Hanya bagi ALLAH saja segala puja dan puji-pujian yang
sebanyak-banyaknya, karena DIA-lah tuhan alam semesta. Salam kesejahteraan dan salawat
semoga senantiasa atas Muhammad shallallahu alaihi wassalam.
Salah satu syariat yang mendapatkan
perhatian yang besar dalam Islam adalah perkara menutup aurat. Sesungguhnya
pasal menutup aurat ini sudah cukup jelas dalam Al Quran surah An Nuur ayat 31.
Namun cara menutup aurat belum jelas apakah untuk sholat ataukah untuk
sehari-hari. Sehingga dalam hal menutup aurat ini banyak perbedaan pendapat
dalam Mazhab. Namun kita mengambil fatwa dari Syafii – Salaf dimana didukung
oleh ahli-ahli hadis mereka yang ternama, Bukhari–Ibnu Hajar, Muslim-Nawawi
hingga AL Albani.
Adapun artikel ini dikhususkan untuk
membahas mengenai syarat-syarat utama pakaian wanita mukminah sesuai petunjuk
Al Quran dan Sunnah Rasul yang sahih, agar kita kaum wanita mendapat
keselamatan dari ALLAH.
AL QURAN, Surah An-Nuur, ayat 31:
[24. An Nuur: 31]
Katakanlah
kepada perempuan yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya.
Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kudung ke dadanya,
Dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan islam,
atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat perempuan.
Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
KEWAJIBAN
MENUTUP AURAT
[33. Al Ahzab: 59]
Hai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[*] ke seluruh tubuh
mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
[*]. Jilbab ialah sejenis
baju kurung yang lapang (panjang dan luas)
yang dapat menutup kepala,
muka dan dada.
SYARAT UTAMA PAKAIAN WANITA
Al Albani
Menutup seluruh badan selain
yang dikecualikan
Bukan berfungsi sebagai perhiasan
Kainnya harus tebal dan
tidak tipis
Harus longgar, tidak ketat
(fresh body) sehingga tidak dapat menggambarkan sesuatu dari tubuhnya
Tidak diberi wewangian atau parfum
Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir
Bukan “libas syuhrah” yaitu pakaian untuk mencari ketenaran
(popularity)
1.
Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan
Para ulama salaf mengikut pendapat
sahabat dan tabiin yang menafsirkan firman ALLAH dalam Al Quran surah An Nur 31
dan Al Ahzab 59, bahwa wanita hendaknya mengulurkan jilbab ke seluruh tubuhnya.
Itu berarti seluruh tubuh tertutupi. Sedangkan pengecualian yang dimaksud
adalah muka (wajah) dan dua telapak tangan.
Adapun dalil yang dipakai untuk hal
ini adalah:
DALIL Ke-1
Dari Qatadah, dari Khalid bin Duraik dari Aisyah, bahwa
Rasulullah bersabda: “Jika seorang wanita telah sampai pada masa haid, maka
tidak baik jika terlihat darinya kecuali ini dan ini”, beliau SAW
mengisyaratkan kepada wajah dan telapak tangannya.”
[Abu Dawud dalam kitab As Sunnan, hadis dengan isnad mursal]
Dari
Qatadah, bahwa Rasulullah bersabda: “Jika seorang wanita telah memasuki masa
haid, tidak baik jika terlihat dari dirinya kecuali wajah dan telapak tangannya
sampai pergelangan.”
[Abu Dawud dalam kitab Al Marasil, hadis dengan isnad mursal]
DALIL
Ke-2
[Ibnu Juraij, hadis dengan isnad munkar]
DALIL
Ke-3
Dari
Aisyah, bahwa Asma binti Abu Bakar menemui Rasulullah sedangkan ia memakai
pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan bersabda kepadanya, “Wahai
Asma, sesungguhnya jika seorang wanita telah mencapai masa haid, tidak baik
jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk
wajah dan telapak tangannya.
[Abu Dawud]
DALIL
Ke-4
Dari
Asma anak perempuannya Umais bahwa ia berkata: Rasulullah mengunjungi Aisyah
binti Abu Bakar, sedangkan di sisi Aisyah terdapat Asma binti Abu Bakar
(saudari Aisyah) sedang mengenakan pakaian model Syam yang lengannya lebar.
Tatkala Rasulullah melihatnya, maka beliaupun bangkit dan keluar. Aisyah
berkata, “Menyingkirlah, karena Rasulullah SAW melihat sesuatu yang beliau
benci!” Kemudian Asma-pun menyingkir dan kemudian Rasulullah SAW masuk. Aisyah
menanyakan kepada beliau mengapa beliau sampai bangkit. Maka beliaupun
menjawab: “Tidakkah engkau lihat dandanannya (Asma)? Sesungguhnya seorang
wanita muslimah itu tidak boleh tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini!”
Beliau mengambil kedua lengan bajunya, lalu menutupkan dengan lengan baju itu
pada bagian punggung telapak tangan beliau sehingga yang terlihat hanyalah jari
jemari beliau. Selanjutnya beliau meletakkan kedua telapak tangan beliau pada
kedua pelipis sehingga yang terlihat hanyalah wajah beliau.
[Thabrani dan Baihaqi, hadis dengan isnad dha’if]
Dari berbagai keterangan sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa seorang wanita muslimah harus menutupi seluruh badan tubuhnya kecuali
wajah dan telapak tangan (termasuk punggung tangan).
Bagaimana jika wanita itu memilih bercadar dan memakai
kaos tangan???
HUKUM
MEMAKAI CADAR (NIQAB)
Didalam mengerjakan ibadah wajib yaitu sholat, para ulama
salaf berpendapat menghubungkan hukum
memakai cadar dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yang sahih
yaitu:
Dari
Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda:
“Janganlah wanita yang berihram itu mengenakan niqab
(cadar, tutup wajah) dan juga jangan memakai qaffaz (kaos tangan).”
[Bukhari, Nasai, Baihaqi dan Ahmad]
Ihram adalah rukun Haji, sedangkan haji adalah salah satu
ibadah wajib dalam rukun Islam, sehingga kedudukan ihram disamakan sholat.
Karena itu hadis ini dijadikan sebagai dalil fatwa bahwa “Untuk berpakaian sehari-hari, wanita
muslimah boleh memakai cadar dan kaos tangan. Tetapi apabila ia mengerjakan sholat,
maka hendaklah ia melepas cadar dan sarung tangannya (glove).”
2.
Baju itu
bukan berfungsi sebagai perhiasan
DALIL
Ke-2
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan
ditanya (karena mereka sudah pasti termasuk orang-orang yang binasa atau
celaka): [1] Seorang laki-laki yang meninggalkan jama’ah dan mendurhakai
imamnya serta meninggal dalam keadaan durhaka; [2] seorang budak wanita atau
laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati; [3] serta seorang wanita
yang ditinggal pergi oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan
duniawinya, namun setelah itu ia ber-tabarruj. Ketiganya itu tidak akan
ditanya.”
[Bukhari, Ahmad, Abu Ya’la, Thabrani, Baihaqi & Al
Hakim dari Fadhalah bin Ubaid]
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan
perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutupi karena
dapat membangkitkan syahwat laki-laki.
Firman ALLAH dalam Al Quran surah An Nur 31 itu sudah
sangat jelas mengatakan bahwa tujuan utama memakai jilbab adalah untuk menutupi
perhiasan wanita.
Jadi apabila pakaian wanita itu dihiasi dengan berbagai
macam aneka bordir, renda atau motif, maka sebenarnya hal itu termasuk dalam
tabarruj, busana muslimah itu berubah menjadi hiasan yang berdosa baginya
apabila dipakai.
Bagaimana
dengan pakaian wanita yang berwarna-warni selain warna hitam atau putih???
Dalam hal ini ulama salaf berpegang kepada hadis:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Minyak
harum wanita adalah yang tampak warnanya dan tersembunyi baunya……”
Hadis ini ditafsirkan bahwa pakaian wanita yang polos
apabila diberi parfum (minyak harum) yang berwarna, maka warnanya akan berubah
mengikuti warna parfum itu, sedangkan Rasulullah SAW tidak menolaknya. Sehingga
dapat dijadikan dalil fatwa bahwa “wanita boleh memakai kain yang berwarna
selain hitam atau putih.”
Ulama salaf juga berpegang kepada hadis mauquf (hadis
yang tidak sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam) antara lain:
·
Dari Ibrahim An
Nakhai, bahwa ia bersama Alqomah dan Al Aswad pernah mengunjungi para istri
Nabi dan ia melihat mereka mengenakan mantel-manetl berwarna merah.
·
Dari Ibnu Abi
Malikah, ia berkata: Saya pernah melihat Ummu Salamah (istri Nabi) mengenakan
baju dan mantel yang dicelup dengan kembang Usfur (nama bunga yang berwarna
kuning).
·
Dari Al Qasim (Ibnu
Muhammad bin Abu Bakar As Shiddiq) bahwa Aisyah pernah mengenakan pakaian yang
di-wenter (diwarnai) dengan kembang Usfur sedangkan ia dalam keadaan ihram.
·
Dari Hisyam, dari
Fatimah binti Al Mundzir bahwa Asma pernah memakai baju yang diwarnai dengan
kembang Usfur sedang ia dalam keadaan ihram.
·
Dari Sa’id bin
Jubair bahwasanya ia pernah melihat sebagian dari para istri Nabi sedang
melakukan thawaf di Baitul Haram dengan mengenakan pakaian yang diberi warna
(diwenter) dengan Usfur.
3. Kainnya harus tebal, tidak tipis
Kain yang tipis tentu saja tidak dapat dikatakan menutup
aurat apalagi menutup perhiasan. Kain yang tebal pun apabila ia transparan (tembus
pandang), maka hal itu lebih berdosa lagi untuk dipakai.
Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahwasanya Umar bin
Khattab pernah memakaikan baju Qubhtyah (jenis pakaian ala Mesir yang tipis dan
berwarna putih), kemudian Umar berkata: “Jangan kamu pakaikan baju itu pada
istri-istrimu!” Seseorang kemudian bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, telah saya
pakaikan ia pada istriku, dan aku telah lihat dirumah (baju itu) dari arah
depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis!
Umar menjawab: “Sekalipun tidak tipis, namun ia mensifati (agak-agak
transparent, sehingga menggambarkan lekuk tubuh). [Baihaqi, dengan isnad
mursal]
Dari Ummu AlQamah bin Abu Alqamah bahwa ia berkata: Saya
pernah melihat Hafshah bin Abdurrahman bin Abu Bakar mengunjungi Aisyah dengan
mengenakan khimar tipis yang dapat menggambarkan pelipisnya, lalu Aisyah pun
tidak berkenan melihatnya dan berkata: “Apakah kamu tidak tahu apa yang telah
diturunkan oleh ALLAH dalam surat An Nur?” Kemudian Aisyah mengambil khimar
untuk dipakaikan kepadanya. [Ibnu Sa’d & Ibnu Hibban, isnad jayyid]
4. Harus Longgar, tidak ketat, sehingga
tidak dapat menggambarkan sesuatu dari tubuhnya
Tujuan utama mengenakan jilbab adalah untuk menghilangkan
fitnah yang ditimbulkan dari pandangan kamu laki-laki, dan hal itu tidak akan
tercapai kecuali pakaian itu longgar dan luas (lapang).
Dari
Usamah bin Zaid, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memberiku
baju Qubhtiyah (jenis pakaian ala Mesir yang tipis dan berwarna putih) yang
tebal, (baju) yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada
beliau SAW. Baju itupun aku pakaikan pada istriku, Nabi bertanya kepadaku:
“Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qubhtiyah?” Aku menjawab: “Saya pakaikan
baju itu pada istri saya.” Kemudian Nabi bersabda: “Perintahkanlah ia agar
mengenakan pakaian dalam dibalik Qubhtiyah itu, karena saya khawatir baju itu
masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.
[Ahmad, Baihaqi, Ad Dhiya’ Al Maqdisi, dengan isnad hasan]
Imam Syafii sebagai pemimpin Mazhab Syafii berfatwa dalam
Kitab Al Umm:
Jika seseorang menunaikan sholat dengan mengenakan gamis
yang tipis (transparan) maka hal itu tidak diperbolehkan.
Jika menunaikan sholat dengan mengenakan satu gamis yang
dapat menggambarkan tubuhnya namun tidak transparan (tembus pandang), maka hal
itu di-makruh-kan baginya, dan tidak ada kejelasan lagi bahwa ia harus
mengulangi shalatnya.
Bagi wanita jelas lebih keras larangannya dibanding
larangan terhadap kaum laki-laki, jika ia menunaikan sholat dengan mengenakan
baju dan khimar yang bajunya itu dapat menggambarkan lekuk tubuhnya.
Saya suka jika wanita itu hanya menunaikan shalat dengan
mengenakan jilbab dan baju yang longgar agar bajunya itu tidak dapat
menggambarkan tubuhnya.
Beberapa
hadis mauquf tentang tata cara berpakaian dalam shalat:
·
Aisyah mengatakan:
“Seorang wanita dalam mengerjakan shalat harus mengenakan tiga pakaian; baju,
jilbab dan khimar.” Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis
jubah) dan berjilbab dengannya. [Ibnu
Sa’d, dengan isnad shahih berdasarkan syarat Muslim]
·
Ibnu Umar berkata:
“Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh
pakaiannya; baju, khimar dan milhafah (mantel). [Ibnu Abi Syaibah, dengan isnad
shahih]
·
Dari Ummu Ja’far
binti Muhammad bin Ja’far bahwasanya Fatimah binti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam berkata: “Wahai Asma, sesungguhnya aku memandang buruk apa
yang dilakukan oleh kaum wanita yang mengenakan baju yang dapat menggambarkan
tubuhnya…………………” [Abu Nu’aim,
Baihaqi]
5.
Tidak diberi wewangian atau parfum
Dalil-dalil sahih yang kuat yang melarang wanita
memakai parfum adalah:
·
Dari Zainab Ats Tsaqafiyah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju
masjid, maka janganlah sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” [Muslim
& Abu ‘Awanah]
·
Dari Abu Hurairah bahwa ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: “Siapapun perempuan yang memakai bakhur, maka janganlah ia
menyertai kami dalam menunaikan sholat Isya’ yang akhir.” [Muslim & Abu
Awanah]
Bakhur adalah wewangian yang dihasilkan dari
pengasapan, dengan alat semacam dupa atau kemenyan.
Dalil-dalil
sahih yang kuat yang melarang wanita memakai parfum adalah:
·
Dari Abu Musa Al
Asy’ari bahwasanya ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda: “Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum
laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” [Tirmizi,
Abu Dawud, An Nasai, Ahmad, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban; Tirmizi
menyebut isnadnya hasan shahih, Al Hakim menyatakan shahih dan disepakati oleh
Adz Dzhabi, menurut Syaikh Al Albani hadis itu isnadnya hasan]
·
Dari Musa bin Yasar,
dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau
wewangiannya tercium. Maka Abu Hurairah berkata, “Wahai hamba ALLAH! Apakah
kamu hendak ke masjid?” Ia menjawab, “Ya” Abu Hurairah kemudian berkata lagi,
“Pulanglah saja, lalu mandilah! Karena sesungguhnya aku telah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Jika seorang wanita keluar
rumah menuju masjid sedangkan bau wewangiannya menghembus, maka ALLAH tidak
menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi. [Baihaqi,
isnad munkar]
6.
Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Banyak dalil yang menyebut larangan terhadap kaum wanita
untuk menyerupai kaum laki-laki dalam segala hal, termasuk pula dalam masalah
pakaian, dan kita sebut diantaranya adalah:
·
Dari Ibnu Abbas, ia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melaknat kaum lelaki yang
menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri
dengan kaum lelaki. [Bukhari, Abu Dawud, Ad Darami dan Ahmad, matan hadis
yang mirip juga diriwayatkan dari Tirmizi, Ibnu Majah dan At Thayalisi]
·
Dari Abu Hurairah,
ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melaknat pria yang memakai
pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” [Abu Dawud,
Nasai, Ibnu Majah, Al Hakim, Ahmad dan Ibnu Hibban, isnadnya sahih sebagaimana
syarat Muslim]
·
Dari Abdullah bin
Amru, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda: “Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri
dengan kaum lelaki; dan kaum lelaki yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.”
[Ahmad]
7. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir
Syariat Islam sudah melarang seluruh kaum muslimin agar
jangan ber-tasyabuh (menyerupai) atau mengikuti kebiasaan-kebiasaan bangsa
kafir, baik dalam ibadah, perayaan hari raya dan berpakaian seperti bangsa
kafir. Dalil yang memerintahkan kita agar tidak mengikuti orang-orang kafir
antara lain:
·
Quran surah Al-Jatsiyah: 16 – 18, Ar-Ra’d: 36 – 37, Al-Hadid: 16,
Al-Baqarah: 104, An-Nisa’: 46
·
Dari Ali, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: “Janganlah kalian memakai pakaian para pendeta, karena
barangsiapa mengenakan pakaian mereka atau menyerupakan diri dengan mereka,
bukan dari golonganku.” [Thabrani, hadis
ini menurut Albani adalah dhaif]
Pakaian
yang menyerupai pendeta wanita atau biarawati tentu saja diharamkan untuk
diikuti.
Sebagai halnya aturan bagi kaum
lelaki, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam juga menyuruh kaum wanita
untuk menyelisihi (berbeda) dengan kebiasaan-kebiasaan bangsa kafir, termasuk
dalam masalah pakaian:
Dari Abu Umamah yang berkata: Suatu ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam keluar ke tengah-tengah para tokoh dari kalangan
Anshar, jenggot mereka berwarna putih. Beliau bersabda: Wahai sekalian orang
Anshar! Semirlah dengan warna merah dan kuning, selisihilah ahli kitab! Maka kami
berkata: Ya Rasulullah! Sesungguhnya ahli kitab memakai celana, tetapi tidak
memakai sarung! Maka Rasulullah bersabda: Pakailah! Pakailah celana dan
pakailah sarung, selisihilah ahli kitab! Kami berkata: Ya Rasulullah!
Sesungguhnya ahli kitab berjalan dengan kaki telanjang dan tidak mau memakai
alas kaki! Beliau bersabda: Berjalanlah dengan kaki telanjang maupun dengan
alas kaki, selisihilah ahli kitab. Kami berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya
ahli kitab memangkas jenggot mereka dan memanjangkan kumis mereka. Beliau
bersabda: Pangkaslah kumis kalian dan panjangkanlah jenggot kalian, selisihilah
ahli kitab. [Ahmad, dengan isnad hasan]
Selanjutnya insya
ALLAH kita sampaikan dalam artikel terpisah: “Hukum Tasyabbuh, menyerupai
orang-orang kafir.”
8. Bukan “Libas Syuhrah” (baju untuk mencari popularity)
Libas syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan
tujuan mendapatkan ketenaran ditengah-tengah orang banyak, baik pakaian itu
mahal yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya,
maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai oleh seseorang untuk
menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya (pamer).
Beberapa dalil yang menyebut tentang larangan memakai
pakaian yang bersifat untuk mencari ketenaran (popularity) adalah:
·
Dari Ibnu Umar
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: ”Barangsiapa
mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularity atau ketenaran) di dunia,
niscaya ALLAH mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian
membakarnya dengan api neraka.” [Abu Dawud & Ibnu Majah, dengan isnad
hasan menurut Al Mundziri, Al Albani mengatakannya hasan sahih karena isnadnya
dari para perawi Bukhari]
·
Dari Abu Dzar, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam: “Barangsiapa mengenakan pakaian pakaian
popularitas, maka ALLAH berpaling darinya sampai kelak ALLAH menghinakannya.” [Ibnu Majah & Abu Na’im, isnadnya
hasan lighairihi]
·
Dari Kinanah bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam melarang dua syuhrah, yaitu [1] seseorang
yang memakai pakaian indah yang menarik perhatian orang lain dan [2] orang yang
memakai pakaian hina atau usang yang menarik perhatian orang lain.
[Baihaqi,
isnadnya shahih tetapi munkar, karena Kinanah adalah tabi’in] Menurut Al
Albani, hadis seperti ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Na’im, alam riwayat
Thabrani yang bersumber dari Ibnu Umar, salah satu rawinya dinyatakan pemalsu
hadis, sehingga isnadnya menjadi ma’udhu.
Dari hadis-hadis itu dapatlah disimpulkan bahwa 2 macam
pakaian itu adalah:
·
Pakaian yang
harganya mahal atau terlalu mencolok yang apabila dipakai maka akan terlihat
“tampil beda”, sehingga pemakainya dapat menjadi sombong, angkuh dan riya’
dalam memamerkan pakaiannya itu.
·
Pakaian yang buruk
seperti pakaian para pengemis yang compang-camping, kusam, kumul dan kotor,
karena mungkin saja pemakainya terkena fitnah riya’ disebabkan anggapannya
bahwa ia ingin “zuhud” sebagaimana ajaran kaum Sufism, sehingga orang-orang
yang melihatnya akan berkata demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar