HARIMAU SUMATERA (Phantera tigris Sumatrae) TERPERANGKAP ANTARA KEPERCAYAAN DAN KEMUSNAHAN
Malam itu, baru saja kami selesai makan. Terdengar suara ranting berderak.Segera kami ambil senter dan senapan. Lewat cahaya senter tampak berdiri dengan kukuh inyiak balang dimuka kami.
"Inyiak kami sedang berburu, untuk cari makan. Silahkan kalau inyiak maulewat",* ucap Pak Mandua menceritakan pengalamannya. Mantan pemburu yang telah lima tahun lebih menghentikan aktifitasnya, segera menyambung ucapannya.
"Apabila inyiak balang (sebutan masyarakat Muara Labuh untuk harimau)segera pergi setelah senter kami matikan berarti dia bersahabat, namun kalau sebaliknya akan menyerang, segera saya tembak. Saya tidak berburu harimau, tapi kalau nyawa terancam apa boleh buat. Saya menghormati harimau, sebab dialah penunjuk jalan bagi para perimba serta pemburu, kalau tersesat didalam hutan. Jantung, hati serta isi perut binatang buruan yang didapat selalu kami berikan, sebagai ucapan terima kasih pada harimau".* Itulah sekelumit pandangan seorang pemburu pada harimau.
Abasri, penduduk Lempur sekaligus staf WWF ID 0094 menjelaskan secara tradisionil harimau mempunyai posisi yang penting, sebagai penjaga keamanan kampung. Tunggu pematang, merupakan sebutan istimewa harimau oleh masyarakat Kerinci untuk tugasnya sebagai penjaga kampung. Sering pula disebut dengan Ninek atau Tuo Ninek. Masing-masing harimau mempunyai wilayah tersendiri. Apabila ada harimau dari luar yang mengganggu kampung, seperti menerkam manusia maupun ternak, biasanya penunggu pematang akan menghalangi dan menantang, maka terjadilah pertarungan yang seru antara harimau pendatang dan tuan rumah. Bila tunggu pematang menang, tidak pernah ada lagi serangan harimau.
Diwilayah Sumatera Barat harimau juga diyakini punya fungsi sebagai penjaga kampung serta memberi peringatan bila akan terjadi bencana alam. Sebelum terjadinya galodo/air bah di Muara Labuh pada awal 1995 lalu, beberapa orang masyarakat menceritakan pernah mendengar auman harimau berulang-ulang. Mereka yakin itu tanda akan terjadi sesuatu, karena harimau mempunyai naluri yang halus dan tidak dimiliki oleh manusia. Entah kebetulan atau memang benar, terjadilah peristiwa galodo saat menjelang sahur, sekitar pukul tiga dini hari. Selain itu bila harimau telah sering terlihat penduduk disekitar hutan, atau keluar masuk kampung biasanya mengingatkan telah terjadinya peristiwa asusila. Sehingga harus segera dicari siapa pelakunya, biasanya diselesaikan secara adat.
Sebutan terhormat kerap diberikan masyarakat disekitar hutan pada harimau seperti datuak, inyiak, niniak, ninek, tuo ninek juga nenek. Penghargaan yang demikian besar telah diberikan oleh masyarakat sejak zaman dulu, seakan menggambarkan hubungan yang harmonis, saling menghormati juga saling menguntungkan antara masyarakat dengan harimau. Selain menjaga kampung harimau juga sebagai pemangsa babi yang utama, dengan adanya tunggu pematang biasanya serangan hama babi relatif kecil bahkan tidak ada sama sekali.
Para pemburu enggan membunuh harimau, kendati telah terjerat perangkap juga saat tersesat masuk kampung asal tidak mengganggu. "Saya pernah mendapati harimau yang terjerat, malah tiga kali dengan harimau yang sama dan selalu saya lepas karena harimau merasa bersalah tidak mampu menggiring kambing hutan atau rusa ke tali jerat yang saya pasang. Sebagai ganti dia menjeratkan dirinya", kenang Malintang Sati.
Dengan capak-capak baruak/mantera yang dimilikinya, harimau diminta untuk menggiring binatang buruan kearah jerat yang telah dipasang, sedangkan pemasang jerat hanya menunggu dirumah sembari membakar kemenyan. Kalau sudah ada yang terjerat, biasanya akan muncul tanda-tanda khusus yang dirasakan. Saat ditengok nampaklah binatang buruan meronta-ronta terkena jerat, dengan harimau tegak menunggu dibalik semak-semak. Sebagai hadiah, jantung, hati beserta isi perut diberikan pada harimau, tapi tidak boleh diberi dengan tangan, harus dibungkus dengan daun.
Hubungan psikologis yang harmonis antara manusia dan harimau terkadang menjadi rusak, baik oleh ulah manusia maupun harimau sendiri. Cerita manusia tau ternak yang diterkam harimau biasanya menjadi berita rutin diberbagai aerah. Untuk Sumatera Barat, daerah Kabupaten Pesisir Selatan, Solok selatan, Sijunjung maupun Pasaman, Sedangkan didaerah Bengkulu, di Rejang Lebong dan Bengkulu Utara, di Jambi Kerinci, Sarolangun Bangko, Muara Bungo, di Sumatera Selatan daerah Musi Rawas yang juga termasuk daerah disekitar kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat yang kerap diganggu harimau.
Seringnya harimau menyerang manusia maupun ternak, salah satu faktor karena ulah manusia yang merubah hutan-hutan primer menjadi daerah pemukiman,persawahan, kebun, perladangan, kawasan HPH, kebun-kebun besar maupun untuk tambang. Sehingga daya jelajah harimau makin sempit, binatang buruan yang biasanya mudah didapat semakin sulit karena harus bersaing dengan manusia. Sebagai akibatnya, binatang ternak maupun manusia harus menanggung akibatnya.
Masyarakat tradisionil masih percaya kalau harimau menyerang manusia pasti ada sebab khusus, misalnya manusia berbuat salah, melakukan tindakan tidak senonoh atau sering menganiyaya harimau. Harimau tunggu pematang yang berfungsi sebagai penjaga, diyakini tidak akan pernah berbuat jahat. Harimau pendatang yang sering menyerang.
Kalau ada harimau menerkam manusia, menurut cerita masyarakat harimau ersebut akan diasingkan oleh sesamanya, selama tiga bulan tidak akan dapat makanan serta harus menuruni puluhan lurah dan menyebrangi puluhan sungai. Baru kalau masih hidup akan terampuni dosanya. Sebab manusia merupakan mahluk istimewa dan pilihan. Hukum dirimba akan mengadili harimau yang bersalah dihadapan tetua harimau, kemudian diusir dari kawasannya untuk menebus dosa.
Harimau yang sering memangsa ternak maupun manusia, bisa dipanggil oleh orang pintar dengan mantra tertentu. Harimau akan ke kampung dan masuk kedalam perangkap yang telah disediakan. Barulah orang pintar mengadilinya, bila bersalah langsung dibunuh. Mayat harimau akan dikuburkan secara khusus dengan jalan menaburkan beras kuning serta ramuan khusus ditas kuburannya. Kulit serta tubuhnya tidak diusik sedikitpun.
Meningkatnya nilai ekonomi harimau, baik kulit, tulang, gigi, kuku maupun agingnya membuat harimau terus diburu. Mitos yang mentasbihkan bahwa mata harimau bisa untuk obat liver, tulang untuk rematik, daging untuk obat kuat dan anti asma, kumisnya untuk racun serta taring untuk penangkal racun menyebabkan seluruh bagian tubuh harimau diburu dan mempunyai harga.
Uwo Abeh, nama akrab Abasri mengemukakan kalau kulit harimau bisa berharga 2,5 juta, sedangkan tulangnya sekitar Rp. 85.000 - 100.000/Kg. Didaerah Lempur, kampung Uwo sendiri sudah mulai dimasuki para pemburu yang berasal ari Siulak dan Solok. Rata-rata satu regu pemburu beranggotakan 6 orang, perlengkapan yang dibawa tali wing untuk jerat serta strom dan aki. Tali wing berguna untuk menjerat binatang buruan sedangkan strom untuk mencari ikan. Harimau, rusa, kambing hutan, babi atau binatang apapun yang terjerat akan dikuliti dan dibuat dendeng, untuk dijual dipasar. Kekuatiran Uwo, anti masyarakat tertipu dengan dendeng babi yang jelasjelas diharamkan untuk umat Islam, selain akan memusnahkan harimau sebagai salah satu binatang yang dilindungi oleh Undang-undang.
Biasanya para pemburu masuk lewat Masgo, Salimpaung, Serampas, Ranah Kemumu, anjunto maupun Sungai Renah dan keluarnya lewat Lempur, seluruh wilayah buruannya masuk kedalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Waktu operasi pemburu, dari mulai memasang jerat sampai keluar mengangkut hasil sekitar satu bulan, bahkan bisa lebih.
Upaya penanggulangan, telah dilakukan Uwo, dengan cara melaporkan pada etugas Taman Nasional Kerinci Seblat. Karena keterbatasan personil di TNKS, embuat upaya pencegahan belum dilaksanakan dengan baik.
Masyarakat dipinggir kawasan TNKS sendiri tetap menganggap harimau sebagai sahabat, sebagai gambaran seorang ibu rumah tangga pada tahun 1994 menemukan nak harimau yang terjebak disawah rawa. Harimau kecil itu diserahkan ke WWF ID 0094 untuk dipelihara, sebab dirinya merasa tidak mampu memelihara dengan baik, namun sayang kendati telah diobati oleh dokter hewan, karena banyaknya lintah didalam hidungnya, harimau itu mati kekurangan darah.
Harimau sebagai hewan yang bernilai tinggi, seperti juga badak terus dicari oleh para pemburu. Hayalan memperoleh uang jutaan dengan waktu relatif singkat, membuat harimau makin sulit dijumpai. Khasiat tubuh harimau yang dijadikan mitos sebagai obat berbagai penyakit oleh manusia membuat harimau harus menghadapi serbuan para peminatnya.
Masyarakat yang hidup disekitar hutan paling merasakan akibat dari perburuan ini, harimau yang terluka dan dendam pada manusia akan melampiaskan kesumatnya dengan menyerang manusia serta ternak. Belum lagi makin menggilanya serangan hama babi akibat makin langkanya harimau, membuat hasil ertanian terus menurun tiap tahunnya. Untuk mengatasi ini diperlukan biaya ang tidak sedikit, seperti membeli racun maupun tali. Kalau kondisi ini erus berlanjut bukan hal yang tidak mungkin kekurangan pangan akan melanda asyarakat.
Kapankah, persahabatan antara harimau dengan manusia seperti kearifan lama menjadi terwujud dizaman seperti ini ? dizaman yang melihat sesuatunya dari nilai ekonomi tanpa ada fikiran untuk bersahabat dan saling mengasihi ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar