Masyarakat di perkotaan terbukti cenderung memiliki pola makan
tinggi lemak jenuh tapi rendah lemak tak jenuh. Akibatnya risiko terkena
Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi tinggi. Mungkin sudah waktunya diserukan
gerakan cinta ikan? Dari hasil survei Departemen Kesehatan RI terungkap bahwa
prevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat dan diikuti
meningkatnya jumlah kematian. Sebelumnya prevalensi PJK menempati urutan ke-9
penyakit yang membahayakan serta menempati urutan ke-4 sebagai penyebab
kematian. Tapi delapan tahun kemudian (tahun1980) prevalensi PJK menempati
urutan ke-6, serta urutan ke-3 sebagai penyebab kematian. Bahkan sekarang
(tahun 2000-an) sudah dapat dipastikan bahwa penyebab kematian terbesar di
Indonesia bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskuler (antara
lain PJK) dan degeneratif.
Pola Makan Hasil survei dan analisa matang Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan kecenderungan tersebut bukan hanya akan terjadi
di Indonesia atau di negara berkembang yang pembangunannya sangat pesat, tapi
juga merupakan masalah serius hampir di semua negara. Hal ini antara lain
disebabkan oleh meningkatnya taraf hidup dan sosial ekonomi, yang langsung atau
tidak mengubah pola hidup dan terutama pola makan. Bahkan menurut WHO dan
Departemen Kesehatan RI, saat ini mungkin hanya 50 persen pendudukIndonesia
yang masih mengkonsumsi bahan makanan yang disebut basic four food group
seperti buah-buahan, sayuran, padi-padian, daging berlemak rendah,
kacang-kacangan dan sejenisnya. Sedang konsumsi bahan makanan refined food
seperti antara lain yang lebih populer disebut fast food yang sangat kaya
lemak, ternyata semakin meningkat jumlahnya. Perubahan pola hidup yang langsung
dan tidaklangsung mengubah pola makan ini merupakan penyebab tingginya
peningkatan risiko PJK. Kasus penyakit kardiovaskuler khususnya PJK,
prevalensinya jauh lebih tinggi di masyarakat kota dibandingkan pedesaan.
Perubahan ini sudah terasa sejak 20 tahun lalu Ancaman Obesitas Salah satu
akibat pola hidup dan pola makan masyarakat perkotaan adalah obesitas atau
kegemukan. Kegemukan tak terkendali merupakan akibat logis dari peningkatan
sosial-ekonomi, apalagi kalau sebelumnya serba kekurangan. Memang, ada pula
obesitas yang disebabkan oleh faktor lain seperti keturunan. Obesitas tak
terkendali dapat dicontohkan sebagai berikut. Misalnya tinggi badan 160cm,
menurut perhitungan berat maksimumnya hanya (160-100)x1 kg = 60kg. Namun karena
tak terkendali oleh keadaan beratnya melambung menjadi 70 atau 80 kg, bahkan
lebih. Kelebihan berat 2 kg saja di bidang kesehatan akan banyak membawa dampak
merugikan, apalagi jika kelebihan tersebut di atas 10 kg.
Penderita obesitas mempunyai risiko tinggi penyakit
kardiovaskuler. Tapi jangan lupa, mereka yang memiliki pola hidup santai, makan
banyak, perokok berat dan tidak mau melakukan olahraga (minimaljalan kaki atau
olahraga jantung sehat) mereka pun akan mudah terkena penyakit kardiovaskuler.
Penyebabnya antara lain kandungan kolesterol meningkat tinggi. Akibat obesitas
ditambah banyak merokok, apalagi menderita diabetes, akan mudah terserang
aterosklerosis. Dari beberapa faktor
risiko tinggi yang dapat menyebabkan seseorang terkena PJK , maka pola hidup
dan pola makan merupakan faktor risiko penentu. Mungkin sudah waktunya
diserukan gerakan cinta ikan? Omega 3
Tenggiri Sudah sejak lama diakui para ahli gizi dan kesehatan bahwa pola hidup
dan pola makan masyarakat di perkotaan cenderung mengandung lebih banyak lemak
jenuh dan semakin kurang lemak tak jenuh.
Ikan merupakan sumber alami asamlemak
Omega 3 yaitu EPA dan DHA, yang berfungsi mencegah aterosklerosis (terutama
EPA). Keduanya dapat menurunkan secara nyata kadar trigliserida di dalam darah
dan menurunkan kadar kolesterol di dalam hati dan jantung. Kadar asam lemak Omega 3 dalam beberapa jenis
ikan laut di perairan Indonesia berkisar antara 0,1 - 0,5 g/100 g daging ikan.
Tentu saja ada beberapa jenis ikan lain di luar perairan Indonesia terutama
yang hidup di kawasan temperata (bermusim dingin). Seperti ikan sardine dari
Jepang memiliki kadar asam lemak Omega 3 sampai 31,174 g/100 g, sedangkan
beberapa jenis ikan di perairan Thailand justru memiliki kadar rendah sekitar
0,084 g/ 200 g. Lingkungan tempat di mana ikan tersebut tumbuh dan berkembang,
ternyata sangat berpengaruh terhadap kadar/ kandungan asam lemak Omega 3. Dari
data yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Gizi Departemen Kesehatan RI, beberapa
jenis ikan laut Indonesia memiliki kandungan asam lemak Omega 3 tinggi (sampai 10,9
g/100 g) seperti ikan sidat, terubuk, tenggiri, kembung, layang, bawal, seren,
slengseng, tuna dan sebagainya. Prof. H.Unus Suriawiria. Bioteknologi &
Agroindustri Program MM/MBA-Teknologi, ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar