak harimau di alam liar (saya sendiri sampai sekarang tak berharap bertemu langsung binatang itu di alam liar), silahkan berkunjung ke Taman Nasional Berbak, Jambi, tepat pada puncak musim hujan antara Januari dan Maret setiap tahunnya. Pada saat itu harimau sedang menjalani musim kawin, para pejantan sedang berebut pasangan. Jika beruntung Anda dapat mendengar gelegar aumnya. Suara khas yang mengerikan, seolah-olah keluar dari perut bumi.
Dalam waktu dekat, suara itu tak pernah lagi berkumandang di muka bumi.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar