Rabu, 02 Mei 2012

PENELITIAN : RESPON PERTUMBUHAN SETEK LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata var. Lorentii) PADA PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI IBA DAN ASAL BAHAN TANAM


RESPON PERTUMBUHAN SETEK LIDAH MERTUA  (Sansevieria trifasciata var. Lorentii) PADA PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI IBA DAN ASAL BAHAN TANAM
Sri Ramadiana
Jurusan Budidaya Pertanian , UNILA

ABSTRAK
Lidah mertua (Sanseviera trifasciata var. Lorentii) merupakan tanaman hias popular yang banyak dimanfaatkan sebagai penyerap polutan, obat, dan seratnya digunakan dalam industri tekstil. Kendala  budidaya lidah mertua yaitu penyediaan bibit dalam jumlah banyak dan waktu singkat sulit dilakukan karena pertumbuhannya yang lambat. Salah satu cara untuk mempercepat pertumbuhan adalah dengan pemberian zat pengatur tumbuh (IBA) pada bahan tanam setek lidah mertua.
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Juli hingga bulan November 2007.  Percobaan dilakukan secara factorial  dalam Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS).  Faktor 1  adalah IBA ( 0, 1000, 2000, 4000 ppm).  Faktor II adalah asal bahan tanam (bagian atas, tengah, dan bawah daun).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pemberian IBA  2000 ppm mampu menghasilkan pertumbuhan akar terbaik pada pengukuran waktu muncul akar dan jumlah akar sedangkan 0 ppm IBA menghasilkan pertumbuhan terbaik pada pengukuran  waktu muncul tunas, persen setek bertunas dan bobot basah tunas; (2) Bahan setek bagian tengah menghasilkan pertumbuhan setek paling baik pada pengukuran waktu muncul akar, jumlah akar,  waktu muncul tunas, dan bobot basah tunas; (3)  Pengaruh konsentrasi IBA tidak bergantung pada asal bahan setek.

PENDAHULUAN
Lidah mertua (Sanseviera trifasciata var. Lorentii) merupakan salah satu tanaman hias yang banyak diminati masyarakat.  Sebagai tanaman hias, sansevieria banyak dimanfaatkan sebagai tanaman penyerap polutan.
Sansivieria umumnya diperbanyak dengan cara setek potongan daun. Teknik perbanyakan setek banyak dilakukan karena bahan induk yang digunakan relatif sedikit dan dapat menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah yang besar.  Tanaman yang dihasilkan mempunyai beberapa kelebihan, yaitu keseragaman umur, ukuran, tinggi, dan dapat memperoleh tanaman yang sempurna dalam waktu singkat.

Setiap bagian tanaman dapat digunakan sebagai bahan setek.   
Pembentukan akar dan tunas pada setek merupakan indikasi berhasil atau tidaknya usaha penyetekan.  Zat pengatur tumbuh dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan akar dan tunas.
Menurut Hartman dan Kester (1983) perbanyakan dengan setek mempunyai beberapa kendala, yaitu zat tumbuh tidak tersebar merata sehingga pertumbuhan setek tidak seragam, sehingga dibutuhkan zat pengatur pertumbuhan dari luar (eksogen).  Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah IBA.  IBA memiliki kandungan kimia yang lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama sehingga dapat memacu pembentukan akar.  IBA yang diberikan pada setek akan tetap berada pada tempat pemberiannya sehingga tidak menghambat perkembangan dan pertumbuhan tunas.


BAHAN DAN METODE
Alat-alat: gunting stek, pisau, ember, pot plastik dengan diameter 12 cm,  dan alat tulis.  
Bahan-bahan: setek daun tanaman lidah mertua (Sanseviera trifasciata var. Lorentii), IBA, pasir, sekam bakar, Furadan 3G, dan Dithane M-45.
Perlakuan disusun secara faktorial dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) dengan tiga ulangan.  Faktor pertama adalah  konsentrasi IBA yaitu 0 ppm (A1), 1000 ppm (A2), 2000 ppm (A3) dan 4000 ppm (A4).  Faktor kedua adalah asal bahan tanam yaitu atas  (B1), tengah (B2), dan bawah (B3).  Pengelompokan berdasarkan panjang daun, yaitu kelompok I (40—50 cm), kelompok II (60—70 cm), dan kelompok III (80—90 cm).  Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey.  Kemudian data diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan BNT taraf nyata 5%.




Gambar 1.  Tahap-tahap pelaksanaan penelitian: pengelompokan daun (a); potongan daun bagian atas, tengah, dan bawah (b); aplikasi IBA (c); potongan daun yang telah diberi perlakuan IBA (d) IBA yang digunakan dalam bentuk bubuk yang kemudian dibuat pasta.  Aplikasi IBA dilakukan dengan mengoleskan IBA pasta pada bagian bawah potongan setek hingga rata.  Jumlah IBA yang digunakan sebanyak 5 gram untuk 45 setek.  

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma, dan pengendalian hama dan penyakit.  Untuk minggu pertama setelah penanaman, penyiraman dilakukan dengan menggunakan handsprayer agar IBA tidak larut atau tercuci.
Variabel yang diamati adalah: waktu muncul akar, jumlah akar utama, bobot basah akar, waktu muncul tunas, jumlah tunas, persen setek bertunas dan bobot basah tunas. 


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi IBA dengan konsentrasi 2000 ppm dan 4000 ppm memberikan respon terbaik terhadap waktu muncul akar dan jumlah akar namun tidak berpengaruh pada bobot basah akar (Tabel 2).  Hal ini berarti konsentrasi 2000 ppm IBA sudah cukup untuk memacu pembentukan akar setek lidah mertua.  Hasil penelitian Sulastiana (2007) yang menyatakan bahwa penggunaan 2000 ppm IBA mampu meningkatkan jumlah akar primer dan sekunder plantlet sansevieria setelah 2 bulan diaklimatisasi.  
Waktu muncul akar yang lebih cepat dan peningkatan jumlah akar menunjukkan  adanya pengaruh fisiologis auksin (IBA) yang mendorong pembelahan dan pembesaran sel.  Dengan penambahan auksin dari luar maka auksin di dalam tanaman menjadi lebih tinggi sehingga pertumbuhan akar menjadi lebih cepat, hal ini sesuai dengan pernyataan  Sherrington (1996) bahwa apabila di dalam tanaman perbandingan konsentrasi auksin lebih besar dari sitokinin maka akan mengakibatkan stimulasi pada pembentukan akar namun konsentrasi auksin yang terlalu tinggi dapat menghambat pertunasan.
Tabel 2.   Pengaruh konsentrasi IBA dan asal bahan tanam pada pertumbuhan akar  setek lidah mertua 5 bulan setelah tanam
Konsentrasi IBA
Waktu muncul
 akar Jumlah ak
ar Bobot basah akar
0 ppm (A1)
26,00 a
11,82 b
0,46 a
1000 ppm (A2)
26,00 a
11,83 b
0,47 a
2000 ppm (A3)
20,00 b
16,69 a
0,40 a
4000 ppm (A4)
20,67 b
16,70 a
0,38 a
BNT (0,05)
2,00
2,81
0,15

Asal bahan tanam
Atas (B1)
23,00 ab
13,25 b
0,41 a
Tengah (B2)
22,00 b
17,41 a
0,47 a
Bawah (B3)
24,50 a
12,12 b
0,41 a
BNT (0,05)
1,74
2,44
0,13

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% 

Aplikasi 0 dan 1000 ppm IBA menghasilkan waktu muncul tunas lebih cepat 14—17 hari dibandingkan 2000 dan 4000 ppm IBA, ditujukkan oleh  Gambar 2 dan 3.  Bahan tanam bagian atas menghasilkan waktu muncul tunas lebih cepat 17 hari hari dibandingkan bagian bawah dan tengah (Tabel 3).
Tabel 3.    Pengaruh konsentrasi IBA dan asal bahan tanam pada pertumbuhan tunas setek lidah mertua 5 bulan setelah tanam
Konsentrasi IBA
Waktu munctunas
ul Jumlah tunas
Persen setebertunas
k Bobot basah tunas
0 ppm (A1)
114,70 b
1,12 a
93,53 a
5,31 a
1000 ppm (A2)
114,00 b
1,02 a
85,74 ab
5,08 a
2000 ppm (A3)
128,59 a
1,13 a
83,65 b
2,99 b
4000 ppm (A4)
131,42 a
0,98 a
76,73 b
2,10 b
BNT (0,05)
7,64
0,24
9,69
1,04
Asal bahan




tanam





Atas (B1)
116,99 b
1,18 b
88,52 a
3,45 b
Tengah (B2)
123,26 ab
1,11 b
83,64 a
4,55 a
Bawah (B3)
126,29 a
1,90 a
82,57 a
3,61 b
BNT (0,05)
6,62
0,21
8,39
0,90

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%

Terhambatnya pertumbuhan tunas dapat terjadi pada aplikasi IBA dengan konsentrasi tinggi (2000 dan 4000 ppm), yang terlihat pada persen setek bertunas dan bobot basah tunas  lebih rendah dibandingkan aplikasi 0 dan 1000 ppm IBA.  Hal ini diduga karena konsentrasi 2000 dan 4000 ppm IBA terlalu tinggi sehingga pertumbuhan tunas terhambat.  Lakitan (1995) menyatakan bahwa aplikasi IBA yang terlalu tinggi dapat menghambat pertunasan, sedangkan bila terlalu rendah tidak efektif untuk merangsang pertumbuhan akar. Menurut Super-Grow (2007) penggunaan konsentrasi IBA yang disarankan bergantung pada jenis tanaman.  Konsentrasi IBA yang digunakan untuk tanaman berkayu adalah 3000—6000 ppm, tanaman semi berkayu 20004000 ppm, dan tanaman berbatang lunak  2000-3000 ppm, dan untuk tanaman herbaceous adalah 1000 ppm.  Selain itu menurut  Hartman dan Kester stek daun tomat lebih cepat membentuk akar adventif pada IBA 8000 ppm bila dibandingkan dengan IBA 0-3000 ppm.
Terhambatnya pertumbuhan tunas juga diduga karena energi yang dihasilkan dari metabolisme karbohidrat telah habis digunakan untuk pertumbuhan akar.  Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi IBA maka jumlah akar yang terbentuk semakin banyak tetapi waktu muncul tunas lebih lama dan persentase setek bertunas lebih rendah. Selain itu juga diduga pemberian IBA dengan konsentrasi tinggi menyebabkan perbandingan auksin yang dikandung menjadi lebih tinggi dibanding sitokinin sehingga pertumbuhan akar lebih dominan dibanding pertumbuhan tunas.
Pertumbuhan tunas terbaik dihasilkan oleh aplikasi 0 ppm IBA yang terlihat pada variabel waktu muncul tunas, panjang tunas, jumlah daun tunas, persen setek bertunas, dan bobot basah tunas. Ini menunjukkan bahwa secara genetis sansevieria tidak memerlukan auksin dari luar.  
Secara umum bahan setek bagian tengah menghasilkan respon terbaik untuk variabel waktu muncul akar, jumlah akar, panjang akar, jumlah tunas, dan bobot basah tunas, namun demikian bahan setek bagian tengah tidak memberikan pengaruh pada waktu muncul tunas, sama halnya dengan setek bagian bawah.  Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardjanti (2005) yang menyatakan bahwa setek adenium yang berasal dari bagian tengah menghasilkan pertumbuhan akar lebih baik daripada setek yang berasal dari bagian atas/pucuk.  Hal ini diduga karena setek bagian tengah memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi daripada setek bagian atas/pucuk. Pada awal penyetekan karbohidrat berperan penting dalam metabolisme tanaman yang menghasilkan energi yang kemudian digunakan untuk pertumbuhan akar.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa setek bagian atas menghasilkan waktu muncul tunas  dan jumlah tunas lebih baik dibandingkan dengan setek bagian pangkal meskipun tidak berbeda nyata dengan setek bagian tengah  Ini diduga karena bahan setek bagian atas atau pucuk lebih meristematik, yang artinya sel-sel dalam jaringan sangat aktif membelah sehingga tunas lebih cepat muncul dan tunas yang dihasilkan lebih banyak. 
Kemampuan setek membentuk akar dan tunas dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat dan keseimbangan hormon yang tercermin pada C/N rasio (Salisbury dan Ross, 1995).  Diduga bahan setek yang berasal dari bagian tengah memiliki rasio C/N yang ideal sehingga memberikan respon yang terbaik. Bahan setek dengan C/N rasio yang tinggi akan lebih mudah membentuk akar. C/N rasio yang tinggi menunjukkan kandungan karbohidrat atau cadangan makanan yang tinggi yang diperlukan pada awal pertumbuhan akar.
Terbentuknya akar pada setek merupakan hal penting, karena untuk kelangsungan hidup setek sangat tergantung pada banyaknya akar yang terbentuk.  Awal terbentuknya akar dimulai oleh adanya metabolisme cadangan nutrisi berupa karbohidrat yang menghasilkan energi yang selanjutnya mendorong pembelahan sel dan membentuk sel-sel baru dalam jaringan. Setiap tanaman memiliki kemampuan totipotensi dan dediferensiasi sehingga dapat menumbuhkan tanaman baru yang utuh.  
Pembentukan dan pertumbuhan tunas akan terjadi setelah akar terbentuk dengan baik.  Setelah primordia akar terbentuk maka akar tersebut segera dapat berfungsi sebagai penyerap makanan dan titik tumbuhnya akan dapat segera menghasilkan zat pengatur tumbuh (sitokinin) yang diperlukan untuk menginduksi tunas.  Kandungan karbohidrat bahan setek bagian tengah setelah terbentuk akar dimanfaatkan untuk menumbuhkan tunas.


KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1.        Konsentrasi IBA 2000 ppm menghasilkan pertumbuhan akar terbaik pada variabel waktu muncul akar dan jumlah akar sedangkan IBA 0 ppm menghasilkan pertumbuhan terbaik pada variabel waktu muncul tunas, persen setek bertunas dan bobot basah tunas.
2.        Bahan setek bagian tengah menghasilkan pertumbuhan setek paling baik pada variabel waktu muncul akar, jumlah akar, waktu muncul tunas, dan bobot basah tunas. 
3.        Pengaruh konsentrasi IBA pada pertumbuhan setek lidah mertua tidak bergantung pada asal bahan setek.


DAFTAR PUSTAKA
Davis, T.D dan B.E, Haissig. 1988. Adventitious Root Formation in Cuttings.  Dioscorides Press. Portland, Oregon.  315 p.
Hardjanti, S.  2005.  “Pertumbuhan Setek Adenium Melalui Penganginan, Asal Bahan Setek, Penggunaan Pupuk Daun dan Komposisi Media”.  http://pertanian.uns.ac.id.  Diakses pada 28 Maret 2008.
Hartman, H.T dan D.E, Kester.  1983. Plant Propagation Principles and Practices Fourth Edition. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.  727 p. 
Lakitan, B. 1995. Hortikultura. Teori, Budidaya, dan Pascapanen. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.  219 hlm.
Salisbury B.F dan C.W Ross.  1995.  Fisiologi Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Diah R. Lukman dan Ir. Sumaryono, M.Sc.  Jilid 3.  ITB.  Bandung.  343 hlm.
Sulastiana, P.  2007. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Indol Butyric Acid (IBA) dan Pemotongan Akar pada Keberhasilan Aklimatisasi Sanseviera trifasciata Menggunakan 2 Media Tanam.  Skripsi.  Fakultas Pertanian.  Universitas Lampung.   72 hlm.
Super-Grow. 2007.  “Indole-3-Butyric Acid”. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar