RESPON PERTUMBUHAN
SETEK LIDAH MERTUA (Sansevieria
trifasciata var. Lorentii) PADA PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI IBA DAN ASAL
BAHAN TANAM
Sri
Ramadiana
Jurusan Budidaya Pertanian ,
UNILA
ABSTRAK
Lidah mertua
(Sanseviera trifasciata var. Lorentii) merupakan tanaman hias popular
yang banyak dimanfaatkan sebagai penyerap polutan, obat, dan seratnya digunakan
dalam industri tekstil. Kendala budidaya
lidah mertua yaitu penyediaan bibit dalam jumlah banyak dan waktu singkat sulit
dilakukan karena pertumbuhannya yang lambat. Salah satu cara untuk mempercepat
pertumbuhan adalah dengan pemberian zat pengatur tumbuh (IBA) pada bahan tanam setek
lidah mertua.
Penelitian
ini dilakukan mulai dari bulan Juli hingga bulan November 2007. Percobaan dilakukan secara factorial dalam Rancangan Kelompok Teracak Sempurna
(RKTS). Faktor 1 adalah IBA ( 0, 1000, 2000, 4000 ppm). Faktor II adalah asal bahan tanam (bagian
atas, tengah, dan bawah daun).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) Pemberian IBA
2000 ppm mampu menghasilkan pertumbuhan akar terbaik pada pengukuran
waktu muncul akar dan jumlah akar sedangkan 0 ppm IBA menghasilkan pertumbuhan terbaik
pada pengukuran waktu muncul tunas,
persen setek bertunas dan bobot basah tunas; (2) Bahan setek bagian tengah
menghasilkan pertumbuhan setek paling baik pada pengukuran waktu muncul akar,
jumlah akar, waktu muncul tunas, dan
bobot basah tunas; (3) Pengaruh
konsentrasi IBA tidak bergantung pada asal bahan setek.
PENDAHULUAN
Lidah mertua
(Sanseviera trifasciata var. Lorentii) merupakan salah satu tanaman hias
yang banyak diminati masyarakat. Sebagai
tanaman hias, sansevieria banyak dimanfaatkan sebagai tanaman penyerap polutan.
Sansivieria
umumnya diperbanyak dengan cara setek potongan daun. Teknik perbanyakan setek
banyak dilakukan karena bahan induk yang digunakan relatif sedikit dan dapat
menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah yang besar. Tanaman yang dihasilkan mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu keseragaman umur, ukuran, tinggi, dan dapat memperoleh tanaman
yang sempurna dalam waktu singkat.
Setiap bagian tanaman dapat digunakan
sebagai bahan setek.
Pembentukan akar
dan tunas pada setek merupakan indikasi berhasil atau tidaknya usaha
penyetekan. Zat pengatur tumbuh dapat
digunakan untuk mempercepat pertumbuhan akar dan tunas.
Menurut Hartman dan Kester (1983)
perbanyakan dengan setek mempunyai beberapa kendala, yaitu zat tumbuh tidak
tersebar merata sehingga pertumbuhan setek tidak seragam, sehingga dibutuhkan
zat pengatur pertumbuhan dari luar (eksogen).
Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah IBA. IBA memiliki kandungan kimia yang lebih
stabil dan daya kerjanya lebih lama sehingga dapat memacu pembentukan
akar. IBA yang diberikan
pada setek akan tetap berada pada tempat pemberiannya sehingga tidak menghambat
perkembangan dan pertumbuhan tunas.
BAHAN DAN METODE
Alat-alat: gunting stek, pisau, ember, pot
plastik dengan diameter 12 cm, dan alat
tulis.
Bahan-bahan:
setek daun tanaman lidah mertua (Sanseviera trifasciata var. Lorentii),
IBA, pasir, sekam bakar, Furadan 3G, dan Dithane M-45.
Perlakuan
disusun secara faktorial dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS)
dengan tiga ulangan. Faktor pertama
adalah konsentrasi IBA yaitu 0 ppm (A1),
1000 ppm (A2), 2000 ppm (A3) dan 4000 ppm (A4).
Faktor kedua adalah asal bahan tanam yaitu atas (B1), tengah (B2), dan bawah (B3). Pengelompokan berdasarkan panjang daun, yaitu kelompok I (40—50
cm), kelompok II (60—70 cm), dan kelompok III (80—90 cm). Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan
uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Kemudian data diolah dengan sidik ragam dan
dilanjutkan dengan BNT taraf nyata 5%.
Gambar 1. Tahap-tahap
pelaksanaan penelitian: pengelompokan daun (a); potongan daun bagian atas,
tengah, dan bawah (b); aplikasi IBA (c); potongan daun yang telah diberi
perlakuan IBA (d) IBA yang digunakan dalam bentuk bubuk yang kemudian dibuat
pasta. Aplikasi IBA
dilakukan dengan mengoleskan IBA pasta pada bagian bawah potongan setek hingga
rata. Jumlah IBA yang digunakan sebanyak 5 gram untuk 45
setek.
Pemeliharaan
tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma, dan pengendalian hama
dan penyakit. Untuk minggu pertama
setelah penanaman, penyiraman dilakukan dengan menggunakan handsprayer
agar IBA tidak larut atau tercuci.
Variabel yang
diamati adalah: waktu muncul akar, jumlah akar utama, bobot basah akar, waktu
muncul tunas, jumlah tunas, persen setek bertunas dan bobot basah tunas.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aplikasi IBA dengan konsentrasi 2000 ppm dan 4000
ppm memberikan respon terbaik terhadap waktu muncul akar dan jumlah akar namun
tidak berpengaruh pada bobot basah akar (Tabel 2). Hal ini berarti konsentrasi 2000 ppm IBA
sudah cukup untuk memacu pembentukan akar setek lidah mertua. Hasil penelitian Sulastiana (2007) yang
menyatakan bahwa penggunaan 2000 ppm IBA mampu meningkatkan jumlah akar primer
dan sekunder plantlet sansevieria setelah 2 bulan diaklimatisasi.
Waktu muncul
akar yang lebih cepat dan peningkatan jumlah akar menunjukkan adanya pengaruh fisiologis auksin (IBA) yang
mendorong pembelahan dan pembesaran sel.
Dengan penambahan auksin dari luar maka auksin di dalam tanaman menjadi
lebih tinggi sehingga pertumbuhan akar menjadi lebih cepat, hal ini sesuai
dengan pernyataan Sherrington (1996)
bahwa apabila di dalam tanaman perbandingan konsentrasi auksin lebih besar dari
sitokinin maka akan mengakibatkan stimulasi pada pembentukan akar namun
konsentrasi auksin yang terlalu tinggi dapat menghambat pertunasan.
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi IBA dan asal bahan tanam
pada pertumbuhan akar setek lidah mertua
5 bulan setelah tanam
Konsentrasi IBA
|
Waktu muncul
|
akar Jumlah
ak
|
ar Bobot basah akar
|
0 ppm (A1)
|
26,00 a
|
11,82 b
|
0,46 a
|
1000 ppm (A2)
|
26,00 a
|
11,83 b
|
0,47 a
|
2000 ppm (A3)
|
20,00 b
|
16,69 a
|
0,40 a
|
4000 ppm (A4)
|
20,67 b
|
16,70 a
|
0,38 a
|
BNT (0,05)
|
2,00
|
2,81
|
0,15
|
Asal bahan tanam
Atas (B1)
|
23,00 ab
|
13,25 b
|
0,41 a
|
Tengah (B2)
|
22,00 b
|
17,41 a
|
0,47 a
|
Bawah (B3)
|
24,50 a
|
12,12 b
|
0,41 a
|
BNT (0,05)
|
1,74
|
2,44
|
0,13
|
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Aplikasi
0 dan 1000 ppm IBA menghasilkan waktu muncul tunas lebih cepat 14—17 hari
dibandingkan 2000 dan 4000 ppm IBA, ditujukkan oleh Gambar 2 dan 3. Bahan tanam bagian atas menghasilkan waktu
muncul tunas lebih cepat 17 hari hari dibandingkan bagian bawah dan tengah
(Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi IBA dan asal bahan tanam
pada pertumbuhan tunas setek lidah mertua 5 bulan setelah tanam
Konsentrasi IBA
|
Waktu munctunas
|
ul Jumlah tunas
|
Persen setebertunas
|
k Bobot basah tunas
|
0 ppm (A1)
|
114,70 b
|
1,12 a
|
93,53 a
|
5,31 a
|
1000 ppm (A2)
|
114,00 b
|
1,02 a
|
85,74 ab
|
5,08 a
|
2000 ppm (A3)
|
128,59 a
|
1,13 a
|
83,65 b
|
2,99 b
|
4000 ppm (A4)
|
131,42 a
|
0,98 a
|
76,73 b
|
2,10 b
|
BNT (0,05)
|
7,64
|
0,24
|
9,69
|
1,04
|
Asal bahan
|
|
|
|
|
tanam
|
|
|
|
|
Atas (B1)
|
116,99 b
|
1,18 b
|
88,52 a
|
3,45 b
|
Tengah (B2)
|
123,26 ab
|
1,11 b
|
83,64 a
|
4,55 a
|
Bawah (B3)
|
126,29 a
|
1,90 a
|
82,57 a
|
3,61 b
|
BNT (0,05)
|
6,62
|
0,21
|
8,39
|
0,90
|
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Terhambatnya pertumbuhan tunas dapat
terjadi pada aplikasi IBA dengan konsentrasi tinggi (2000 dan 4000 ppm), yang
terlihat pada persen setek bertunas dan bobot basah tunas lebih rendah dibandingkan aplikasi 0 dan 1000
ppm IBA. Hal ini diduga karena
konsentrasi 2000 dan 4000 ppm IBA terlalu tinggi sehingga pertumbuhan tunas
terhambat. Lakitan (1995) menyatakan
bahwa aplikasi IBA yang terlalu tinggi dapat menghambat pertunasan, sedangkan
bila terlalu rendah tidak efektif untuk merangsang pertumbuhan akar. Menurut Super-Grow
(2007) penggunaan konsentrasi IBA yang disarankan bergantung pada jenis
tanaman. Konsentrasi IBA yang digunakan
untuk tanaman berkayu adalah 3000—6000 ppm, tanaman semi berkayu 20004000 ppm,
dan tanaman berbatang lunak 2000-3000
ppm, dan untuk tanaman herbaceous adalah 1000 ppm. Selain itu menurut Hartman dan Kester stek daun tomat lebih
cepat membentuk akar adventif pada IBA 8000 ppm bila dibandingkan dengan IBA
0-3000 ppm.
Terhambatnya
pertumbuhan tunas juga diduga karena energi yang dihasilkan dari metabolisme
karbohidrat telah habis digunakan untuk pertumbuhan akar. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi IBA maka jumlah akar yang
terbentuk semakin banyak tetapi waktu muncul tunas lebih lama dan persentase
setek bertunas lebih rendah. Selain itu juga diduga pemberian IBA dengan
konsentrasi tinggi menyebabkan perbandingan auksin yang dikandung menjadi lebih
tinggi dibanding sitokinin sehingga pertumbuhan akar lebih dominan dibanding
pertumbuhan tunas.
Pertumbuhan
tunas terbaik dihasilkan oleh aplikasi 0 ppm IBA yang terlihat pada variabel
waktu muncul tunas, panjang tunas, jumlah daun tunas, persen setek bertunas,
dan bobot basah tunas. Ini
menunjukkan bahwa secara genetis sansevieria tidak memerlukan auksin
dari luar.
Secara umum bahan setek bagian tengah
menghasilkan respon terbaik untuk variabel waktu muncul akar, jumlah akar,
panjang akar, jumlah tunas, dan bobot basah tunas, namun demikian bahan setek
bagian tengah tidak memberikan pengaruh pada waktu muncul tunas, sama halnya
dengan setek bagian bawah. Ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardjanti (2005) yang menyatakan bahwa
setek adenium yang berasal dari bagian tengah menghasilkan pertumbuhan akar
lebih baik daripada setek yang berasal dari bagian atas/pucuk. Hal ini diduga karena setek bagian tengah
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi daripada setek bagian atas/pucuk.
Pada awal penyetekan karbohidrat berperan penting dalam metabolisme tanaman
yang menghasilkan energi yang kemudian digunakan untuk pertumbuhan akar.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
setek bagian atas menghasilkan waktu muncul tunas dan jumlah tunas lebih baik dibandingkan
dengan setek bagian pangkal meskipun tidak berbeda nyata dengan setek bagian
tengah Ini diduga karena bahan setek
bagian atas atau pucuk lebih meristematik, yang artinya sel-sel dalam jaringan
sangat aktif membelah sehingga tunas lebih cepat muncul dan tunas yang
dihasilkan lebih banyak.
Kemampuan setek membentuk akar dan tunas
dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat dan keseimbangan hormon yang tercermin
pada C/N rasio (Salisbury dan Ross, 1995).
Diduga bahan setek yang berasal dari bagian tengah memiliki rasio C/N
yang ideal sehingga memberikan respon yang terbaik. Bahan setek dengan C/N
rasio yang tinggi akan lebih mudah membentuk akar. C/N rasio yang tinggi
menunjukkan kandungan karbohidrat atau cadangan makanan yang tinggi yang
diperlukan pada awal pertumbuhan akar.
Terbentuknya akar pada setek merupakan hal
penting, karena untuk kelangsungan hidup setek sangat tergantung pada banyaknya
akar yang terbentuk. Awal terbentuknya
akar dimulai oleh adanya metabolisme cadangan nutrisi berupa karbohidrat yang
menghasilkan energi yang selanjutnya mendorong pembelahan sel dan membentuk
sel-sel baru dalam jaringan. Setiap tanaman memiliki kemampuan totipotensi dan
dediferensiasi sehingga dapat menumbuhkan tanaman baru yang utuh.
Pembentukan dan pertumbuhan tunas akan
terjadi setelah akar terbentuk dengan baik.
Setelah primordia akar terbentuk maka akar tersebut segera dapat
berfungsi sebagai penyerap makanan dan titik tumbuhnya akan dapat segera
menghasilkan zat pengatur tumbuh (sitokinin) yang diperlukan untuk menginduksi
tunas. Kandungan karbohidrat bahan setek
bagian tengah setelah terbentuk akar dimanfaatkan untuk menumbuhkan tunas.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa:
1. Konsentrasi
IBA 2000 ppm menghasilkan pertumbuhan akar terbaik pada variabel waktu muncul
akar dan jumlah akar sedangkan IBA 0 ppm menghasilkan pertumbuhan terbaik pada
variabel waktu muncul tunas, persen setek bertunas dan bobot basah tunas.
2. Bahan
setek bagian tengah menghasilkan pertumbuhan setek paling baik pada variabel
waktu muncul akar, jumlah akar, waktu muncul tunas, dan bobot basah tunas.
3. Pengaruh konsentrasi IBA pada pertumbuhan setek lidah mertua
tidak bergantung pada asal bahan setek.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, T.D dan B.E, Haissig. 1988. Adventitious
Root Formation in Cuttings.
Dioscorides Press. Portland, Oregon.
315 p.
Hardjanti, S. 2005.
“Pertumbuhan Setek Adenium Melalui Penganginan, Asal Bahan Setek,
Penggunaan Pupuk Daun dan Komposisi Media”.
http://pertanian.uns.ac.id.
Diakses pada 28 Maret 2008.
Hartman, H.T dan D.E, Kester. 1983. Plant Propagation Principles and
Practices Fourth Edition. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. 727 p.
Lakitan, B. 1995. Hortikultura.
Teori, Budidaya, dan Pascapanen. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 219 hlm.
Salisbury B.F dan C.W
Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diterjemahkan oleh
Diah R. Lukman dan Ir. Sumaryono, M.Sc.
Jilid 3. ITB. Bandung.
343 hlm.
Sulastiana, P. 2007. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Indol
Butyric Acid (IBA) dan Pemotongan Akar pada Keberhasilan Aklimatisasi Sanseviera
trifasciata Menggunakan 2 Media Tanam.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 72 hlm.
Super-Grow.
2007. “Indole-3-Butyric Acid”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar