Agama Islam telah memberikan
petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan. Mulai dari
anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah
(peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika
terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (memberi
nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan
gamblang.
Selanjutnya untuk memahami konsep
pernikahan dalam Islam, maka rujukan yang paling benar dan sah adalah Al Qur’an
dan As Sunnah Ash Shahihah yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih.
Berdasar rujukan ini, kita akan memperoleh kejelasan tentang aspek-aspek
pernikahan, maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang
terjadi di dalam masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah
kemanusiaan. Maka dari itu Islam menganjurkannya, karena nikah merupakan
gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Allah Ta’ala berfirman:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum:30)
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan
pernikahan besar sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat. Allah
Ta’ala berfirman:
“Dan mereka (isteri-isterimu)
telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa’:21)
Sampai-sampai iaktan itu ditetapkan
sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah
bersabda:
“Barangsiapa menikah, maka ia
telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR.Ath Thabrani, Syaikh Albani
menghasankannya)
ISLAM TIDAK MENYUKAI MEMBUJANG
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras orang yang tidak mau
menikah. Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam memerintahkan kami untuk menikah dan melarang kami membujang
dengan larangan yang keras.” Beliau bersabda:
“Nikahilah wanita yang subur dan
penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan
umat-umat lain.” (HR. Abu Dawud, An Nasa-i, Al Hakim, Al Baihaqi dari Ma’qil
bin Yasar dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Pernah suatu ketika, tiga orang
sahabat radhiallahu anhum datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam tentang peribadahan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka.
Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa
tanpa putus”. Sahabat lain berkata:”Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya
tidak akan menikah selamanya…”. Ketika hal itu di dengar oleh Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, beliau keluar seraya berkata:
“Benarkah kalian telah berkata
begini dan begitu?Sungguh demi Allah, sesunguhnya akulah yang paling takut dan
taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka,
aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa
yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari,
Muslim, Ahmad, AN Nasa-i dan Al Baihaqi dari sahabat Anas bin Malik)
Allah memerintahkan untuk menikah.
Dan seandainya mereka fakir, niscaya Allah Ta’ala akan membantu dengan
memberikan rezeki kepada mereka. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada
orang yang menikah, dalam firmanNya:
“Dan nikahkanlah orang-orang
yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan wanita. Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur:32)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya:
“Ada tiga golongan manusia yang
berhak mendapat pertolongan Allah. Yaitu, mujahid fi sabilillah, budak yang
menebus dirinya supaya merdeka, dan orang yang menkah karena ingin memelihara
kehormatannya.” (HR. Ahmad, An Nasa-i, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim,
dari sahabat Abu Hurairah. Hadits ini hasan)
TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Untuk
Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia.
Dan jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan akad nikah
(melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang kotor dan menjijikkan,
seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur,
berzina, lesbi, homo dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan
oleh Islam.
2. Untuk
Membentengi Akhlak Yang Mulia
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Wahai, para pemuda! Barangsiapa
diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka nikahlah, karena nikah itu
lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat
membentengi dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad
Darimi dan AL Baihaqi, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud)
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga
Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa
Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak
sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat
berikut:
“Thalaq (yang dapat dirujuki)
dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir keduanya (suami
isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang pembayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al
Baqarah:229)
Jadi tujuan yang luhur dari
pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah
tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah
wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah
tangga yang Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon
pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara
kriteria itu adalah harus kafa’ah dan shalihah.
Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Kafa’ah (setaraf, sederajat)
menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlaq seseorang,
bukan diukur dengan status social, keturunan dan barometer duniawi lainnya.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang-orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat:13)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Seorang wanita dinikahi karena
empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka
hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya). niscaya kamu
akan beruntung.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad,
dari sahabat Abu Hurairah)
Memilih Yang Shalihah
Orang yang hendak menikah, harus
memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang
shalih. Allah berfirman:
“Wanita-wanita yang keji untuk
laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang
keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan
laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nuur:26)
Menurut Al Qur’an, wanita yang
shalihah adalah:
“Wanita yang shalihah ialah yang
ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah
telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisa’:34)
Menurut Al Qur’an dan Al Hadits
yang shahih, diantara cirri-ciri wanita yang shalihah adalah:
-
Ta’at kepada Allah dan ta’at kepada
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
-
Ta’at kepada suami dan menjaga
kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
-
Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada
waktunya.
-
Melaksanakan puasa pada bulan
Ramadhan.
-
Banyak shadaqah dengan seizing
suaminya.
-
Memakai jilbab yang menutup seluruh
auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah
(QS. Al Ahzab:33).
-
Tidak berbincang-bincang dan
berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya
adalah syaitan.
-
Tidak menerima tamu yang tidak
disukai oleh suaminya.
-
Ta’at kepada kedua orang tua dalam
kebaikan.
-
Berbuat baik kepada tetangganya
sesuai dengan syari’at.
-
Mendidik anak-anaknya dengan
pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya
Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
4. Untuk
Meningkatkan Ibadah kepada Allah.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Dan dalam hubungan suami isteri
salah seorang diantara kalian adalah sedekah (Mendengar sabda Rasulullah), para
sahabat keheranan dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah. Apakah salah seorang dari
kita memuaskan syahwatnya (kebutuhan biologisnya terhadap isterinya) akan
mendapat pahala?’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: ‘Bagaimana menurut
kalian, jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selian isterinya, bukankah
mereka berdosa?’ Jawab para sahabat:’Ya, benar’. Beliau bersabda lagi:’Begitu
pula kalau mereka bersetubuh dengan isterinya (ditempat yg halal), mereka akan
memperoleh pahala.’” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Dzar)
5. Untuk
Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah
untuk melestarikan dan mengembangkan Bani Adam sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Allah telah menjadikan dari
diri-diri kamu itu pasangan suami isteri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah?” (QS. An Nahl:72)
Yang terpenting lagi dalam pernikahan
bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk
generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada
Allah. Sebagaimana firman Allah:
“Dan carilah apa yang telah
ditetapkan Allah untuk kalian (yaitu anak).’ (QS. Al Baqarah:187).
Yang dimaksud dengan ayat ini,
“Hendaklah kalian mencampuri isteri kalian dan berusaha untuk memperoleh anak.”
TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia
meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh oarng
lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang
dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang
harus dipenuhi:
-
Adanya suka sama suka dari kedua
calon mempelai.
-
Adanya ijab qabul.
-
Adanya mahar.
-
Adanya wali
-
Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul ‘urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan
sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaklah diundang pula orang-orang
miskin. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih
seekor kambing.” (HR.Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad
Darimi, Ahmad, dari sahabat Anas bin Malik)
SEBAGIAN PELANGGARAN YANG TERJADI DALAM PERNIKAHAN YANG
WAJIB DIHINDARKAN (DIHILANGKAN)
1. Pacaran.
2. Tukar cincin.
3. Menuntut mahar yg tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Mencukur jenggot bagi laki-laki dan mencukur alis mata bagi
wanita.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu
pernikahan
7. Mengucapkan ucapan selamat ala kaum jahiliyah.
8. Adanya ikhtilath (bercampur-baurnya antara laki-laki dan
perempuan).
9. Musik, nyanyi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Marilah kita berupaya untuk
melaksanakan pernikahan dan membina rumah tangga dengan cara yang Islami, serta
berusaha meninggalkan aturan, tata-cara, upacara dan adat istiadat yang
bertentangan dengan Islam. Jangan meniru cara-cara orang-orang kafir dan
orang-orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
Anjuran Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam untuk menikah mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang
dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Dapat menundukkan pandangan.
2. Akan terjaga kehormatan
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu
sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
6. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
7. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa
rahmah, sebagaimana firman Allah:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan
saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar Rumm:21)
8. Akan mendapatkan keturunan yang shalih
9. Menikah dapat menjadi sebab peningkatan jumlah ummat Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Sesungguhnya banyak anak itu banyak
manfaatnya. Dianatara manfaaat dengan banyaknya anak dan keturunan, adalah:
a. Di Dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
b. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
c. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang
tuanya sudah tidak lagi beramal (telah meninggal dunia).
d. Jika ditaqdirkan oleh Allah anaknya meninggal ketika masih
kecil, insya Allah ia akan menjadi syafa’at (penolong) bagi orang tuanya nanti
di akhirat.
e. Anak akan menjadi hijab (pemelihara) dirinya dengan api neraka,
manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih
dan shalihah.
f. Dengan banyaknya anak, akan menjadikan salah satu sebab bagi
kemenangan kaum muslimin ketika dikumandangkan jihad fi sabilillah, karena
jumlah yang sangat banyak.
g. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bangga dengan jumlah
umatnya yang banyak. Apabila seorang muslim cinta kepada Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, maka hendaklah ia mengikuti keinginan Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam untuk memperbanyak anak, karena Beliau Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bangga dengan tingginya kuantitas umatnya pada hari kiamat.
Bila Belum Dikaruniai Anak
Apabila ditaqdirkan Allah sepasang
suami isteri sudah menikah sekian lama, namun belum juga dikaruniai anak, maka
janganlah dia berputus asa dari rahmat Allah. Hendaklah dia terus berdo’a
sebagaimana Nabi Ibrahim dan Zakaria ‘Alaihis Salam telah berdoa kepada Allah,
sampai Allah mengabulkan do’a mereka. Dan hendaknya bersabar dan ridho dengan qadha’
dan qadar yang Allah tentukan, serta meyakini bahwa semua itu ada hikmahnya.
Do’a mohon dikaruniai keturunan
yang baik dan shalih terdapat dalam Al Qur’an, yaitu:
“Ya Rabbku, anugerahkanlah
kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. Ash
Shaafat:100).
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al
Furqan:74).
“Ya Rabbku, janganlah Engkau
membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling baik.” (QS.
Al Anbiyaa:89).
Mudah-mudahan Allah memberikan
keturunan yang shalih kepada pasangan suami isteri yang belum dikaruniai anak.
HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI
SUAMI
Diantara kewajiban dan hak tersebut
adalah seperti yang tercantum dalam sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari
sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy radhiallahu
anhu, ia berkata: Saya telah bertanya, “Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri
yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
menjawab:
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan.
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian.
3. Janganlah engkau memukul wajahnya,dan
4. Janganlah engkau menjelek-jelekannya, dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia meliankan di dalam
rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).
(HR.Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad,
Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Al Baghawi, An Nasa-i. Hadits ini dishahihkan oleh Al
Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu Hibban)
Mengajarkan Ilmu Agama
Di samping hak diatas harus
dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami juga wajib mengajarkan ajaran Islam
kepada isterinya. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya (terbuat
dari) manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi
keras, yang tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At Tahrim:6)
Untuk itulah, kewajiban sang suami
untuk membekali dirinya dengan menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan
menghadiri majelis-majelis ilmu yang mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai
dengan pemahaman Salafush Shalih-generasi terbaik,yang mendapat jaminan dari
Allah-sehingga dengan bekal tersebut, seorang suami mampu mengajarkannya kepada
isteri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup mengajarkan mereka, seorang
suami harus mengajak isterinya menuntut ilmu syar’i dan menghadiri
majelis-majelis taklim yang mengajarkan tentang aqidah, tauhid mengikhlaskan
agama kepada Allah, dan mengajarkan tentang bersuci, berwudhu’, shalat, adab
dan lainnya.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Ketaatan Istri Kepada Suaminya
Setelah wali (orang tua) sang
isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada sang suami
menjadi hak yang tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam:
“Kalau seandainya aku boleh
menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang
wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, dari
sahabat Abu Hurairah. Ini lafazh milik Tirmidzi, ia berkata,’Hadits ini hasan
shahih’)
Sang isteri harus taat kepada
suaminya, dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam hal agama),
misalnya ketika diperintahkan untuk shalat, berpuasa, mengenakan busana
muslimah, menghadiri majelis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan
surga bagi dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Apabila seorang wanita
mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga
kemaluannya, menjaga kehormatannya dan dia taat kepada suaminya, niscaya ia
akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki.” (HR. Ibnu
Hibban, dari sahabat Abu Hurairah. Hadits ini hasan shahih)
Isteri Harus Banyak Bersyukur Dan
Tidak Banyak Menuntut
Perintah ini sangat ditekankan
dalam Islam, bahkan Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, manakala sang
isteri benyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya aku diperlihatkan
neraka dan melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita.” Sahabat bertanya:
“Sebab apa yang menjadikan mereka paling banyak menghuni neraka?” Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: “Dengan sebab kufur”. Sahabat bertanya:”Apakah
dengan sebab mereka kufur kepada Allah?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
menjawab:”(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada
kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada
isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada
diri suaminya, maka dia mengatakan ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada
dirimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim, Abu ‘Awanah, Malik, An Nasa-i serta Al
Baihaqi, dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan diriwayatkan pula dari beberapa sahabat).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan
melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya dan dia
selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” (HR. AN Nasa-i, Al Hakim, Al Baihaqi
dari sahabat Abdullah bin Amr. Al Hakim berkata,’Hadits ini sanadnya shahih,’
dan disepakati oleh Imam Adz Dzahabi)
Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada
Suaminya
Perbuatan ihsan (baik) seorang
suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau yang lebih baik.
Isteri harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus
anak-anaknya menurut syari’at Islam yang mulia. Allah telah mewajibkan kepada
dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus
anak-anaknya.
NASEHAT UNTUK SUAMI ISTERI
1. Bertakwa kepada Allah dalam keadaan bersama maupun sendiri, di
rumahnya maupun di luar rumahnya.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah dan menjaga batas-batas
Allah di dalam keluarga.
3. Melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan minta tolong kepada
Allah. Laki-laki wajib mengerjakan shalat lima
waktu di masjid secara berjama’ah. Dan perintahkan anak-anak untuk shalat pada
waktunya.
4. Menegakkan shalat-shalat sunnah, terutama shalat malam.
5. Perbanyak berdzikir kepada Allah. Bacalah Al Qur’an setiap
hari, terutama surat
Al Baqarah. Bacalah pula do’a dan dzikir yang telah diajarkan oleh Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ingatlah, bahwa syaitan tidak senang kepada
keutuhan rumah tangga dan syaitan selalu berusaha mencerai-beraikan suami
isteri. Dan ajarkan anak-anak untuk membaca Al Qur’an dan dzikir.
6. Bersabar atas musibah yang menimpa dan bersyukur kepada Allah
atas segala nikmat-Nya.
7. Terus menerus berintrospeksi antara suami isteri. Saling
menasehati, tolong menolong dan memaafkan serta mendo’akan. Jangan egois dan
gengsi.
8. Berbakti kepada kedua orang tua.
9. Mendidik anak agar menjadi anak-anak yang shalih, ajarkan
tentang aqidah, ibadah dan akhlak yang benar dan mulia.
10. Jagalah anak-anak dari media yang merusak aqidah dan akhlak.
NASIHAT KHUSUS UNTUK SUAMI
Wahai Para Suami!!
1.
Apa yang memberatkanmu-wahai hamba
Allah-untuk tersenyum di hadapan isterimu ketika engkau masuk menemuinya, agar
engkau memperoleh ganjaran dari Allah.
2.
Apa yang membebanimu untuk bermuka
cerah ketika engkau melihat isteri dan anak-anakmu? Engkau akan mendapat
pahala.
3.
Apa sulitnya jika engkau masuk ke
rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna: “Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh” agar engkau memperoleh tiga puluh kebaikan.?
4.
Apa yang kira-kira akan menimpamu
jika engkau berkata kepada isterimu dengan perkataan yang baik, sehingga ia
meridhaimu, sekalipun dalam perkataanmu tersebut agak sedikit dipaksakan?
5.
Apakah yang menyusahkanmu-wahai
hamba Allah-jika engkau berdo’a: “Ya Allah! Perbaikilah isteriku, dan curahkan
keberkahan padanya.”
6.
Tahukah engkau bahwa ucapan yang
lembut merupakan shadaqah?.
NASIHAT KHUSUS UNTUK ISTERI
Wahai Para Isteri
1.
Apakah yang menyulitkanmu, jika
engkau menemui suami ketika dia masuk ke rumahmu dengan wajah yang cerah sambil
tersenyum manis?
2.
Berhiaslah untuk suamimu dan
raihlah pahala di sisi Allah, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai
keindahan, gunakanlah wangi-wangian! Bercelaklah! Berpakaianlah dengan busana
terindah yang kau miliki untuk menyambut kedatangan suamimu. Ingat, janganlah
sekali-kali engkau bermuka muram dan cemberut di hadapannya.
3.
Jadilah engkau seorang isteri yang
memiliki sifat lapang dada, tenang dan selalu ingat kepada Allah dalam segala
keadaan.
4.
Didiklah anak-anakmu dengan baik,
penuhilah rumahmu dengan tasbih, takbir, tahmid dan tahlil serta perbanyaklah
membaca Al Qur’an, khususnya surat Al Baqarah,
karena surat
tersebut dapat mengusir syaitan.
5.
Bangunkanlah suamimu untuk
mengerjakan shalat malam, anjurkanlah dia untuk berpuasa sunnah dan ingatkanlah
dia kembali tentang keutamaan berinfak, serta janganlah melarangnya untuk
bersilaturahim.
6.
Perbanyaklah istighfar untuk
dirimu, suamimu, orang tuamu, dan semua kaum muslimin, dan berdoalah selalu
agar diberikan keturunan yang shalih dan memperoleh kebaikkan dunia dan
akhirat, dan ketahuilah bahwasanya Rabb-mu Maha Mendengar do’a. Sebagimana
firman Allah:
“Dan Rabb kalian
berfirman:’Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian’.”
(QS.Al Mu’min:60)
KEPEMIMPINAN LAKI-LAKI ATAS WANITA
Allah Ta’ala berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang
shalih ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi dan Maha Besar.” (QS. An Nisa’:43)
KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK
Sang suami sebagai kepala rumah
tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban tanggung jawabnya,
karena Allah akan mempertanyakannya di hari akhir kelak. Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu sekalian adalah pemimpin,
dan kamu sekalian bertanggungjawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir
(Raja) adalah pemimpin, laki-laki pun pemimpin atas keluarganya, dan perempuan
juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya, ingatlah bahwa kamu
sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawabannya
atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dari shabat Ibnu Umar)
Seorang suami harus berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu
agama, memahaminya serta melaksanakan dan mengamalkan apa-apa yang
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, serta
menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu
‘Alaihi Wassalam. Kemudian dia mengajak dan membimbing sang isteri untuk berbuat
demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya, karena
tabi’at anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar, agar mereka
mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta,
mengenal dan mencintai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yang pada diri
beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan
memahami Islam untuk diamalkan.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka
kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan
oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in, sehingga banyak
dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama
bagi orang tua kepada anaknya.
4. Perhatian orang tua terhadap anaknya juga dalam hal akhlaqnya,
dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlaq (berbakti) kepada orang
tua.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena sangat
bisa jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlaq
anaknya.
6. Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya
menjadi isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada
Allah pada waktu-waktu yang mustajab, seperti sepertiga malam terakhir, agar
keluarganya dijadikan keluarga yang shalih, dan rumah tangganya diberikan
sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti do’a yang tercantum dalam Al Qur’an:
“Dan orang-orang yang berdo’a:’Ya
Allah, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami, keturunan-keturunan kami
sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al Furqan:74)
Paling tidak, seorang suami
hendaknya bisa menjadi teladan dalam keluarganya, dihormati oleh sang isteri dan
anak-anaknya, kemudian mereka menjadi hamba-hamba Allah yang shalih dan
shalihah, bertakwa kepada Allah.
Inilah kiat-kiat yang hendaknya
semorang muslim dan muslimah lakukan untuk mewujudkan keluarga sakinah. Wallahu
a’lam bish shawab.
Maraji’:
1. ‘Isyratun Nisaa’, Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin
Syu’aib bin ‘Ali An Nasa-i, tahqiq dan ta’liq ‘Amir Ali Umar, Cet. Maktabah As
Sunnah, Kairo, Th. 1408H.
2. Adabuz Zifaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif
(karya) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Daarus Salam,. Th.1423H.
3. Irwaa-ul Ghalil Fii Takhriji Ahaadits Manaaris Sabil,
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Al Maktab Al Islami.
4. Al Insyirah Fii Adaabin Nikah, ta’lif Abu Ishaq Al
Huwaini Al Atsari, Cet. II, Darul Kitab Al ‘Arabi, Th.1408H.
5. Fiqhut Ta’aamul Baina Az Zaujaini Wa Qabasat Min
Baitin Nubuwwah, ta’lif Syaikh Abu Abdillah Mushthafa bin Al ‘Adawi, Cet. I,
Darul Qasim, 1417H.
6. Tuhfatul ‘Arus, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istambuli.
7. Adaabul Khitbah Wa Zifaaf Fis Sunnah Al Muthahharah,
ta’lif ‘Amr Abdul Mun’im Salim, Cet. I, Daarudh Dhiyaa’, Th. 1421H.
Dikutip dari Majalah As Sunnah Edisi
Khusus/VIII/1425H/2004M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar