Rabu, 05 Juni 2013

Silek Harimau Minangkabau.


Silek atau silat (bahasa Indonesia) adalah seni beladiri yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka merantau semenjak beratus-ratus tahun yang lampau. Untuk merantau tentu saja mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam menjaga diri dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di rantau, misalnya diserang atau dirampok orang.
Disamping sebagai bekal untuk merantau, silek penting untuk pertahanan nagari terhadap ancaman dari luar. Wilayah Minangkabau di bagian tengah Sumatera sebagaimana daerah di kawasan Nusantara lainnya adalah daerah yang subur dan produsen rempah-rempah penting sejak abad pertama masehi, oleh sebab itu, tentu saja ancaman-ancaman keamanan bisa saja datang dari pihak pendatang ke kawasan Nusantara ini. Jadi secara fungsinya silat dapat dibedakan menjadi dua yakni sebagai
  • panjago diri (pembelaan diri dari serangan musuh), dan
  • parik paga dalam nagari (sistim pertahanan negeri).
Untuk dua alasan ini, maka masyarakat Minangkabau pada tempo dahulunya perlu memiliki sistem pertahanan yang baik untuk mempertahankan diri dan negerinya dari ancaman musuh kapan saja. Silek tidak saja sebagai alat untuk beladiri, tapi juga mengilhami atau menjadi dasar gerakan berbagai tarian dan randai (drama Minangkabau). Emral Djamal Dt Rajo Mudo (2007) pernah menjelaskan bahwa pengembangan gerakan silat menjadi seni adalah strategi dari nenek moyang Minangkabau agar silat selalu diulang-ulang di dalam masa damai dan sekaligus untuk penyaluran “energi” silat yang cenderung panas dan keras agar menjadi lembut dan tenang. Sementara itu, jika dipandang dari sisi istilah, kata pencak silat di dalam pengertian para tuo silekmancak dan silek. Perbedaan dari kata itu adalah: (guru besar silat) adalah
  • Kata mancak atau dikatakan juga sebagai bungo silek (bunga silat) adalah berupa gerakan-gerakan tarian silat yang dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni lainnya. Gerakan-gerakan untuk mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukkan.
  • Kata silek itu sendiri bukanlah untuk tari-tarian itu lagi, melainkan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakan diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.
Para tuo silek juga mengatakan jiko mamancak di galanggang, kalau basilek dimuko musuah (jika melakukan tarian pencak di gelanggang, sedangkan jika bersilat untuk menghadapi musuh). Oleh sebab itu para tuo silek (guru besar) jarang ada yang mau mempertontonkan keahlian mereka di depan umum bagaimana langkah-langkah mereka melumpuhkan musuh. Oleh sebab itu, pada acara festival silat tradisi Minangkabau, maka penonton akan kecewa jika mengharapkan dua guru besar (tuo silek) turun ke gelanggang memperlihatkan bagaimana mereka saling serang dan saling mempertahankan diri dengan gerakan yang mematikan. Kedua tuo silek itu hanya melakukan mancak dan berupaya untuk tidak saling menyakiti lawan main mereka, karena menjatuhkan tuo silek lain di dalam acara akan memiliki dampak kurang bagus bagi tuo silek yang “kalah”. Dalam praktek sehari-hari, jika seorang guru silat ditanya apakah mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus dan mengatakan bahwa mereka hanya bisa mancaksilek (silat). Inilah sifat rendah hati ala masyarakat Nusantara, mereka berkata tidak meninggikan diri sendiri, biarlah kenyataan saja yang bicara.
Jadi kata pencak dan silat akhirnya susah dibedakan. Saat ini setelah silek Minangkabau itu dipelajari oleh orang asing, mereka memperlihatkan kepada kita bagaimana serangan-serangan mematikan itu mereka lakukan. Keengganan tuo silek ini dapat dipahami karena Indonesia telah dijajah oleh bangsa Belanda selama ratusan tahun, dan memperlihatkan kemampuan bertempur tentu saja tidak akan bisa diterima oleh bangsa penjajah di masa dahulu, jelas ini membahayakan buat posisi mereka.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa silat itu berasal dari kata silek. Kata silek pun ada yang menganggap berasal dari siliek, atau si liat, karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut. Di tiap Nagari memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga sasaran silek, dipimpin oleh guru yang dinamakan Tuo Silek. Tuo silek ini memiliki tangan kanan yang bertugas membantu beliau mengajari para pemula.
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pandeka (pendekar). Gelar Pandeka ini pada zaman dahulunya dilewakan (dikukuhkan) secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Namun pada zaman penjajahan gelar dibekukan oleh pemerintah Belanda. Setelah lebih dari seratus tahun dibekukan, masyarakat adat Koto Tangah, Kota Padang akhirnya mengukuhkan kembali gelar Pandeka pada tahun 2000-an. Pandeka ini memiliki peranan sebagai parik paga dalam nagari (penjaga keamanan negeri), sehingga mereka dibutuhkan dalam menciptakan negeri yang aman dan tentram. Pada awal tahun ini (7 Januari 2009), Walikota Padang, H.Fauzi Bahar digelari Pandeka Rajo Nan Sati oleh Niniak Mamak (Pemuka Adat) Koto Tangah, Kota Padang. Gelar ini diberikan sebagai penghormatan atas upaya beliau menggiatkan kembali aktivitas silek tradisional di kawasan Kota Padang dan memang beliau adalah pesilat juga di masa mudanya, sehingga gelar itu layak diberikan. (pencak), padahal sebenarnya mereka itu mengajarkan



Sejarah Silek.
Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut, pernah seorang guru diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu siapa buyut gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek dari Pauah, Kota Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatera Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal dari Lintau. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua mengatakan bahwa silat ini beliau peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok. Daerah Koto Anau, Bayang dan Banda Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan, Pauah di Kota Padang atau Lintau pada masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah Solok misalnya adalah daerah pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir adalah daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silek yang bisa menyebutkan ranji guru-guru mereka secara lengkap.
Jika dirujuk dari buku berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid Djamal (1986), maka dapat diketahui bahwa para pendiri dari Silek (Silat) di Minangkabau adalah
·         Datuak Suri Dirajo diperkirakan berdiri pada tahun 1119 Masehi di daerah Pariangan, Padangpanjang, Sumatera Barat.
·         Kambiang Utan (diperkirakan berasal dari Kamboja),
·         Harimau Campo (diperkirakan berasal dari daerah Champa),
·         Kuciang Siam (diperkirakan datang dari Siam atau Thailand) dan
·         Anjiang Mualim (diperkirakan datang dari Persia).


Di masa Datuak Suri Dirajo inilah silek Minangkabau pertama kali diramu dan tentu saja gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri[9]. Nama-nama mereka memang seperti nama hewan (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja mereka adalah manusia, bukan hewan menurut persangkaan beberapa orang. Asal muasal Kambiang Hutan dan Anjiang Mualim memang sampai sekarang membutuhkan kajian lebih dalam darimana sebenarnya mereka berasal karena nama mereka tidak menunjukkan tempat secara spesifik. Perlu dilakukan kajian secara cermat dalam menelusuri hubungan sejarah antara masyarakat Minangkabau dengan Persia, Champa, Kamboja dan Thailand. Kajian genetik bisa juga dilakukan untuk melihat silsilah dari masyarakat Minangkabau itu sendiri. Kajian ini boleh jadi akan rumit dan memakan banyak sumber daya.
Jadi boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang datang dari luar kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah silatjiko dibalun sagadang bijo labu, jiko dikambang saleba alam (jika disimpulkan hanya sebesar biji labu, jika diuraikan akan menjadi selebar alam) di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka. Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun dibalik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagas ratusan tahun yang lampau. Mereka telah membuat langkah itu sedemikian rupa sehingga silek menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit. Guru-guru silek atau pandeka yang lihai adalah orang yang benar-benar paham rahasia dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka bisa mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat sampai tidak hingga jumlahnya. Kiat yang demikian tergambar di dalam pepatah



Perkembangan sejarah pencak silat di indonesia lebih tua dari pada sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, karena sebelumnya NKRI ini masih berbentuk kerajaan-kerajaan kecil yang disebut dengan nama Nusantara dan belum dinamakan Indonesia seperti setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya hingga hari ini.
Waktu itu pencak silat atau masih disebut silat sudah dikenal di berbagai daerah yang  masih berbentuk kerajaan-kerajaan kecil di tiap wilayah Nusantara seperti Kerajaan  Aceh, Kerajaan Mataram,Kerajaan Minangkabau,Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan lain-lain, sampai pada saat Kerajaan Majapahit bisa menguasai dan menyatukan kerajaan-kerajaan di nusantara dibawah satu kepemimpinan dibawah mahapatih Gajah Mada dan Rajanya Hayam Wuruk, yang selanjutnya diteruskan oleh Kerajaan Islam Demak yang juga menyatukan wilayah Nusantara. pada waktu itu prajurit-prajurit di setiap kerajaan sudah dibekali dengan ketrampilan dan teknik-teknik pembelaan diri sesuai dengan teknik silat yang berkembang pada waktu itu dari berbagai daerah yang ada di nusantara, letak geografis dan etnis yang ada di nusantara waktu itu juga sangat mempengaruhi perkembangan teknik silat disetiap wilayah nusantara, bahkan dari berbagai keterangan yang ada bahwa pencak silat nusantara waktu itu  juga dipengaruhi oleh budaya dan agama yang masuk ke nusantara seperti budaya hindu,budha yang dibawa oleh para pedagang dari India, China, dan juga pengaruh dari para pedagang  Arab dan Turki yang beragama Islam. Bahkan mungkin jauh sebelum kedatangan Islam di Jazirah Arab, karena menurut sejarah para pedagang Arab sudah menjalin hubungan dagang dengan kerajaan Nusanatara jauh sebelum kedatangan Islam seperti contoh kapur barus yang digunakan untuk membalsem mayat atau mummi di Mesir pada waktu itu didatangkan dari daerah baros Sumatera Utara, dan juga dari kajian sejarah yang ada bahwa ada dua sumber besar silat yang mempengaruhi perkembangan  silat di Nusantara yaitu silat dari Minangkabau dan silat dari Tatar Pasundan, dan perkembangan selanjutnya tradisi silat diturunkan secara turun temurun baik dari silsilah keluarga maupun orang – orang terdekat dengan informasi yang menyebar dari mulut ke mulut, dan ditambah karena situasi setelah kedatangan penjajah di bumi Nusantara, perkembangan silat memasuki era ketertutupan karena khawatir diketahui penjajah dan dianggap sebagai pemberontak, kisah-kisah para pendekar-pendekar yang digjaya bermunculan dari masa kemasa dari zaman dulu sebelum kedatangan penjajah sampai Indonesia merdeka hingga hari ini, seperti kisah keperkasaan Patih Gajah Mada dari kerajaan Majapahit,atau kisah Cindue Mato dari Kerajaan Minangkabau, Raja Sisinga Mangaraja dari Tapanuli, kepiawaian Mpu Tantular dalam membuat keris dan memainkannya dan masih sangat banyak cerita-cerita yang lainnya sebelum kedatangan penjajah di kepulauan Nusantara pada abad ke 15 , dan pada zaman penjajah juga banyak kisah-kisah kependekaran dari berbagai daerah dinusantara seperti kisah Bang Pitung dari Betawi, Pangeran Diponegoro dari Jawa Tengah, Tuanku Imam Bonjol  dari Minang dan kisah pejuang-pejuang lainnya yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang menyebar dari sabang sampai merauke.
Bukti tertulis mengenai asal muasal pencak silat di Nusantara sangat sulit ditemukan , paling sebagai contoh yang ada yaitu perkembangan silat di Minangkabau yang terdapat dalam Tambo Alam Minangkabau bahwa silat atau silek diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari daerah Pariangan Tanah Datar dilereng gunung Merapi Sumatera Barat  pada abad ke-XI.  Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara seperti yang kita liat pada hari ini diberbagai negara melayu seperti Malaysia, Brunei, Singapura,dan lain-lain.
Kebanyakan sejarah pencak silat di Indonesia dikisahkan melalui legenda yang bermacam-macam dari satu daerah dan daerah lainnya. Seperti asal mula silat aliran Cimande yang mengisahkan tentang seorang wanita yaitu istri Uwa Khair yang menyaksikan pertarungan antara harimau dan monyet pada saat mencuci baju disungai, dan kemudian ia meniru gerakan perkelahian kedua binatang tersebut sehingga muncullah aliran silat Cimande. Asal mula ilmu silat di Indonesia kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, arit, golok, tombak,panah dll. Seperti yang saat ini kita liat di berbagai suku terbelakang di Indonesia yang hingga abad XX relatif belum tersentuh pengaruh dari luar seperti Suku Nias, Dayak pedalaman, dll.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan Nusantara semenjak abad VII Masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan karena belum ada bukti otentik tentang itu. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya asli Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan daerah Semenanjung Malaka serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan Bahasa Melayu di berbagai daerah di berbagai pulau di Indonesia seperti Jawa, Bali, Kalimantan,  Sulawesi dan pulau-pulau yang lainya yang juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Dalam Bahasa Minangkabau, itilah silat itu sama dengan silek.
Seperti dituturkan diatas bahwa silat di kepulauan nusantara dipengaruhi oleh budaya India, Cina, Arab dan Turki, hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang sangat terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh para pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya sejarah pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu. Sehingga, setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini sebuah legenda bahwa hang tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat. Hal seperti itu juga yang terjadi di Pulau Jawa, yang membanggakan Mapatih Gajah Mada.
Perkembangan dan penyebaran silat secara histories di Nusantara mulai tercatat ketika penyebaran dan pengajarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 masehi. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. waktu itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau seperti yang sangat membudaya di Minangkabau karena pengaruh sistem matriliniar maka anak laki-laki yang sudah baligh tidak tidur dirumah orang tuanya tapi tidur disurau sambil belajar mengaji dan belajar silat sama angku surau atau ustadnya. setelah itu silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan kesenian tradisional rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Di samping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual dan kebatinan.
Silat berkembang di Indonesia dan Malaysia (termasuk Brunei dan Singapura) dan memiliki akar sejarah yang sama sebagai cara perlawanan terhadap penjajah asing. Setelah zaman kemerdekaan, silat berkembang menjadi ilmu bela diri formal walaupun masih banyak silat-silat di Indonesia yang masih sangat tradisional dan tertutup seperti kebiasaan di zaman penjajajah. Maka mulailah dibentuk Organisasi-organisasi silat secara nasional  seperti Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia, Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB) di Brunei. dan mulai tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa serta negara-negara lainnya didunia seperti di Afrika. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan internasional,seperti yang dipertandingkan dalam Sea Games dan ada wacana kalau silat juga akan di pertandingkan di ajang Olimpiade.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar