Sekarang ini yang jadi masalah
sebenarnya bukanlah poligami. Jadi tak perlu sibuk
memerangi poligami. Sama halnya sekarang banyak orang shalat tapi masih
korupsi. Lantas apakah dengan begitu kita akan memerangi shalat? Banyak masalah
lain yang kita perlu selesaikan.
Sudah hampir sepekan wacana poligami
secara terus-menerus diulang berbagai media massa. Banyak
yang setuju dan tak sedikit yang sinis. Diantara yang sinis, tentu saja para
aktivis perempuan dan para pengagum femenisme.
Sabtu (9/12) kemarin, Koalisi
Perempuan, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menolak praktik
poligami. Alasannya, poligami melanggar hak-hak perempuan serta rawan terhadap
kekerasan psikis dan fisik. Benarkah?
Kali ini hidayatullah.com mewawancarai
Dr. Gina Puspita. Sebelum ramai-ramai berkembang wacana poligami, istri pertama
Dr. Abdurahman Riesdam Efendi ini boleh jadi diantara sekian Muslimah yang
merasakan sendiri pengalaman “dimadu”. Tidak seperti umumnya pria yang ingin
menikah lagi, ia mencarikan sendiri calon ketiga istri untuk sang suami.
Tahun 1995, Abdurahman menikah lagi
untuk yang kedua dengan Basyiroh Cut Mutia. Enam tahun kemudian, ia menikah
yang ketiga dengan Siti Salwa asal Malaysia. Dan yang terakhir, menikah dengan
Fatimah. Praktis ia memiliki empat orang istri.
Jangan keliru, semua istri mudanya ini
bukan pilihan sang suami, justru pilihan Gina alias sang istri pertamanya. Tak
seperti dugakan aktivis perempuan selama ini, di mana poligami dianggap begitu
rendah dan rawan konflik. Mereka berempat justru sangat rukun dan bahagia. Bahkan
bekerja di kantor yang sama dan tinggal seatap, di Taman Rempoa Indah, Ciputat,
Tangerang.
''Kalau suami sedang dengan istri yang
lain, kami bertiga ngobrol-ngobrol di satu kamar,'' tutur kepada Gatra suatu
hari. Bila berada di luar kota, mereka bertukar
pesan lewat SMS.
Pokoknya, akrab. ''Poligami yang didasarkan pada Allah SWT tidak
akan menimbulkan masalah.'' Ujarnya. “Bahkan enak dan perlu, “tambah Gina di
sebuah harian di Jawa Barat.
Apa kabar Anda dan keluarga?
Kami sekeluarga alhamdulillah
sehat.semoga kesehatan yg dirahmati Allah.
Lama tak dengar kabarnya, apa
kesibukan Anda terbaru?
Selama kurang lebih 2 tahun terkahir
kami banyak berada di Malaysia. Alhamdulillah perusahaan yangg dipimpin oleh
guru kami Abuya Ashaari (pendiri Darul Arqam yang dilarang mantan PM Mahathir
Mohammad-- berkembang pesat di sana. Kebetulan Tuhan
rizkikan kami untuk ikut serta berkatifitas di sana selama 2 tahun. Setelah di
sana terasa manfaatnya untuk kalangan luas, dan perusahaan terus berkembang ke
berbagai negara di Asia, Eropa, Timur Tengah, maka mulai 2 bulan belakangan ini
kami mulai menguatkan kembali aktifitas perusahaan Rufaqa di Indonesia.
Saya dengar Anda juga punya proyek
besar di Malaysia? boleh tau?
Di malaysia bukan proyek saya tapi
perusahaan yang dipimpin oleh guru saya, Abuya Ashaari Muhammad. Dari tahun
1997 beliau mendirikan perusahaan Rufaqa namanya yang bergerak di berbagai
bidang seperti pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan, kebudayaan dll. Kalau
mau jelas, boleh kunjungi website nya www.rufaqa.com & www.rufaqadaily.com
Sepekan ini banyak orang sibuk
mendiskusikan poligami, apa pendapat Anda?
Segala kejadian Allah yang menentukan.
Diantara sekian banyak hikmahnya, Allah nampaknya mau menunjukkan keadaan
masyarakat sekarang ini. Dan kita bertanggung jawab untuk memperbaiki keadaan.
Sebenarnya ada dua kejadian yang terjadi secara serentak. Pertama tentang
poligami-nya Aa Gym, kedua, monogami nya anggota DPR RI, tapi selingkuh. Tapi
yang diramaikan hanya poligaminya. Bahkan poligami mau dilarang segala. Hehehe
Yang menarik, sikap masyarakat
terbelah dua. Kasus monogami selingkuh menjadi kasus cukup besar. Tapi
poligami, pernikahan secara syah justru yang dikatakan zalim. Padahal menurut
saya, monogami selingkuh itu jauh lebih menzalimi perempuan. Seperti wanita ini tak ada harganya.
Menurut Anda, mengapa masyarakat
justru seperti itu?
Saya tak menyalahkan masyarakat.
Itulah keadaan masyarakat yang kita perlu rasakan sebagai peringatan Allah pada
kita. Mungkin kita gagal membawa kebaikan di tengah masyarakat ini. Saya juga maklum
kenapa banyak masyarakat awam begitu membenci poligami, kerana memang susah mau
mencari poligami yang dapat dijadikan teladan di indonesia sekarang ini. Yang
lebih menyedihkan, yang sekarang berlaku bukan sekedar diskusi tapi
penafsiran-penafsiran terhadap Rasulullah yang sifatnya merendahkan beliau. Jauh
sekali daripada mencari solusi. Lagi pula, mengapa banyak orang sibuk
membicarakan poligami atau bahkan terkesan begitu ketakutan. Padahal dalam
Islam, poligami haya sekedar satu dari sekian ribu syariat dalam agama kita.. Jadi
dia bukan perkara yang wajib. Tapi kok yang bisa-bisa menjadi masalah Negara. Padahal
Shalat yang berkali-kali Allah katakana sebagai “tiang agama” pun, Negara tak
pernah peduli apakah mansuia melakukannya?
Anda termasuk diantara pelaku, sebelum
banyak orang melakukan. Bisakah bercerita pengalaman poligami?
Islam itu adalah “cara hidup”. Selain
tentang Allah yang utama, di dalamnya ada juga syariat yang beribu jenisnya,
yang mengatur kehidupan manusia di dunia ini. Sepertimana
janji kita dalam setiap kali shalat, “inna shalolati wa nusuki… (dst), “hidup
mati kita untuk Allah, maka tentulah sebagai seorang Muslim, kita perlu
wujudkan janji kita dalam kehidupan. Kita atur individu kita, ekonomi kita,
pendidikan kita, kebudayaan kita, rumah tangga kita, menurut Islam. Hal ini
tidak dapat kita wujudkan sendiri-sendiri. Misalnya untuk mewujudkan pendidikan
Islam, perlu guru dan murid. Kalau sendirian mana mungkin dapat terwujud.
Itulah yang kami lakukan melalui perusahaan Rufaqa ini. Sama halnya dengan
masalah rumah tangga.
Setelah kami dididik oleh guru kami,
kami (saya dan suami) merasakan bahwa Allah mesti dijadikan segalanya. Syariat
Islam mesti diperjuangkan. Dengan melihat keluarga guru kami yang memiliki 4
istri dan 37 anak, 200 cucu, namun semua justru menjadi pendukung perjuangan
Islam. Maka kami melihat (bukan sekedar membaca buku atau hanya mendengar),
bahwa poligami juga dapat kita laksanakan. Atas kesepakatan bersama itulah,
saya dan suami –tentu saja atas persetujuan guru kami-- maka kami tambahkan
anggota keluarga kami dengan mengambil salah seorang staf Rufaqa sebagai istri
kedua untuk suami saya.
Siapa yang mencari dan melamarkannya?
Saya sendiri yang dating pertama kali
dan menjelaskan pada orang tuanya untuk menyampaikan hasrat kami.
Apa sih yang ada di perasaan Anda saat
mencarikan suami istri lagi?
Karena dari awal memang sama-sama
berniat (saya, suami dan istri kedua) untuk menguatkan keluarga, maka,
masalah-masalah ddalam keluarga dapat diatasi dengan baik. Bertambah terasa
kehebatan Allah. Ternyata belum lagi kita baik, baru niat mau baik, tapi Allah
sangat memberikan bantuan-Nya.
Apakah setelah poligami pernah cekcok?
Atau cemburu?
Kalau beda pendapat sih dalam rumah
tangga itu hal yang biasa. Jangankan di keluarga yang praktik poligami, dalam
rumah tangga monogami pun ada. Tapi kerena sama-sama sudah dididik oleh guru
yang sama, jadi setiap kali ada masalah, masing-masing berusaha untuk dapat
menilai yang baik di sisi Allah. Bila semua mempunyai tujuan yang sama yaitu
keridhaan Allah, perkara apapaun selalu jadi mudah. Kami berempat serumah.
Kecuali sekarang ini, dua orang sedang bertugas di Malaysia.
Bukankah menjadi istri
"dimadu" itu adalah korban sewenang-wenang pria? Apa martabat Anda
sebagai seorang perempuan tidak terhina?
Saya hendak mengingatkan kita bahwa
dalam menilai sesuatu, karena zaman ini sudah rosak, maka nilai-nilai
manusia/moral juga sudah sangat jauh dari kehendak Allah. Contoh saja; para
wanita mengatakan dirinya merasa “dihina” dengan poligami. Padahal itu kan
memang boleh menurut Islam. Tapi wanita diminta buka
aurat, ia menjadi tontonan. Tak satupun menganggap dirinya merasa terhina.
Padahal itu adalah keadaan yang sangat menghinakan. Wanita sudah hilang malunya
karena ketiadaan iman.
Poligami itu, bila dijalankan dengan
tujuan membesarkan Allah, kita akan merasakan bahwa itu sangat baik untuk
pendidikan hati kita. Kita akan tahu bahwa kita belum sabar. Maka, kita akan
belajar untuk bersabar. Kita bisa tahu bahwa di hati kita ada hasad dan dengki.
Cemburu itu adalah hasad dan dengki adalah puncaknya. Lalu kita belajar untuk
tidak hasad atau dengki hingga timbul rasa tidak membahagiakan orang lain.
Bukankan manusia normal tak
menginginkan suaminya jadi rebutan wanita lain?
Jadi bila dikatakan manusia normal
tidak mau dipoligami gitu? Manusia normal itu seperti
apa? Apakah istri-istri Rasulullah bukan wanita normal? Menurut saya, manusia
normal itu adalah manusia yang tahu dirinya hamba dan Allah sebagai Tuhannya.
Tentu dia akan sangat mencintai Tuhan Nya. Dan dirinya akan merasakan bahwa
syariat Allah adalah yang terbaik. Bahkan sekarang kadang saya merasa malu
dengan Allah. Malu, mengapa “orang jahat” seperti saya tapi Allah masih memberi
rasa kebaikan-kebaikan dalam poligami. Kalau saya saja yang menganggap “masih
jahat” dan masih diberi banyak kebaikan oleh Allah, bagaiman pula kehebatan
keluarga Rasulullah?.
Anda tidak takut, rasa cinta suami
Anda tak akan seperti awal pernikahan? karena akan terbagi?
Tidak. Sebab
suami dan kami punya cita-cita yang sama. Untuk mencintai Allah. Dan mencintai
Allah itulah yang dapat menambah kuat ikatan diantara kami semua. Perlu kita
sadari, kerana manusia sudah tidak menganggap Tuhan segalanya, maka bila
berumahtangga, dia menganggap suami adalah segala-galanya. Ya dengan kata lain,
cinta suami. Padahal, kalau kita membesarkan cinta pada Allah, maka Allah
sendirilah yang akan mebagi kebahagiaan itu.
Bagaimamana dengan kebutuhan finansial
dan pembagian perhatian terhadap anak-anak Anda suami menikah lagi?
Alhamdulillah Allah bukan saja
mencukupkan, tapi menambah-nambah. Dan alhamdulillah,
anak-anak kamu semua justru bersyukur dengan poligami. Kemarin anak saya yang
berumur 10 tahun diwawancara sebuah majalah. Dia mengatakan, begitu senang
memiliki ibu banyak. Banyak tapi sayang. Dia pernah melihat seorang aktifis
perempuan begitu keras berkata tentang poligami. Anak saya mengatakan, “Ini
perempuan bercakap bukan dengan akal lagi, tapi dengan nafsu. Sangat emosional.
Padahal, kami (anak-anak saya maksudnya) suka dengan itu . tak ada penzaliman.”
Apakah mungkin seorang suami bisa
membagi perhatian tiga orang istri dengan banyak anak berbeda-beda misalnya?
Bisa. Bahkan hubungan anak-anak semua
sangat baik. Tak ada perbedaan dia dari ibu yang mana. Suami saya baru memiliki
4 orang anak. Tiga dari saya dan 1 dari istri kedua. Istri ketiga dan keempat
belum dikaruniai anak.
Banyak aktivis perempuan mengkritik
poligami, apa pandangan Anda menghadapi kritikan itu?
Jangankan untuk hal poligami, gerakan
kaum feminis hingga sekarang ini, belum mendapatkan kejayaan. Patutnya
sekiranya jika mereka melihat gagalnya perjuangan kaum feminis di Prancis yang
menjadi sumber awalnya. Saya pernah 11 tahun di Prancis melihat sampai
sekarang, di sana gerakan tersebut boleh dikatakan tidak membuahkan hasil, yang
ada justru kesengsaraan bagi kaum wanitanya. Banyak orang berkonsultasi dengan
saya. Sebab banyak hal yang diperjuangkannya tidak sesuai dengan fitrah dia.
Jadi katakanlah dia mendapatkan apa yang dia mau, tapi ternyata bila sudah
mendapatkan, sesungguhnya dia begitu tersiksa.
Jadi apa hikmahnya bagi Anda dan
kalangan Muslimah dengan berpoligami?
Saya pernah mengatakan di media massa,
“poligami itu indah dan memang perlu.” Perlu bagi wanita dan lelaki sebagai
pendidikan hati kita untuk dapat lebih mudah membesarkan asma Allah.
Karenanya, saya menghimbau pada semua,
mari kita kembali pada Allah, Tuhan kita. Dialah penyelesai segala masalah.
Sekarang ini yang jadi masalah sebenarnya bukanlah poligami. Jadi tak perlu sibuk
memerangi poligami. Sama halnya sekarang banyak orang shalat tapi masih
korupsi. Lantas apakah dengan begitu kita akan memerangi shalat? Banyak masalah
lain yang kita perlu selesaikan.
Pendidikan kita sedang bermasalah.
Ekonomi kita bermasalah. Kebudayaan dan semua aspek kehidupan kita sudah rusak
dan itu adalah masalah. Maka mari kita kembali
pada Allah. Jadikan Ia segalanya. Bila demikian akan selesailah semua masalah.
Mau monogami atau poligami, jika kembali pada Allah, tetap akan membawa
kehidupan yang harmoni.
[Cholis Akbar/Hidayatullah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar