BAB VII
Tiga Kelompok Penyeleweng Kebenaran
Pertama:
Peranan Sejarah Di Dalam Membangkitkan Umat
Sesungguhnya umat yang maju adalah umat yang mengambil pelajaran
dari sejarah, dan menghadirkan pengalaman-pengalaman sejarah di hadapannya,
setelah sebelumnya menyadari hukum-hukum sejarah yang akan menuntun umat menuju
peradaban. Di samping juga mengetahui sebab-sebab kehancuran dan kemunduran umat-umat
terdahulu. Allah SWT tidak mengkhususkan satu hukum untuk sebuah kaum dan tidak
bagi kaum yang lain, melainkan Allah menjadikannya sebagai satu sunah yang
tidak berubah. Allah SWT berfirman, "Maka sekali-kali kamu tidakakan
mendapat penggantian bagi sunah Allah, dan sekali-kali tidak pula akan menemui
penyimpangan bagi sunah Allah itu.
Kehidupan berdiri di atas satu hakikat, yaitu pertarungan yang
terus-menerus di antara yang hak dengan yang batil. Seluruh peristiwa yang
terjadi di dalam sejarah manusia tidak keluar dari konteks pertarungan ini.
Dengan hati nurani kita dapat menyelami sejarah dan menjadikannya hidup serta
berinteraksi dengan kehidupan kita sekarang. Kita dapat menyelami lebih dalam
tentang terjadinya berbagai perpecahan mazhab di dalam sejarah umat Islam.
Untuk mengkaji ini mau tidak mau kita harus mengesampingkan berbagai emosi dan
kecenderungan pribadi, dan mendasarkan diri kepada kaidah-kaidah Al-Qur'an.
Sehingga kita mampu melakukan analisa yang objektif, dan mampu melihat berbagai
peristiwa bukan hanya sebatas permukaannya saja melainkan sampai ke
substansinya. Dengan begitu kita akan bisa sampai kepada penglihatan yang jelas
dan objektif, dan bukan penglihatan yang salah dan rancu.
Untuk itu, marilah kita mulai sebagaimana seolah-olah Al-Qur’an
al-Karim baru diturunkan kepada kita. Kita membaca di dalam Al-Qur'an,
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan
memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum
mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah
mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah
mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim
kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri
sendiri." (QS. ar-Rum: 9)
Sebaliknya, umat yang beku tidak mampu memahami sejarah beserta
hukum-hukum dan pengalaman-pengalamannya. Oleh karena itu, mereka kehilangan
kemampuan penglihatan yang menjadikan mereka mampu menguasai
peristiwa-peristiwa sekarang dan berjalan menyongsong masa depan.
Kekuasaan Dan Penyelewengan Sejarah
Jika demikian, maka setiap penolakan untuk melakukan pengkajian
sejarah, dengan alasan akan membangkitkan fitnah-fitnah yang telah lalu, atau
alasan-alasan lainnya, tidaklah pada tempatnya. Penolakan itu tidak lain hanya
menunjukkan kebodohan orang yang ber-sangkutan. Pada hakikatnya, seandainya pun
di sana
terdapat fitnah, maka fitnah itu disebabkan pemalsuan dan penyelewengan yang
dilakukan terhadap sejarah. Karena sejarah sebagai sebuah sejarah, dia tidak
lebih hanya merupakan sebuah cermin yang memantulkan peristiwa-peristiwa yang
telah lalu bagi orang-orang yang sekarang, dengan tanpa adanya rekayasa dan
pemalsuan. Namun, manakala sejarah jatuh ke tangan para politikus kotor maka
dia akan berubah bentuknya dan akan rusak wajahnya. Dari sinilah kemudian
timbulnya berbagai pandangan dan mazhab. Karena, jika sejarah lurus-lurus saja
dan tidak ada rekayasa maka tentu akan tersingkap kepalsuan berbagai mazahab
yang ada dan akan diketahui kebatilannya.
Apa yang diderita oleh kaum Muslimin sekarang, berupa
terkotak-kotaknya mereka ke dalam beberapa mazhab dan kelompok, itu tidak lain
merupakan buah dari berbagai penyelewengan yang terjadi di dalam sejarah Islam,
yaitu berupa pemalsuan dan penyembunyian kebenaran yang dilakukan oleh para
sejarahwan. Mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari para perencana
yang hendak mendiskreditkan mazhab Ahlul Bait untuk kepentingan politik. Para perencana ini telah bermain di semua tingkatan,
untuk membentuk arus lain yang mempunyai tampilan Islam, sebagai lawan dari
Islam yang sesungguhnya. Oleh karena sejarah menceritakan seluruh apa yang
dilihatnya, maka para perencana ini mau tidak mau harus membungkam dan
membutakannya, sehingga tidak dapat menyingkap tipu daya yang dilakukannya.
Oleh karena itu, mereka menempatkan sejarah di dalam gengaman tangan penguasa,
supaya sejarah itu bergerak ke arah mana saja penguasa bergerak.
Maka para sejarahwan pun berada di bawah ancaman dan bujukan para
penguasa. Bulu-bulu tangan mereka bergetar karena harus memalsukan kebenaran.
Kebijakan politik yang diikuti para penguasa Bani Umayyah, dan kemudian
dilanjutkan oleh para penguasa Bani Abbas, sejak awal adalah bertujuan untuk
mencemarkan wajah Ahlul Bait as. Semata-mata menyatakan kecintaan kepada Ali
bin Abi Thalib dan Ahlul Baitnya, cukup menjadi alasan seseorang untuk
dihancurkan rumahnya dan diputus bagiannnya dari baitul mal. Bahkan Mu'awiyah
senantiasa mengintai Syi'ah Ali dengan mengatakan, "Bunuh mereka, meski
mereka hanya baru disangka syi'ahnya Ali." Sehingga menyebutkan
keutaman-keutamaan Ahlul Bait as
merupakan sebuah kejahatan yang tidak dapat diampuni. Untuk mengetahui
tragedi-tragedi yang menimpa para Imam Ahlul Bait dan para syi'ah mereka,
silahkan Anda merujuk kepada kitab Magatil ath-Thalibiyin, karya Abul Faraj
al-Isfahani.
Apalagi dengan para sejarahwan. Tidak mudah bagi mereka pada
kondisi yang keras ini menuliskan keutamaan-keutamaan Ahlul Bait dan
menyebutkan sejarah kehidupan mereka yang cemerlang.
Demikianlah, generasi demi generasi mewariskan kebenaran yang
telah diselewengkan. Bahkan, keadaan berkembang lebih jauh dari itu manakala
para ulama terkemudian (muta'akhkhir) membenarkan para pendahulunya, dan
menukil segala sesuatu dari mereka dengan tanpa melakukan pengkajian dan
perenungan. Maka rasa permusuhan kepada Ahlul Bait dan Syi'ah mereka pun
menjadi berakar, dan demikian juga kebodohan terhadap pihak lain. Tidaklah aneh
mana-kala Ibnu Katsir menceritakan Ja'far bin Muhammad ash-Shadiq as di dalam
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun seratus empat puluh delapan Hijrah,
dia tidak lebih hanya mengatakan, "Pada tahun itu Ja'far bin Muhammad ash-Shadiq
wafat." Dia hanya menyebutkan tahun wafatnya, namun tidak sedikit pun
menyebutkan sesuatu dari kehidupannya. Banyak sekali bukti-bukti penyeleweangan
yang dilakukan oleh para sejarahwan. Kita cukupkan dengan hanya menyebut
beberapa contoh darinya.
Bagaimana Para
Sejarahwan Mencatat Sejarah Syi'ah?
Thabari —sejarahwan pertama di dalam Islam— dan para sejarahwan
terkemudian yang menukil darinya mengatakan bahwa pendiri Syi'ah ialah seorang
Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba, yang berasal dari kota Shan'a. Saya ingat, orang yang pertama
saya dengar menyebut nama ini adalah salah seorang saudara saya yang berfaham
Wahabi. Dia mengatakan, Syi'ah itu Yahudi. Syi'ah berasal dari Abdullah bin Saba , seorang Yahudi. Setelah saya kaji masalah ini, saya
temukan dia menukil dari Ihsan Ilahi Zahir. Saya menulis perkataan ini dalam
keadaan tangan saya memegang buku Ihsan Ilahi Zahir, asy-Syi'ah wa as-Sunnah.
Ihsan Ilahi Zahir menukil cerita-cerita dusta ini dari Thabari dan
sejarahwan-sejarahwan lainnya. Di sini, saya akan menukilkan apa yang telah
dinukil oleh Ihsan Ilahi Zahir dari Thabari,
"Sejarahwan paling terdahulu, Thabari menyebutkan, 'Abdullah
bin Saba adalah seorang Yahudi yang berasal
dari Shan'a. Ibunya bernama Sauda, dan dia masuk Islam pada zaman Usman. Kemudian
dia berpindah-pindah dari satu negeri kaum Muslimin ke negeri kaum Muslimin
lainnya, di dalam rangka usaha menyesatkan mereka. Pertama-tama dia pergi ke
Hijaz, kemudian ke Basrah, Ke Kufah dan ke Syam, namun dia tidak mampu
melaksanakan apa yang diinginkannya terhadap satu orang penduduk Syam pun.
Kemudian orang-orang mengusirnya dari Syam, hingga akhirnya dia datang ke
Mesir. Dia mengunjungi mereka dan berkata, 'Sungguh mengherankan orang yang
meyakini bahwa Isa akan kembali namun mendustakan bahwa Muhammad akan kembali.
Padahal Allah SWT telah berfirman, 'Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu
(melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an akan mengembalikan kamu ke tempat
kembali.' Oleh karena itu, Muhammad lebih berhak kembali dibandingkan Isa.'
Thabari melanjutkan perkataannya, 'Maka diterimalah yang demikian itu darinya,
dan ditetapkanlah keyakinan raj'ah bagi mereka, dan mereka pun membicarakan
tentangnya. Kemudian Abdullah bin Saba berkata
kepada mereka, 'Sesungguhnya terdapat seribu nabi, dan tiap-tiap nabi mempunyai
seorang washi, dan Ali adalah washinya Muhammad.' Lalu Abdullah bin Saba mengatakan bahwa Muhammad adalah penutup para nabi
dan Ali penutup para washi. Selanjutnya Abdullah bin Saba
mengatakan bahwa sezalim-zalimnya manusia adalah orang yang tidak memenuhi
wasiat Rasulullah saw, menyerang washi Rasulullah, dan menguasai urusan umat.
Kemudian Abdullah bin Saba berkata kepada mereka, 'Sesungguhnya Usman telah
merebut urusan ini dengan tanpa kebenaran, padahal ini adalah washinya
Rasulullah saw, maka oleh karena itu bangkitlah kamu di dalam urusan ini, dan
mulailah dengan mencaci-maki para pemimpin kamu, serta tampakkanlah amar ma'ruf
dan nahi munkar supaya kamu dapat menarik simpati orang, dan serulah mereka
kepada urasan ini.'"
Dengan cerita ini, mereka menisbahkan keyakinan-keyakinan Syi'ah
dan sejarah mereka kepada Abdullah bin Saba ,
dan meletakan penghalang psikologis di antara para pengkaji dan kebenaran.
Sehingga mereka berjalan berdasarkan model yang telah diletakan oleh para
sejarahwan, yaitu dengan tanpa melakukan pengkajian dan penelitian. Sebagai
contoh, kita mendapati penulis Ahmad Amin di dalam bukunya Fajr al-Islam,
setelah dia menukil kisah Abdullah bin Saba
dan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran yang tidak diragukan lagi, dia menemukan
di hadapannya jalan yang terbuka untuk melontarkan berbagai tuduhan dan
kebohongan atas Syi'ah. Dia mengatakan pada halaman 269 dari bukunya,
"Keekstriman Syi'ah mengenai Ali tidak hanya cukup sampai sebatas ini.
Mereka tidak merasa cukup dengan mengatakan Ali sebagai seutama-utamanya
makhluk sepeninggal nabi, dan bahwa dia maksum, melainkan mereka juga
menuhankannya. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan, 'Telah merasuk satu
bagian ketuhanan pada diri Ali, dan telah bersatu dengan jasadnya, sehingga
oleh karena itu dia mengetahui yang ghaib.'" Kemudian, Ahmad Amin menukil
khurafat tentang Ibnu Saba dan memberikan komentar tentangnya. Selanjutnya, dia
mengambil kesimpulan sebagai berikut, "Yang benar ialah bahwa Syi'ah
merapakan tempat berlindung setiap orang yang hendak menghancurkan Islam,
dikarenakan permusuhan atau kedengkian mereka terhadap Islam, dan juga
merupakan tempat berlindung bagi orang yang hendak memasukkan ajaran-ajaran
bapaknya, yang berasal dari ajaran-ajaran Yahudi, Kristen, Zaroster dan
Hindu..." Dia mengatakan semua ini secara spontan, dengan tanpa melakukan
pengkajian dan penelitian. Bahkan, dia tidak ubahnya seperti orang yang
mengigau yang tidak mengetahui apa yang dikatakannya. Namun, kecaman tidak
patut ditujukan kepadanya, karena yang dia kemukakan tidak lain merupakan hasil
penyelewengan sejarah yang dilakukan oleh para sejarahwan.
Begitulah sejarah. Kisah sabaiyyah (Abdullah bin Saba )
telah menjadi faktor penting di dalam pemalsuan kebenaran dan penyesatan umat.
Para ulama Syi'ah telah menentang pemikiran sabaiyyah, dan telah melakukan
pengkajian mengenainya secara mendalam, dan mereka menemukan kenyataan bahwa
kisah Abdullah bin Saba adalah kisah fiktif.
Allamah Murtadha al-Askari, secara khusus telah membahas masalah ini di dalam
kitab tersendiri yang terdiri dari dua jilid, yang diberinya judul Abdullah bin
Saba wa Asathir Ukhra. Di dalam kitab ini dia
meneliti riwayat tentang Ibnu Saba dari seluruh kitab-kitab referensi sejarah.
Pada kesempatan ini saya tidak bisa mengemukakan semua dalil yang mendukung
fakta ini, namun saya hanya mencukupkan dengan mengemukakan beberapa petunjuk
berikut:
Cerita bohong ini kembali kepada seorang perawi yang bernama Saif
bin Umar. Dia penulis kitab al-Futuh al-Kabirah wa ar-Raddah dan kitab al-Jamal
wa Masirah Aisyah wa Ali. Thabari menukil cerita bohong ini di dalam kitab
tarikhnya dari kedua kitab tersebut, dan demikian juga Ibnu Asakir serta
adz-Dzahabi di dalam kitab tarikhnya al-Kabir.
Pendapat Para Ulama Tentang Saif Bin Umar
1. Yahya bin Mu'in (wafat tahun 233 Hijrah) berkata, "Lemah
hadisnya, dan tidak ada kebaikan darinya."
2. Abu Dawud (wafat tahun 275 Hijrah) berkata, "Dia bukan
apa-apa. Dia pendusta."
3. Nasa'i (wafat tahun 303 Hijrah) berkata, "Dia orang yang
lemah, ditinggalkan hadisnya, dan tidak dipercaya."
4. Ibnu Hatim (wafat tahun 327 Hijrah) berkata, "Ditinggalkan
hadisnya."
5. Ibnu 'Uday (wafat tahun 365 Hijrah) berkata, "Suka
meriwayatkan hadis-hadis mawdhu', dan dituduh zindiq." Ibnu 'Uday berkata,
"Orang-orang mengatakan dia suka membuat hadis palsu."
6. Al-Hakim (wafat tahun 405 Hijrah) berkata, "Ditinggalkan
hadisnya, dan dia dituduh zindiq."
7. Khatib al-Bagdadi (wafat tahun 406 Hijrah) melemahkannya.
8. Ibnu Abdul Barr (wafat tahun 463 Hijrah) menukil dari Ibnu
Hibban yang berkata tentang Saif bin Umar, "Saif ditinggalkan hadisnya.
Kita menyebutkan hadisnya hanya sekedar untuk mengetahui." Ibnu Abdul Barr
tidak memberikan komentar apa pun terhadap hadisnya.
9. Fairuz Abadi, penulis berbagai kitab, menyebutkannya bersama
yang lainnya, "Mereka itu orang-orang yang dha'if (lemah)."
10. Ibnu Hajar (wafat tahun 852 Hijrah) berkata, setelah
mengkritik sebuah hadis yang di dalam sanadnya terdapat nama Saif bin Umar,
"Di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang dhaif, dan terdha’if di
antara mereka adalah Saif bin Umar."
11. Shafiyyuddin (wafat tahun 923 Hijrah) berkata, "Mereka
mendha’ifkannya.
Inilah pandangan para ulama selama berabad-abad tentang Saif bin
Umar.
Bagaimana bisa para sejarahwan berbicara secara panjang lebar tentang
riwayatnya?! Bagaimana bisa para peneliti membangun pandangan-pandangan mereka
berdasarkan riwayat ini. Di samping perbedaan yang masih diperselisihkan
tentang namanya. Apakah namanya Ibnu Sauda, atau Abdullah bin Saba ?!
Demikian juga perbedaan tentang kemunculannya. Apakah dia muncul pada masa
Usman, sebagaimana yang dikatakan oleh Thabari, atau sebagaimana yang dikatakan
oleh Sa'ad bin Abdullah al-Asy'ari di dalam kitabnya al-Maqalat wa al-Firaq,
"Dia muncul pada masa Ali atau sesudah kematiannya."
Dan kenapa Usman bersikap diam terhadapnya, padahal dia tidak
bersikap diam sekali pun kepada sahabat-sahabat besar, seperti Abu Dzar, 'Ammar
dan Ibnu Mas'ud?
Bahkan, sesungguhnya dia merupakan sebuah rangkaian kebohongan
yang diciptakan atas Syi'ah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Thaha Husain,
"Ibnu Saba adalah seorang tokoh yang diciptakan oleh para musuh Syi'ah
untuk menghantam Syi'ah, yang sebenarnya tidak ada wujudnya di luar."
Rekayasa ini diciptakan dengan tujuan untuk mencemarkan keyakinan-keyakinan
Syi'ah yang bersumber dari Al-Qur'an dan sunah. Seperti keyakinan tentang
wasiat dan 'ishmah. Musuh-musuh mereka tidak menemukan jalan selain dengan
jalan menghubung-hubungkan keyakinan-keyakinan ini dengan ajaran Yahudi, yang
tokohnya adalah seorang tokoh fiktif yang bernama Abdullah bin Saba . Sehingga dengan begitu kecaman ditujukan kepada
tokoh ini dan kepada orang yang mengambil ajaran darinya. Di samping di sisi
lain mereka menampilkan kelurusan wajah para sahabat dan membersihkan mereka
dari berbagai kecaman dan celaan, dikarenakan berbagai perpecahan dan
perselisihan yang terjadi di antara mereka, sehingga berakhir dengan
terbunuhnya Usman, dan begitu juga peristiwa perang Jamal yang memakan ribuan
korban dari kalangan para sahabat. Kisah fiktif tentang Abdullah bin Saba ini tidak lain merupakan upaya untuk menutupi
lembaran sejarah yang hitam ini, untuk kemudian melemparkan tanggung jawab atas
peristiwa-peristiwa yang terjadi kepada tokoh fiktif ini, padahal para sahabat
sendiri bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. Yaitu terpecah
belahnya umat kepada berbagai mazhab dan keyakinan.
Contoh Lain
Terdapat penghapusan besar-besaran secara sengaja akan
keutamaan-keutamaan Ali dan Ahlul Baitnya dari kitab-kitab sejarah. Ini Ibnu
Hisyam yang menukil Sirah Ibnu Ishak berkata di dalam mukaddimah kitabnya,
"Di dalam kitab ini ditinggalkan sebagian yang disebutkan oleh Ibnu
Ishak... dan begitu juga hal-hal yang buruk untuk dikatakan, dan beberapa hal
yang tidak baik orang menyebutkannya... "
Dia mengatakan kata-kata ini sebagai pengantar untuk
menyembunyikan kebenaran. Di antara hal-hal yang tidak baik orang
menyebutkannya adalah ajakan Rasulullah saw kepada Abu Thalib manakala Allah
SWT memerintahkannya, "Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang
terdekat. " Thabari telah menyebutkannya beserta sanadnya. Dia mengatakan
Rasulullah saw telah bersabda, "Wahai putra-putra Abdul Muththalib! Demi
Allah tidak ada seorang pun pemuda bangsa Arab yang telah membawa untuk kaumnya
sesuatu yang lebih berharga dan lebih utama dari apa yang aku bawa untuk
kalian. Aku datang membawa kebaikan dunia dan akhirat. Dan Allah telah
memerintahkan aku untuk menyeru kalian agar menerimanya. Maka siapakah di
antara kalian yang bersedia memberikan dukungan bagiku dalam urusan ini; dan
sebagai imbalannya, ia akan menjadi saudaraku, washiku, serta menjadi khalifah
(pengganti)ku di antara kalian?"
Semua yang hadir diam seribu bahasa, kecuali Ali yang termuda di
antara mereka; ia berdiri dan berkata dengan lantangnya, "Aku – wahai Nabi
Allah – yang akan menjadi pembantumu!" Kemudian Rasulullah saw berkata,
"Inilah saudaraku, washiku dan khalifahku di antara kalian! Dengar
kata-katanya, dan taatlah kepadanya!" Maka bangkitlah mereka sambil
tertawa dan berkata kepada Abu Thalib, "Lihatlah betapa dia telah
memerintahkan Anda agar mendengarkan kata-kata anak Anda dan taat
kepadanya."[107]
Apakah riwayat ini termasuk sesuatu yang buruk untuk dikatakan?!
Jangan membuat Anda heran Thabari menyebutkan kisah ini, karena
dengan segera dia mencabut kembali perkataannya itu. Dia meriwayatkan kisah ini
di dalam kitab tafsirnya dengan disertai penyimpangan. Dia mengatakan,
"Rasulullah saw bersabda, 'Maka siapakah di antara kalian yang bersedia
memberikan dukungan bagiku; dan sebagai imbalannya, ia akan menjadi
saudaraku... dan seterusnya dan seterusnya.'" Kemudian Thabari
melanjutkan, "Kemudian Rasulullah saw berkata, 'Sesungguhnya inilah
saudaraku... dan seterusnya dan seterusnya, maka dengarkan kata-katanya, dan
taatlah kepadanya.'[108]
Apa yang dimaksud dengan kata-kata "dan seterusnya dan
seterusnya" yang dikatakan oleh Thabari?!
Adapun Ibnu Katsir, manakala menyebutkan kisah ini di dalam kitab
tarikhnya, merasa kagum dengan apa yang telah dilakukan oleh Thabari di dalam
kitab tafsirnya, maka dengan tanpa rasa malu dan dengan tanpa berpegang kepada
kejujuran intelektual dia pun mengikuti langkah yang telah dilakukan oleh
Thabari. Dia ikut mengatakan, "dan seterusnya dan seterusnya."[109]
Perhatikanlah peristiwa ini, yang berbicara tentang salah satu
keutamaan Amirul Mukminin dan lebih berhaknya dia atas kekhalifahan; dan juga
perhatikanlah apa yang telah dilakukan oleh para sejarahwan terhadap peristiwa
ini. Ibnu Hisyam tidak bisa menggunakan siasat terhadapnya, dia menghapuskannya
sama sekali. Adapun Thabari, dan kemudian diikuti oleh Ibnu Katsir, mereka
berdua menyelewengkan dan mengaburkan maknanya. Maka perhatikanlah!
Berikut ini kami ketengahkan contoh lain dari penyelewengan yang
dilakukan oleh para sejarahwan terhadap kebenaran. Mereka tidak hanya
menyembunyikan keutamaan-keutmaan Ali dan Ahlul Baitnya, melainkan sebagai
lawannya mereka juga menyembunyikan segala sesuatu yang mencemarkan nama
sahabat, terlebih lagi para khalifah. Berikut ini sebuah kisah yang merupakan
gabungan di antara dua sisi, yaitu sisi menyembunyikan keutamaan-keutamaan Ali
dan sisi menyembunyikan keburukan-keburukan para khalifah.
Para sejarahwan, terutama Thabari menyembunyikan surat menyurat yang terjadi di antara
Muhammad bin Abu Bakar —salah seorang pengikut Ali— dengan Muawiyah bin Abu
Sufyan. Karena di dalam surat-surat tersebut terdapat pembuktian akan kedudukan
Imam Ali sebagai washi Rasulullah saw, dan sekaligus menyingkap keadaan para
khalifah yang sebenarnya. Setelah menyebutkan sanad kedua surat
tersebut Thabari memberikan alasan bahwa di dalam kedua surat tersebut terdapat sesuatu yang
masyarakat umum tidak tahan untuk mendengarnya. Kemudian setelah itu datang
Ibnu Atsir, dan dia pun melakukan sebagaiman yang telah dilakukan oleh Thabari.
Selanjut-nya, Ibnu Katsir mengikuti jalan yang telah mereka tempuh. Dia hanya
memberi isyarat kepada surat Muhammad bin Abu
Bakar, namun sama sekali membuang surat
tersebut dari penulisan. Ibnu Katsir mengatakan, "Di dalamnya terdapat
kata-kata kasar." Apa yang telah dilakukan oleh para sejarahwan yang tiga
itu adalah seburuk-buruknya bentuk penyembunyian kebenaran. Ini semua
membuktikan dengan amat jelas akan ketidak-objektifan mereka.
Apa yang mereka maksud dengan perkataan "masyarakat umum
tidak tahan untuk mendengarkan isi keduanya"?
Apakah karena masyarakat umum tidak akan meyakini para khalifah
lagi setelah mendengar isi kedua surat
tersebut?
Berikut ini surat
Muhammad bin Abu Bakar yang ditujukan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan,
sebagaimana yang dinukil di dalam kitab Muruj adz-Dzahab, karya al-Mas'udi:
Dari Muhammad bin Abu Bakar kepada si tersesat Muawiyah bin
Shakhr.
Salam kepada penyerah diri dan yang taat kepada Allah!
Amma ba'du, sesungguhnya Allah SWT, dengan keagungan dan
kekuasaan-Nya, menciptakan makhluk-Nya tanpa main-main. Tiada celah kelemahan
dalam kekuasaan-Nya. Tiada berhajat Dia terhadap hamba-Nya. ia menciptakan
mereka untuk mengabdi kepada-Nya.
Dia menjadikan orang yang tersesat atau orang yang lurus, orang
yang malang dan
orang yang beruntung.
Kemudian, dari antara mereka, Dia Yang Mahatahu memilih dan
mengkhususkan Muhammad saw dengan pengetahuan-Nya. Dia jugalah yang memilih Muhammad
saw berdasarkan ilmu-Nya sendiri untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengemban
wahyu-Nya. Dia mengutusnya sebagai rasul dan pembawa kabar gembira dan pemberi
peringatan.
Dan orang pertama yang menjawab dan mewakilinya, mentaatinya,
mengimaninya, membenarkannya, menyerahkan diri kepada Allah dan menerima Islam
sebagai agamanya —adalah saudaranya dan misannya Ali bin Abi Thalib— yang
membenarkan yang ghaib. Ali mengutamakannya dari semua kesayangannya,
menjaganya pada setiap ketakutan, membantunya dengan dirinya sendiri pada
saat-saat mengerikan, memerangi perangnya, berdamai demi perdamaiannya,
melindungi Rasulullah dengan jiwa raganya siang maupun malam, menemaninya pada
saat-saat yang menggetarkan, kelaparan serta dihinakan. Jelas tiada yang setara
dengannya dalam berjihad, tiada yang dapat menandinginya di antara para
pengikut dan tiada yang mendekatinya dalam amal perbuatannya.
Dan saya heran melihat engkau hendak menandinginya! Engkau adalah
engkau! Sejak awal Ali unggul dalam setiap kebajikan, paling tulus dalam niat,
keturunannya paling bagus, istrinya adalah wanita utama, dan pamannya (Ja'far)
syahid di perang Mu'tah. Dan seorang pamannya lagi (Hamzah) adalah penghulu
para syuhada perang Uhud, ayahnya adalah penyokong Rasulullah saw dan istrinya
Dan engkau adalah orang yang terlaknat, anak orang terkutuk. Tiada
hentinya engkau dan ayahmu menghalangi jalan Rasulullah saw. Kamu berdua
berjihad untuk memadamkan nur Ilahi, dan kamu berdua melakukannya dengan
menghasud dan menghimpun manusia, menggunakan kekayaan, dan mempertengkarkan
berbagai suku. Dalam keadaan demikian ayahmu mati. Dan engkau melanjutkan
perbuatannya seperti itu pula.
Dan saksi-saksi perbuatan engkau adalah orang-orang yang
meminta-minta perlindungan engkau, yaitu dari kelompok musuh Rasulullah yang
memberontak, kelompok pemimpin-pemimpin yang munafik dan pemecah belah dalam
melawan Rasulullah saw.
Sebaliknya sebagai saksi bagi Ali dengan keutamaannya yang terang
dan keterdahuluannya (dalam Islam) adalah penolong-penolongnya yang keutamaan
mereka telah disebutkan di dalam Al-Qur'an, yaitu kaum Muhajirin dan Anshar.
Dan mereka itu merupakan pasukan yang berada di sekitarnya dengan pedang-pedang
mereka dan siap menumpahkan darah mereka untuknya. Mereka melihat keutamaan
pada dirinya yang patut ditaati, dan malapetaka bila mengingkarinya.
Maka mengapa, hai ahli neraka, engkau menyamakan dirimu dengan
Ali, sedang dia adalah pewaris dan pelaksana wasiat Rasulullah saw, ayah
anak-anak Rasulullah saw, pengikut pertama, dan yang terakhir menyaksikan
Rasulullah saw, teman berbincang, penyimpan rahasia dan serikat Rasulullah saw
dalam urusannya. Rasulullah saw memberitahukan pekerjaan beliau kepadanya,
sedang engkau adalah musuh dan anak dari musuh beliau.
Tiada peduli keuntungan apa pun yang engkau peroleh dari
kefasikanmu di dunia ini dan bahkan Ibnu al-'Ash menghanyutkan engkau dalam
kesesatanmu, akan tampak bahwa waktumu berakhir sudah dan kelicikanmu tidak
akan ampuh lagi. Maka akan menjadi jelas bagimu siapa yang akan memiliki masa
depan yang mulia. Engkau tidak mempunyai harapan akan pertolongan Allah, yang
tidak engkau pikirkan.
Kepada-Nya engkau berbuat licik. Allah menunggu untuk
menghadangmu, tetapi kesombonganmu membuat engkau jauh dari Dia.
Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk.[110]
Jawaban Surat Muawiyah Kepada Muhammad bin Abu
Bakar
Dari Muawiyah bin Abu Sufyan.
Kepada pencerca ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar.
Salam kepada yang taat kepada Allah.
Telah sampai kepadaku suratmu, yang menyebut Allah Yang Mahakuasa
dan Nabi pilihan-Nya, dengan kata-kata yang engkau rangkaikan. Pandanganmu
lemah. Engkau mencerca ayahmu. Engkau menyebut hak Ibnu Abi Thalib dan
keterdahuluan serta kekerabatannya dengan Nabi Allah saw, dan bantuan serta
pertolongannya kepada Nabi pada setiap keadaan genting.
Engkau juga berhujjah dengan keutamaan orang lain dan bukan dengan
keutamaanmu. Aneh, engkau malah mengalihkan keutamaanmu kepada orang lain.
Di zaman Nabi saw, kami dan ayahmu telah melihat dan tidak
memungkiri hak Ibnu Abi Thalib. Keutamaannya jauh di atas kami.
Dan Allah SWT memilih dan mengutamakan Nabi sesuai janji-Nya. Dan
melalui Nabi Dia menampakkan dakwah-Nya dan men-jelaskan hujjah-Nya. Kemudian
Allah mengambil Nabi saw ke sisi-Nya.
Ayahmu dan Faruq-nya (Umar) adalah orang-orang pertama yang
merampas haknya. Hal ini diketahui umum.
Kemudian mereka mengajak Ali membaiat Abu Bakar, tetapi Ali
menunda dan memperlambatnya. Mereka marah sekali dan bertindak kasar. Hasrat
mereka bertambah besar. Akhirnya Ali membaiat Abu Bakar dan berdamai dengan
mereka berdua.
Mereka berdua tidak mengajak Ali dalam pemerintahan mereka. Tidak
juga mereka menyampaikan kepadanya rahasia mereka, sampai mereka berdua
meninggal dan berakhirlah kekuasaan mereka.
Kemudian bangkitlah orang ketiga, yaitu Usman yang menuruti
tuntunan mereka. Engkau dan temanmu berbicara tentang kerusakan-kerusakan yang
dilakukan Usman agar orang-orang yang berdosa di propinsi-propinsi
mengembangkan maksud-maksud buruk terhadap-nya dan engkau bangkit melawannya.
Engkau menunjukkan permu-suhanmu kepadanya untuk mencapai keinginan-keinginamu
sendiri.
Hai putra Abu Bakar, berhati-hatilah atas apa yang engkau lakukan.
Jangan engkau menempatkan dirimu melebihi apa yang dapat engkau urusi. Engkau
tidak akan dapat menemukan seseorang yang mempunyai kesabaran yang lebih besar
dari gunung, yang tidak pernah menyerah kepada suatu peristiwa. Tak ada yang
dapat menyamainya.
Ayahmu bekerja sama dengan dia dan mengukuhkan kekuasaannya. Bila
kamu katakan bahwa tindakanmu benar, (maka ketahuilah) ayahmulah yang mengambil
alih kekuasaan ini, dan kami menjadi sekutunya. Apabila ayahmu tidak melakukan
hal ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak Abu Thalib dan kami akan
sudah menyerah kepadanya.
Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan dia seperti ini
dihadapan kami, dan kami pun mengikutinya; maka cacat apa pun yang akan kamu
dapatkan, maka arahkanlah itu kepada ayahmu sendiri, atau berhentilah dari
turut campur.
Salam bagi orang yang kembali.[111]
Anda dapat mengetahui rahasia kenapa Thabari, Ibnu Atsir dan Ibnu
Katsir tidak bersedia menukil surat-surat di atas. Karena surat-surat tersebut
menyingkap perselisihan yang terjadi dikalangan kaum Muslimin dalam urusan
kekhalifahan, yang merupakan hak Ali. Muawiyah mengakui ini, namun dia
beralasan bahwa kekhalifahannya hanyalah kepanjangan kekhalifahan Abu Bakar.
Kemudian Muawiyah mengecam anak Abu Bakar (yaitu Muhammad bin Abu Bakar) dengan
hal ini, sehingga menjadikannya terdiam tidak dapat bicara dalam urusan ini.
Celaka engkau, hai Muawiyah, meskipun Muhammad bin Abu Bakar tidak
berdiam diri dan tidak menutupi urusan Anda, namun Thabari, Ibnu Atsir dan Ibnu
Katsir bersikap diam terhadap urusan Anda.
Banyak sekali bukti-bukti yang menunjukkan pemalsuan dan
penyelewengan yang dilakukan oleh para sejarahwan terhadap kebenaran. Kita
tidak mungkin menyebutkannya satu persatu dalam kesempatan ini. Seseorang yang
meneliti sejarah akn mendapati hal ini dengan jelas. Namun yang mengherankan,
para sejarahwan tidak menutupi berbagai penyelewengan yang telah mereka
lakukan. Anda dapat menemukan isyarat-isyarat yang jelas akan apa yang telah
mereka lakukan. Sebagai contoh, berkenaan dengan peristiwa penghinaan yang
dilakukan oleh Usman bin Affan terhadap Abu Dzar, Thabari berkata, "Telah
disebutkan banyak hal yang menjadi sebab pemulangan Abu Dzar dari Syam, namun
saya enggan menyebutkan kebanyakannya.
Dengan demikian kita dapat menyingkap dengan jelas penyimpangan
yang dilakukan oleh Thabari terhadap kebenaran.
Kedua:
KELOMPOK MUHADDIS
Ketika Anda melihat berbagai persekongkolan yang telah dilakukan
terhadap hadis, dan penggantian hakikat-hakikatnya, niscaya Anda akan merasa
pentingnya pandangan Syi'ah. Yaitu pandangan yang mengatakan, mau tidak mau
harus ada seorang pemimpin yang maksum yang menjaga syariat Allah dan
mengokohkan pilar-pilarnya. Jika dia tidak maksum dan tidak terbebas dari dosa
maka dia akan memanfaatkan agama untuk melayani tujuan dan
kepentingan-kepentingan politiknya, dan memutar-balikan hadis untuk
kepentingannya. Ini pun jika penulisan dan penyebaran hadis tidak dilarang dan
diperangi, sebagaimana yang telah dilakukan oleh ketiga orang khalifah yaitu
Abu Bakar, Umar dan Usman yang mana mereka telah melarang periwayatan hadis,
dan bahkan membakar hadis-hadis yang dimiliki kaum Muslimin, serta menahan para
sahabat untuk tetap berada di kota Madinah, sehingga mereka tidak menyebarkan
hadis di tempat lain. Imam Ali berkata tentang hal itu, "Para penguasa
sebelumku telah melakukan perbuatan yang menentang Rasulullah saw. Mereka
secara sengaja menentangnya, melanggar janjinya dan merubah sunahnya."
Saya tidak akan membahas periode ini di dalam pasal ini. Saya akan
mencukupkan dengan isyarat-isyarat yang telah diberikan sebelumnya. Melainkan
di sini saya akan membahas masa pembukuan hadis yang di kalangan Ahlus Sunnah
dianggap sebagai masa keemasan hadis, dengan disertai isyarat-isyarat yang
menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh Muawiyah di dalam membuat hadis-hadis
palsu dan menyembunyikan keutamaan-keutamaan Ahlul Bait.
Hadis Pada Masa Muawiyah
Kita dapat menelusuri periode Muawiyah seperti yang telah dinukil
oleh al-Mada'ini di dalam kitab al-Ahdats. Al-Mada'ini berkata, "Muawiyah
menulis satu naskah dan mengirimkannya kepada para gubernurnya sesudah
"Tahun Jamaah"[112],
untuk memakzulkan siapa saja yang meriwayatkan sesuatu tentang keutamaan Abu
Turab yaitu imam Ali as dan Ahlul Baitnya. Maka berdirilah para khatib
diseluruh pelosok desa dan diseluruh mimbar melaknat Ali dan memakzulkannya,
serta mencaci maki dia dan keluarganya. Masyarakat yang paling keras tertimpa
bencana pada saat itu adalah para penduduk kota Kufah, disebabkan banyaknya
Syi'ah Ali di kota tersebut. Muawiyah menempatkan Ziyad bin Sumayyah atas
mereka, dan juga menyerahkan kota Basrah kepadanya. Ziyad mencari dan
menangkapi orang-orang Syi'ah, karena dia mengenal mereka, disebabkan dia
pernah menjadi bagian dari mereka pada masa Imam Ali. Ziyad membunuhi mereka di
mana saja ditemukan. Dia memotong tangan dan kaki mereka, dan mencungkil mata
mereka serta menyalib mereka di batang-batang pohon kurma. Dia mengusir mereka
dari bumi Irak, sehingga tidak tersisa yang dikenal dari mereka.
Muawiyah menulis surat kepada para gubernurnya di seluruh negeri,
supaya mereka tidak memperkenankan kesaksian seorang pun dari pengikut Ali dan
Ahlul Baitnya. Serta Muawiyah menulis kepada mereka supaya memperhatikan para
pengikut dan pecinta Usman, dan orang-orang yang meriwayatkan keutamaan-keutamaannya.
Muawiyah memerintahkan kepada para anteknya untuk mendatangi majlis-majlisnya
dan memuliakan mereka. Muawiyah berkata kepada antek-anteknya, ‘Tulislah segala
sesuatu yang diriwayatkan oleh salah seorang dari mereka, dan juga tulislah
nama orang tersebut beserta nama ayahnya dan nama keluarganya.' Maka
orang-orang pun berlomba-lomba menulis dan memperbanyak keutamaan-keutamaan
Usman, disebabkan berbagai hadiah yang diberikan Muawiyah kepada mereka."
Al-Mada'ini melanjutkan, "Kemudian Muawiyah menulis surat
kepada para gubernurnya, 'Sesungguhnya hadis tentang Usman telah begitu banyak
dan telah begitu tersebar di seluruh pelosok negeri. Oleh karena itu, manakala
suratku ini sampai kepadamu maka serulah manusia untuk meriwayatkan
keutamaan-keutamaan para sahabat dan keutamaan-keutamaan dua khalifah yang
pertama. Dan jangan biarkan ada seorang pun dari kaum Muslimin yang
meriwayatkan keutamaan Abu Turab, karena yang demikian itu berarti menentang
sahabat. Dan lumpuhkan hujjah dan argumentasi Abu Turab serta Syi'ahnya, dan
kuatkan pujian-pujian akan keutamaan Usman."
Al-Mada'ini melanjutkan, "Kemudian Muawiyah menulis sepucuk
surat kepada para gubernurnya di seluruh pelosok negeri, "Perhatikanlah,
siapa saja yang terbukti mencintai Ali dan Ahlul Baitnya, maka hapuslah dia
dari diwan, dan putuslah rezeki dan pemberian untuknya.' Muawiyah menambahkan,
'Siapa saja yang kamu duga mengikuti mereka maka timpakanlah bencana kepadanya,
dan hancurkanlah rumahnya.'"[113]
Tampak jelas bagi Anda begitu kerasnya persekongkolan yang
dilakukan untuk menyelewengkan dan memalsukan kebenaran, hingga sampai tarap
mereka menghalalkan berbohong atas nama Rasulullah saw. Semua ini disebabkan
rasa pemusuhan yang begitu besar yang dimiliki Muawayiyah terhadap Ali dan para
Syi'ahnya. Oleh karena itu, Muawiyah mengerahkan segenap kemampuannya untuk
menghadapi Ali dan Syi'ahnya. Adapun langkah pertama yang dilakukan oleh
Muawiyah ialah dengan melucuti Imam Ali as dari segala keutamaan, dan tidak
hanya cukup sampai di situ, melainkan dia juga melaknatnya di atas mimbar
selama delapan tahun. Adapun langkah yang kedua ialah dengan membangun pagar
yang indah yang mengelilingi sekelompok sahabat, sehingga mereka menjadi simbol
dan panutan, sebagai ganti dari Imam Ali as. Berbagai ancaman dan bujukan
Muawiyah telah menjadikan sekelompok orang munafik berkhidmat kepadanya dengan
cara membuat hadis-hadis palsu, dengan menyebut diri mereka sebagai sahabat
Rasulullah saw.
Abu Ja'far al-Iskafi berkata, "Muawiyah memerintahkan
sekelompok orang dari para sahabat dan tabi'in untuk membuat riwayat-riwayat
yang menjelekkan dan memakzulkan Ali. Muawiyah mengiming-imingi mereka dengan
hadiah dan pemberian yang mereka sukai. Maka mereka pun melakukan apa yang diinginkannya.
Di antara para sahabat yang demikian ialah Abu Hurairah, 'Amr bin 'Ash,
Mughirah bin Syu'bah, sementara di antara para tabi'in ialah 'Urwah bin
Zubar..."[114]
Demikianlah, mereka telah menjual akhirat mereka dengan dunia
Muawiyah. Inilah Abu Hurairah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-A'masy,
"Ketika Abu Hurairah datang ke Irak bersama Muawiyah pada "Tahun
Jamaah", dia datang ke mesjid Kufah. Tatkala dia melihat banyaknya manusia
yang menyambut kedatangannya, dia berlutut di atas kedua lututnya sambil
memukul bagian botak kepalanya berkali-kali sambil berkata, 'Wahai penduduk
Irak, apakah kamu mengira saya berdusta atas Rasulullah saw, dan membakar diri
saya dengan api neraka? Demi Allah, saya telah mendengar Rasulullah saw
bersabda, 'Sesungguhnya tiap-tiap nabi mempunyai haram (tempat yang disucikan),
dan sesungguhnya haram-ku ialah di antara 'Air dan Tsawr.[115] Barangsiapa
yang ber-hadats di dalamnya, maka Allah, para malaikat dan seluruh manusia akan
melaknatnya.' Dan aku bersaksi kepada Allah bahwa sesungguhnya Ali telah
ber-hadats di dalamnya.' Ketika ucapan Abu Hurairah itu terdengar oleh
Muawiyah, maka Muawiyah pun memberinya hadiah, menghormatinya dan mengangkatnya
sebagai penguasa Madinah.[116]
Berikut ini adalah Samurah bin Jundub, contoh lain dari antek
Muawiyah di dalam membuat hadis palsu. Di dalam kitab Syarh Nahj al-Balaghah
Ibnu Abil Hadid disebutkan bahwa Muawiyah memberikan seratus ribu dirham kepada
Samurah bin Jundub supaya dia mau meriwayatkan bahwa ayat ini turun pada Ali,
"Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehdiupan dunia
menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya,
padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari
mukamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak
tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan"
(QS. al-Baqarah: 204), dan ayat yang kedua turun pada Ibnu Muljam pembunuh Ali
bin Abi Thalib, "Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya
karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada
hamba-hamba-Nya." (QS. al-Baqarah: 207)
Samurah bin Jundub tidak mau menerima. Muawiyah menambah
pemberiannya menjadi dua ratus ribu dirham, namun Samurah bin Jundub tetap
tidak mau menerima. Tetapi, tatkala Muawiyah menambahnya lagi menjadi empat
ratus ribu dirham, Samurah bin Jundub menerimanya.[117]
Thabari meriwayatkan, "Ibnu Sirin ditanya, 'Apakah pernah
Samurah membunuh seseorang?' Ibnu Sirin menjawab, 'Tidak terhitung orang yang
telah dibunuh oleh Samurah bin Jundub. Dia mengganti Ziyad di Basrah, dan
kemudian Kufah, dia telah membunuh delapan ribu orang.'" Juga diriwayatkan
bahwa Samurah bin Jundub pernah membunuh sebanyak empat puluh tujuh orang hanya
dalam satu pagi, yang kesemuanya adalah orang yang telah mengumpulkan
Al-Qur'an.[118]
Thabari berkata, "Ziyad meninggal dunia sementara Samurah
sedang memegang kendali atas Basrah. Muawiyah memperdayakannya selama
berbulan-bulan, dan kemudian menurunkannya. Samurah berkata, 'Semoga Allah
melaknat Muawiyah. Demi Allah, seandainya aku taat kepada Allah sebagaimana aku
taat kepada Muawiyah, niscaya Dia tidak akan mengazabku selama-lamanya."'[119]
Adapun Mughirah bin Syu'bah, dia terang-terangan mengakui berbagai
tekanan yang diberikan oleh Muawiyah kepada dirinya. Thabari meriwayatkan
tentang Mughirah bin Syu'bah, "Mughirah berkata kepada Sha'sha'ah bin
Shuhan al-'Abdi —ketika itu Mughirah tengah menjadi penguasa Kufah yang
diangkat oleh Muawiyah— 'Jangan sampai engkau mencela Usman di hadapan siapa
pun; dan begitu juga jangan sampai engkau menyebut sebuah keutamaan Ali secara
terang-terangan, karena tidak ada satu pun keutamaan Ali yang engkau sebutkan
yang tidak aku ketahui. Bahkan aku lebih tahu dari kamu tentang itu, namun
sultan ini —yang dia maksud adalah Muawiyah— telah memerintahkan kepada kami
untuk menampakkan kekurangan-kekurangannya —yaitu Ali— ke hadapan manusia. Kami
banyak meninggalkan apa yang telah diperintahkan kepada kami, namun kami
terpaksa menyebutkan sesuatu yang kami tidak menemukan jalan untuk lepas
darinya, untuk membela diri kami dari mereka. Jika engkau ingin jika
menyebutkan keutamaannya (Ali) maka sebutkanlah di tengah-tengah sahabatmu, dan
di dalam rumah-mu secara rahasia. Adapun menyebutkannya secara terang-terangan di
mesjid adalah sesuatu yang tidak bisa diterima dan dimaafkan oleh
khalifah...’"[120]
Begitulah sekelompok para sahabat dan tabi'in memenuhi permintaan
Muawiyah. Barangsiapa yang menolak maka dia dibunuh. Seperti Syahid Hujur bin
'Adi, Maitsam at-Tammar dan yang lainnya.
Oleh karena itu, pada periode tersebut muncul beribu-ribu hadis
palsu yang merangkai keutamaan-keutamaan dan kepahlawanan para sahabat,
terutama para khalifah yang tiga, yaitu Abu Bakar, Umar dan Usman. Kemudian
hadis-hadis palsu tersebut dinukil generasi demi generasi, hingga kemudian
dibukukan di dalam kitab-kitab referensi yang dijadikan pegangan.
Berikut ini beberapa contoh dari hadis palsu, dan barangsiapa yang
hendak mengetahui lebih luas, maka silahkan dia merujuk kepada ensiklopedia
al-Ghadir, karya Allamah al-Amini, jilid 7, 8 dan 9:
1. Matahari Bertawassul Kepada Abu Bakar
Rasulullah saw bersabda, "Ditampakkan kepadaku segala sesuatu
pada malam mi’raj, bahkan hingga matahari. Aku mengucapkan salam kepadanya, dan
menanyakan tentang sebab kenapa terjadi gerhana atasnya. Allah SWT
menjadikannya bisa berbicara, lalu dia berkata, 'Allah SWT menjadikan aku
berada di atas roda yang bergerak ke mana dia suka. Kemudian aku melihat kepada
diriku dengan perasaan bangga, maka roda itu pun menurunkan aku sehingga aku
jatuh ke laut. Lalu aku melihat ada dua orang, di mana yang satu mengatakan,
'Esa, esa', sedangkan yang satunya lagi mengatakan, 'Benar, benar'. Kemudian
aku pun bertawassul kepada keduanya, maka Allah SWT membebaskan aku dari
gerhana. Lalu aku bertanya, 'Wahai Tuhanku, siapakah mereka berdua?' Allah SWT
menjawab, 'Yang mengatakan 'esa, esa' adalah kekasihku Muhammad saw, sedangkan
yang mengatakan 'benar, benar' adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ra."[121]
2. Abu Bakar Berada Di Qaba Qawsain
Telah sampai riwayat kepada kita bahwa tatkala Rasulullah saw
berada pada jarak dua ujung busur anak panah atau lebih dekat, rasa takut
menyerang dirinya, lalu dia mendengar suara Abu Bakar ra di hadirat Allah SWT,
maka hati Rasulullah saw pun menjadi tenang dengan mendengar suara sahabatnya.[122]
3. Abu Bakar, Dan Alif Al-Qur'an
Ayat Al-Qur'an yang turun pada Abu Bakar banyak sekali. Cukup bagi
kita cukup alif Al-Qur'an, yaitu "alif lam mim, dzalikal kitabu".
Alif adalah Abu Bakar, Lam adalah Allah, dan Mim adalah Muhammad.[123]
Mereka tidak membiarkan satu pun keutamaan yang dimiliki
Rasulullah saw kecuali mereka juga menjadikan Abu Bakar sama-sama memilikinya.
Adapun berkenaan dengan keutamaan-keutamaan Umar maka tidak
diragukan. Kita sebutkan salah satunya yang mengatakan Umar mempunyai kekuasaan
takwini. Ar-Razi telah berkata di dalam kitab tafsirnya, "Terjadi gempa
bumi di kota Madinah. Lalu Umar memukulkan mutiara ke bumi sambil berkata,
'Diamlah, dengan izin Allah.' Maka bumi pun diam, dan sejak itu tidak pernah
terjadi lagi gempa di kota Madinah."
Juga disebutkan, telah terjadi kebakaran di sebagian pinggiran
kota Madinah, maka Umar menulis di atas sehelai kain, 'Wahai api, diamlah,
dengan izin Allah', lalu dia melemparkannya ke dalam api, maka seketika itu pun
api menjadi padam.
Para Perawi Hadis Dan Pemalsuan Kebenaran
Terdapat banyak cara yang dilakukan oleh para penulis hadis untuk
memalsukan dan menyelewengkan kebenaran. Keta'assuban tampak jelas terlihat di
dalam kitab-kitab mereka. Tatkala terlihat oleh mereka hadis-hadis yang
berbicara tentang keutamaan Ali, atau menyingkap kekurangan para khalifah dan
sahabat, dengan segera tangan mereka merubah hakikatnya. Berikut ini beberapa
contoh dari cara-cara tersebut, hingga peranan yang amat berbahaya yang
dilakukan oleh para muhaddis di dalam memalsukan kebenaran.
1. Contoh Pertama:
Manakala Muawiyah hendak mengambil baiat untuk anaknya Yazid,
Abdurrahman bin Abu Bakar termasuk salah seorang yang paling keras menentang
pembaiatan Yazid. Marwan berpidato di mesjid Rasulullah saw, yang ketika itu
dia berkedudukan sebagai gubernur Hijaz yang diangkat oleh Muawiyah. Marwan
berkata, "Amirul Mukminin menginginkan keutamaan Anda semua. Dia telah
menunjuk anaknya Yazid untuk menjadi khalifah sepeninggalnya." Mendengar
itu Abdurrahman bin Abu Bakar berdiri dan berkata, "Demi Allah, engkau telah
berdusta, ya Marwan. Dan juga engkau telah berdusta, ya Muawiyah. Keutamaan apa
yang engkau inginkan bagi umat Muhammad. Engkau tidak lain ingin menjadikannya
menjadi kerajaan, di mana setiap seorang raja mati maka diganti dengan raja
yang lain." Marwan berkata, "Inilah orang yang Allah SWT telah
turunkan padanya, dan orang yang telah berkata kepada kedua orang tuanya, 'Cis,
bagi kamu keduanya.'" Aisyah mendengar perkataan Marwan dari balik tabir.
Dia berdiri dari balik tabir dan kemudian berkata, "Hai Marwan, hai Marwan."
Maka orang-orang pun diam, dan Marwan menghadapkan wajahnya. Lalu Aisyah
berkata, "Engkau katakan kepada Abdurrahman bahwa ayat Al-Qur'an ini turun
kepadanya. Engkau dusta. Demi Allah, ayat ini bukan turun padanya, melainkan
pada Fulan bin Fulan, namun dia adalah kelompok orang yang dilaknat oleh Allah
SWT." Pada riawayat lain disebutkan bahwa Aisyah berkata, "Demi
Allah, bukan dia yang dimaksud dalam ayat ini. Akan tetapi Rasulullah saw telah
melaknat Bapak Marwan pada saat Marwan masih berada di dalam tulang sulbinya.
Maka dengan begitu Marwan termasuk kelompok orang yang dilaknat oleh Allah Azza
Wajalla."[124]
Sekarang, coba lihat, bagaimana Bukhari menyelewengkan sesuatu
yang memburukkan Muawiyah dan Marwan:
"Marwan berkuasa atas Hijaz. Muawiayah menggunakanya. Marwan
berpidato, dan menyebut Yazid bin Muawiyah supaya orang-orang berbaiat
kepadanya sepeninggal ayahnya. Kemudian Abdurrahman bin Abu Bakar mengatakan
sesuatu, lalu Marwan berkata, 'Tangkap dia', maka Abdurrahman bin Abu Bakar
masuk ke rumah Aisyah, sehingga mereka tidak mampu menangkapnya. Marwan
ber-kata, 'Orang inilah yang Allah telah turunkan padanya ayat, 'Dan orang yang
berkata kepada kedua orang tuanya, 'Cis, bagi kamu berdua.' Apakah Anda menerima
alasan saya?!' Kemudian Aisyah berkata dari balik tabir, 'Allah tidak
menurunkan sesuatu dari Al-Qur'an padanya, kecuali Allah menurunkan alasan
saya.'"[125]
Bukhari membuang perkataan Abdurrahman dan menggantinya dengan
mengatakan "Abdurrahman mengatakan sesuatu", sebagaimana juga dia
mengganti perkataan Aisyah. Semua ini dilakukan Bukhari untuk menjaga nama baik
Muawiyah dan Marwan. Ibnu Hajar telah menceritakan peristiwa ini secara panjang
lebar di dalam kitabnya Fath al-Bari. Perhatikanlah, sampai sejauh mana
kelurusan Bukhari di dalam menukil kenyataan.
2. Contoh Kedua.
Bukhari membuang fatwa Umar tentang tidak salat. Muslim
meriwayatkan dari Syu'bah yang berkata, "Al-Hakam berkata kepada saya,
dari Sa'id bin Abdurrahman, dari ayahnya yang berkata, "Seorang laki-laki
mendatangi Umar dan berkata, 'Saya berjunub, namun saya tidak menemukan air.'
Umar menjawab, 'Jangan kamu salat.'
Lalu Ammar berkata, 'Apakah kamu ingat, wahai Amirul Mukminin,
tatkala kamu dan saya berada di dalam pasukan. Pada saat itu kita berjunub, dan
kita tidak menemukan air. Kamu pada saat itu tidak mengerjakan salat, sedangkan
saya berguling-guling di atas tanah dan kemudian salat. Kemudian Rasulullah saw
berkata, 'Cukup kamu memukulkan kedua telapak tanganmu ke atas tanah, kemudian
meniup keduanya, dan lalu mengusapkannya ke wajahmu dan kedua punggung
tanganmu.'
Umar berkata, 'Bertakwalah kepada Allah, wahai Ammar.' Ammar
berkata, 'Jika kamu tidak ingin, saya tidak akan ceritakan."'[126]
Padahal hadis ini dengan jelas menunjukkan kebodohan Umar akan
hukum agama yang paling sederhana dan penting, yang diketahui oleh seluruh kaum
Muslimin (yaitu hukum tayammum), dan yang dengan jelas dikatakan oleh Al-Qur'an
dan diajarkan oleh Rasulullah saw kepada mereka tentang tata caranya. Namun
demikian, Umar memberikan fatwa untuk tidak salat. Yang pertama, ini tidak lain
merupakan salah satu indikasi kebodohan Umar, dan menunjukkan bahwa Umar tidak
begitu menaruh perhatian kepada salat, dan bahkan menunjukkan bahwa Umar tidak
mengerjakan salat pada saat dia junub, sebagaimana yang dijelaskan oleh
riwayat.
Saya ingat, salah seorang teman saya pernah berdiskusi dengan saya
tentang ilmunya Umar. Dia berkata kepada saya, "Sesungguhnya Umar sejalan
dengan Al-Qur'an sebelum Al-Qur'an turun."
Saya katakan kepadanya, "Ini hanya cerita yang tidak ada
hubungannya dengan kenyataan. Karena bagaimana mungkin Umar sejalan dengan
Al-Qur'an sebelum Al-Qur'an diturunkan, padahal dia tidak sejalan dengan
Al-Qur'an setelah Al-Qur'an turun tentang masalah tayammum dan penentuan mahar
wanita. Hadis ini merupakan guncangan yang paling keras yang saya alami selama
saya mengkaji tentang pribadi Umar. Karena hadis ini menyingkap secara sempurna
sampai sejauh mana tingkat keilmuan dan keberagamaan Umar. Yang lebih
mengherankan saya ialah sikap Umar yang tetap bersikeras dengan kebodohannya
setelah diberitahukan oleh Ammar tentang hukum agama mengenai masalah itu.
Kemudian, lihatlah bagaimana Bukhari tidak sampai hati
meriwayatkan fatwa Umar ini, yang tidak mungkin ada seorang pun yang
memfatwakannya meski orang pasar sekali pun. Bukhari mengeluarkan di dalam
kitab sahihnya dengan sanad dan redaksi yang sama, namun dengan membuang
fatwanya,
"Seorang laki-laki datang kepada Umar bin Khattab dan
berkata, 'Saya berjunub namun saya tidak menemukan air.' Lalu Ammar bin Yasir
berkata kepada Umar bin Khattab, 'Apakah kamu ingat, wahai Amirul Mukminin,
tatkala kamu dan saya ..."[127]
3. Contoh Ketiga:
Ibnu Hajar mengeluarkan di dalam kitabnya Fath al-Barifi Syarh
Shahih al-Bukhari, jilid 17, halaman 31, hadis yang berbunyi, "Seorang
laki-laki bertanya kepada Umar tentang firman Allah SWT yang berbunyi, 'Dan
buah-buahan serta rumput-rumputan', apakah rumput-rumputan itu?'
Umar menjawab, 'Kita dilarang untuk mendalami dan memberatkan
diri.'"
Ibnu Hajar berkata, "Di dalam riwayat lain yang berasal dari
Tsabit, dari Anas yang berkata bahwa Umar membaca, 'Dan buah-buahan serta abb
(sejenis rerumputan).' Lalu orang bertanya, 'Apa abb itu?' Umar menjawab, 'Kita
tidak diperintahkan untuk memberatkan diri', atau 'Kita tidak diperintahkan
dengan yang demikian ini.'"
Kemudian, perhatikanlah bagaimana Bukhari mengerahkan segenap
usahanya untuk membersihkan Umar dari segala sesuatu yang menempel padanya.
Kenapa dia tidak meriwayatkan hadis yang membuktikan kebodohan Umar akan
Al-Qur'an ini. Karena masalah yang ditanyakan adalah masalah yang sangat
sederhana bagi orang yang mengenal Al-Qur'an dan gaya bahasanya. Argumentasi
Umar tentang tidak adanya perintah memberatkan diri bukanlah pada tempatnya,
karena masalah ini bukan merupakan sebuah tindakan pemberatan diri. Dan
membuat-buat alasan dalam urusan ini adalah lebih buruk dari dosa. Ketika Imam
Ali as ditanya dengan pertanyaan yang sama, Imam Ali as menjawab berkenaan
dengan ayat yang sama, 'Dan buah-buahan serta abb (sejenis rerumputan), untuk
kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu', 'Buah-buahan adalah
kesenangan untuk kita sedangkan abb adalah kesenangan untuk binatang-binatang
ternak. Abb adalah sejenis rerumputan.'"
Bukhari berkata di dalam kitab sahihnya, dari Tsabit, dari Anas
yang mengatakan, "Kami berada di samping Umar, lalu dia berkata, 'Kita
dilarang untuk memberatkan diri.'"[128]
Hadis ini dan hadis-hadis lainnya termasuk ke dalam kelompok hadis
yang tidak sejalan dengan keyakinan Bukhari. Oleh karena itu, dengan sengaja
dia pun menghilangkan sebagian, mengganti atau membuang hadis secara
keseluruhan. Persis, sebagaimana yang telah dilakukannya terhadap hadis
tsaqalain, "Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku ...", yang mana
Muslim dan al-Hakim telah mengeluarkannya sesuai dengan syarat Bukhari.
Demikian juga dengan hadis-hadis sahih lainnya yang Bukhari tidak mampu
menjelaskan dan menyimpangkannya, maka dia pun tidak memasukkannya ke dalam
kitab sahihnya. Inilah yang menjadi sebab dasar kenapa kitab Sahih Bukhari
dijadikan sebagai kitab yang paling sahih setelah Kitab Allah oleh para
penguasa. Saya tidak tahu ada sebab lain selain sebab ini yang dijadikan dasar
pertimbangan ini.
4. Contoh Keempat:
Berikut ini saya ketengahkan kepada Anda suatu peristiwa yang
darinya Anda dapat mengetahui dengan jelas sampai sejauh mana Bukhari secara
sengaja menyelewengkan fakta dan kebenaran. Para ulama Ahlus Sunnah beserta
para huffazhnya, seperti Turmudzi di dalam Sahihnya, al-Hakim di dalam
Mustadraknya, Ahmad bin Hanbal di dalam Mustadraknya, Nasa'i di dalam
Khasha'ishnya, Thabari di dalam Tafsirnya, Jalaluddin as-Suyuthi di dalam
tafsirnya ad-Durr al-Mantsur, Muttaqi al-Hindi di dalam kitabnya Kanz
al-'Ummal, Ibnu Atsk di dalam kitab Tarikhnya, dan banyak lagi yang lainnya,
mereka meriwayatkan,
"Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus Abu Bakar dan
memerintahkannya untuk menyeru dengan kalimat ini, yaitu pengingkaran dari
Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Rasulullah saw memerintahkan Ali untuk menyusul
Abu Bakar dan memerintahkannya untuk menyeru dengan kalimat yang sama. Maka Ali
as berdiri pada hari-hari tasyrig dan berseru, 'Sesungguhnya Allah SWT dan
Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Maka berjalanlah selama empat
bulan di muka bumi. Dan setelah tahun ini tidak boleh ada orang Musyrik yang
berhaji, dan tidak boleh ada orang yang bertawaf dalam keadaan telanjang.' Abu
Bakar ra kembali dan berkata, 'Apakah ada ayat yang turun berkenaan denganku?'
Rasulullah saw menjawab, 'Tidak. Jibril telah datang kepadaku dan berkata,
'Tidak boleh ada yang menunaikan tugas ini selain kamu atau seorang laki-laki
dari kamu.'"
Di sini, Bukhari menghadapi dilema. Riwayat ini bertentangan sama
sekali dengan mazhab dan keyakinannya. Riwayat ini menetapkan keutamaan Ali as,
dan itu pun keutamaan yang sangat besar, sementara pada saat yang sama riwayat
ini merendahkan Abu Bakar, atau setidaknya tidak menetapkan sesuatu apa pun
bagi Abu Bakar. Bagaimana caranya dia bisa menyelewengkan riwayat ini bagi
kepen-tingan keyakinannya, sehingga dengan begitu dia bisa menetapkan keutamaan
bagi Abu Bakar dan tidak sesuatu pun bagi Ali.
Marilah Anda perhatikan, bagaimana dengan kelihaiannya Bukhari
dapat keluar dari keadaan yang sulit ini.
Bukhari mengeluarkan di dalam Sahihnya, kitab tafsir al-Qur’an,
bab firman Allah SWT "Maka berjalanlah selama empat bulan di muka
bumi",
Bukhari berkata, "Humaid bin Abdurrahman telah memberitahukan
saya bahwa Abu Hurairah ra telah berkata, 'Abu Bakar mengutus saya pada ibadah
haji itu ke dalam kelompok orang yang diutus olehnya pada harian menyembelih
kurban di Mina untuk mengumumkan bahwa setelah tahun ini tidak boleh ada orang
musyrik yang berhaji, dan tidak boleh ada orang yang bertawaf dalam keadaan
telanjang.' Humaid bin Abdurrahman menambahkan 'Kemudian Rasulullah saw
mengikutkan Ali bin Abi Thalib as dan memerintahkannya untuk mengumumkan
bara'ah (pengingkaran terhadap orang musyrik). Lalu Abu Hurairah berkata, 'Maka
Ali bin Abi Thalib pun bersama-sama kami mengumumkan bara 'ah kepada
orang-orang yang sedang ada di Mina pada harian menyembelih kurban, dan bahwa
setelah tahun ini tidak boleh ada orang musyrik yang berhaji serta tidak boleh
ada orang yang bertawaf dalam keadaan telanjang."'[129]
Saya berikan kesempatan kepada Anda, wahai para pembaca, untuk
berkomentar, supaya Anda dapat melihat sendiri kepada penyimpangan dan
pemutar-balikkan ini. Bagaimana Bukhari melenyapkan keutamaan yang dimiliki
oleh Ali bin Abi Thalib as, dan sebagai gantinya dia menetapkan keutamaan bagi
Abu Bakar, padahal Allah SWT telah memakzulkannya dengan wahyu yang diturunkan
olehNya. Jibril Berkata kepada Rasulullah saw, "Tidak boleh ada yang
menunaikan tugas ini kecuali kamu atau seorang laki-laki dari kamu."
Kemudian, coba lihat, bagaimana Bukhari menjadikan urusan ini berada di tangan
Abu Bakar, sehingga dengan begitu Abu Bakar menjadi orang yang memerintah dan
menetapkan urusan dengan kehadiran Rasulullah saw!
Masya Allah, bagaimana dia merubah dari satu keadaan kepada
keadaan yang lain.
5. Contoh Kelima:
Muslim berserikat di dalam sahihnya dengan Ibnu Hisyam dan Thabari
di dalam membuang bagian dari hadis yang mendiskreditkan kedudukan Abu Bakar
dan Umar. Setelah Ibnu Hisyam menukil berita tentang peperangan Badar dan
informasi yang sampai kepada Rasulullah saw dan para sahabatnya tentang kafilah
dagang Quraisy, Ibnu Hisyam menyebutkan Rasulullah saw mengajak para sahabatnya
untuk bermusyawarah. Ibnu Hisyam berkata, "Rasulullah saw mendapat berita
tentang perjalanan kafilah dagang Quraisy, dan beliau bermaksud mencegat
kafilah dagang tersebut. Maka Rasulullah saw mengajak orang-orang untuk
bermusyawarah dan memberitahukan mereka tentang kafilah dagang Quraisy. Maka
berdirilah Abu Bakar ash-Shiddiq mengatakan sesuatu, lalu Rasulullah saw
berkata, 'Bagus!' Lalu berdiri Umar dan mengatakan sesuatu, kemudian Rasulullah
saw berkata, 'Bagus!' Selanjutnya Miqdad bin 'Amr berdiri dan berkata, 'Ya
Rasulullah, berjalanlah sesuai dengan apa yang telah Allah perlihatkan kepada
Anda, niscaya kami bersama Anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepada
Anda sebagaimana yang telah dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa manakala
mereka mengatakan, 'Pergilah kamu berdua denganmu Tuhanmu dan berperanglah,
adapun kami biar duduk di sini saja menunggu; melainkan kami mengatakan,
'Pergilah kamu berdua dengan Tuhanmu dan berperanglah, dan kami pun ikut
berperang bersama Anda berdua.' Demi Zat yang mengutus Anda dengan kebenaran,
meski pun Anda membawa kami ke dalam lautan, kami akan tetap berperang bersama
Anda sehingga Anda sampai kepadanya.' Maka Rasulullah saw berkata kepadanya,
'Bagus!', dan beliau berdoa untuknya."
Yang menjadi pertanyaan kita ialah, apa yang dikatakan oleh Abu
Bakar dan Umar kepada Rasulullah saw.
Jika memang bagus, lalu kenapa Bukhari tidak menyebutkannya.
Kenapa Bukhari menyebutkan apa yang dikatakan oleh Miqdad namun tidak
menyebutkan apa yang dikatakan oleh keduanya?!
Selanjutnya, marilah kita kembali kepada Muslim, untuk melihat
apakah dia juga melakukan hal yang sama sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Ibnu Hisyam dan Thabari. Muslim meriwayatkan, "Rasulullah saw
bermusyawarah dengan para sahabatnya manakala sampai berita kepadanya tentang
kedatangan (kafilah) Abu Sufyan.." Muslim berkata, "Maka Abu Bakar
berkata, namun Rasulullah saw berpaling darinya. Kemudian berkata Umar, namun
Rasulullah saw berpaling darinya... kemudian Muslim menyebutkan kelanjutan
hadis."[130]
Muslim juga tidak menyebutkan apa yang telah dikatakan oleh Abu
Bakaar dan Umar, namun dia lebih jujur dari Ibnu Hisyam dan Thabari. Karena
Muslim mengatakan , "Rasulullah saw berpaling darinya", dan tidak
mengatakan, "Bagus!" Meski pun apa yang telah dilakukannya tetap
merupakan kejahatan terhadap hadis. Karena dia harus menyebutkan perkataan
keduanya. Dan keputusannya untuk tidak menyebutkan perkataan keduanya,
menunjukkan adanya kedengkian di dalam perkara ini. Kenapa Rasulullah saw
berpaling dari perkataan keduanya, jika perkataan keduanya bagus?!
Dari kedua hadis di atas —setelah terbukti secara jelas pemalsuan
yang telah mereka lakukan— menjadi jelas bagi kita bahwa di sana terdapat
sesuatu yang tidak layak bagi kedua Syeikh (Abu Bakar dan Umar —penerj.) yang
tidak mereka sebutkan. Namun, Allah SWT tetap menampakkan cahaya-Nya meski pun
orang-orang kafir tidak suka. Kitab al-Maghazi, karya al-Waqidi, dan kitab
Imta' al-Asma, karya Muqrizi, menceritakan kisah ini. Setelah kedua kitab ini
menyebutkan khabar di atas, kedua kitab ini menyebutkan, "Maka Umar
berkata, 'Ya Rasulullah, Demi Allah, sesungguhnya mereka itu bangsa Quraisy.
Demi Allah, kemuliaan mereka belum melemah sejak mereka mulia. Demi Allah,
mereka belum beriman sejak mereka kafir. Dan demi Allah, selamanya mereka tidak
akan menyerahkan kemuliaannya. Mereka pasti akan memerangi Anda, maka oleh
karena itu bersiap sedialah dengan perlengkapan untuk itu."
Dari sini kita dapat mengetahui kenapa Rasulullah saw berpaling
dari perkataan Umar. Karena perkataan yang dikatakan oleh Umar ini tidak pantas
dikatakan oleh seorang sahabat Rasulullah saw. Bagaimana bisa Umar menyatakan
orang musyrikin Quraisy mempunyai kemuliaan?
Apakah Rasulullah saw bermaksud hendak menghinakan mereka?
Sungguh amat disayangkan. Namun, inilah tingkat pengetahuan Umar
terhadap Islam, dan begitu juga tingkat peradabannya.
Demikianlah, Bukhari dan Muslim senantiasa mencampurkan kebenaran
dengan kebatilan, dan mengganti hadis-hadis yang mereka rasakan menjelekkan Abu
Bakar dan Umar.
Ketiga:
PENULIS, DAN PERANAN MEREKA DI DALAM MENYELEWENGKAN KEBENARAN
Peranan para muhaddis dan sejarahwan mengukuhkan orang-orang yang
datang sesudah mereka, yaitu para penulis. Mereka mengerahkan segenap usaha
mereka untuk memalsukan kebenaran dan menjelek-jelekkan mazhab Ahlul Bait,
dengan menggunakan berbagai macam propaganda dan penyebaran berita dusta.
Mereka para penulis telah memperoleh keberhasilan besar di dalam memperdalam
kebodohan pada diri anggota mazhab mereka, dan memperlebar jurang di antara
mereka dengan pengenalan kepada kebenaran. Mereka telah menggambarkan Syi'ah
dalam rupa yang paling buruk. Ini semua disebabkan berbagai khurafat dan sangkaan
yang mereka rangkai. Saya tidak mengatakan ini hanya sekedar berupa asumsi,
melainkan saya sendiri pernah mengalami kebodohan ini untuk beberapa waktu. Dan
saya dapat merasakan lebih besar lagi kebodohan saya tersebut manakala hati
saya telah terbuka dan diterangi oleh Allah SWT dengan cahaya Ahlul Bait. Saya
menemukan masyarakat saya tenggelam di dalam timbunan kebodohan dan berbagai
kebohongan atas Syi'ah. Setiap kali saya bertanya tentang Syi'ah, baik yang
ditanya itu seorang ulama atau seorang yang terpelajar, mereka menjawab saya
dengan serangkaian kebohongan atas Syi'ah. Misalnya, mereka menjawab bahwa
Syi'ah itu mengatakan Ali adalah Rasul Allah yang sebenarnya, namun Jibril
melakukan kesalahan dan menurunkan risalah kepada Muhammad. Atau, mereka mengatakan
bahwa orang-orang Syi'ah menyembah Ali, atau kebohongan-kebohongan lainnya yang
sama sekali bertentangan dengan kenyataan. Dan, cobaan yang paling berat dari
semua itu ialah manakala kepada Anda dilontarkan pertanyaan yang mengherankan,
Apakah orang-orang Syi'ah itu Muslim?
Apa perbedaan antara Syi'ah dengan syuyu'iyyah (komunis)?
Kebodohan akan Syi'ah ini, yang dialami oleh sebagian besar dari
umat Islam, adalah merupakan hasil logis dari segenap usaha dan kerja keras
para penulis, sebagai akibat dari kebodohan yang diterapkan atas
generasi-generasi umat ini, supaya mereka menolak dan tidak mengakui mazhab
Syi'ah. Ini merupakan kelanjutan dari rencana yang telah dimulai sejak dahulu,
dan diteruskan hingga hari ini. Oleh karena itu, Anda dapat menemukan
beratus-ratus buku beracun yang menghujat Syi'ah, yang mereka sebarkan ke
tengah-tengah masyarakat, dan biasanya dibagi-bagikan secara gratis oleh pihak
Wahabi. Alangkah baiknya, jika sekiranya di tengah-tengah atmosfir yang
dipenuhi dengan sikap penentangan terhadap Syi'ah, dibolehkan juga buku-buku
Syi'ah beredar di tengah-tengah masyarakat, sehingga dengan begitu akan
tercipta keseimbangan. Namun, ini tidak terjadi. Cobalah tengok
perpustakaan-perpustakaan Islam dari kalangan Ahlus-Sunnah, mereka jarang
sekali dan bahkan dapat dikatakan tidak sama sekali memuat buku-buku Syi'ah.
Sebaliknya perpustakaan-perpustakaan Syi'ah, baik itu yang untuk dijual maupun
yang terdapat di lembaga-lembaga ilmiah, mereka tidak kosong dari kitab-kitab
dan referensi-referensi rujukan Ahlus-Sunnah, dengan berbagai macam garis dan
pandangannya.
Dan yang lebih parah dari semua itu, jika seandainya Anda
memberikan sebuah buku Syi'ah kepada salah seorang dari mereka, mereka tidak
akan membacanya, bahkan mungkin akan membakarnya, dengan alasan bahwa dia tidak
boleh membaca buku-buku sesat.
Saya masih ingat bagaimana imam mesjid di desa kami dengan lantang
menyatakan kekufuran dan kesesatan saya, dan melarang semua orang untuk duduk
bersama saya atau membaca buku-buku tulisan saya. Logika macam apakah ini, yang
memberangus manusia dari kebebasannya berpikir. Namun, memang beginilah siasat
kebodohan dan pembodohan yang mereka tempuh.
Beberapa Kitab Yang Ditulis Untuk Menentang
Syi'ah:
1. Muhadharat fi Tarikh al-Umam al-Islamiyyah (Ceramah-Ceramah
Tentang Sejarah Umat Islam), karya al-Khudhari.
2. As-Sunnah wa asy-Syi'ah (Sunnah dan Syi'ah), karya Muhammad
Rasyid Ridha, penulis tafsir al-Manar.
3. Ash-Shira' Baina al-Watsaniyyah wa al-Islam (Pertarungan Antara
Paganisme Dengan Islam), karya al-Qashimi.
4. Fajr al-Islam wa Dhuha al-Islam (Fajar Islam), karya Ahmad
Amin.
5. Al-Wasyi'ah fi Naqd asy-Syi'ah (Kumpulan Kritikan Terhadap
Syi'ah), karya Musa Jarullah.
6. Al-Khuthuth al-'Aridhah (Jaringan yang luas), karya Muhibuddin
Khathab.
7. Asy-Syi'ah wa as-Sunnah, asy-Syi'ah wa al-Qur'an, asy-Syi'ah wa
Ahlul Bait, dan asy-Syi'ah wa at-Tasyayyu'', karya Ihsan Ilahi Zhahir.
8. Minhaj as-Sunnah, Ibnu Taimiyyah.
9. Ibthal al-Bathil, Fadhl bin Ruzbahan.
10. Ushul Madzhab asy-Syi'ah, Nashir al-Ghifari.
11. Wa Ja'a Dawr al-Majus, Abdullah Muhammad al-Gharib.
12. At-Tuhfah al-Itsna 'Asyariyyah, ad-Dahlawi.
13. Jawlahfi Rubu'asy-Syarq al-Adna, Muhaddis Tsabit alMishri.
Dan kitab-kitab lainnya yang tendensius. Para ulama Syi'ah telah
menjawab kitab-kitab ini dan kitab-kitab yang semisalnya dengan jawaban rinci
dan cukup.
Anda dapat saksikan adanya perbedaan metode pembahasan di antara
kedua jenis kitab di atas. Anda mendapati kitab-kitab Syi'ah bertujuan untuk
membuktikan dan mengokohkan kebenaran mazhabnya dengan dalil-dalil yang kuat
dan argumentasi-argumentasi yang cemerlang, yang bersandar kepada kitab-kitab
referensi Ahlus Sunnah, dengan tanpa menyerang mazhab lain. Adapun kitab-kitab
yang berusaha menolak Syi'ah, sejak awal mereka bertujuan untuk menyerang
mazhab Syi'ah dengan berbagai cara, meskipun dengan cara menuduh dan
menciptakan kebohongan-kebohongan.
Banyak sekali bukti-bukti yang mendukung ucapan kami. Insya Allah,
kami akan kemukakan beberapa contoh darinya dalam pembahasan ini.
Kitab-Kitab Syi'ah Yang Menjawab Dan
Mengokohkan Kebenaran Mazhabnya
1. Asy-Syafi fi al-Imamah.
Kitab ini terdiri dari empat jilid. Di dalam kitab ini, penulisnya
Syarif al-Murtadha membuktikan keimamaham sebagai dasar agama, sosial dan
politik. Dia juga membuktikan dengan dalil naql dan akal yang lurus bahwa
keimamahan merupakan keharusan agama dan sosial, bahwasannya Ali as adalah
khalifah sepeninggal Rasulullah saw yang telah ditetapkan dengan nas, dan
barangsiapa yang menentangnya maka berati dia telah menentang kebenaran. Di
dalam kitabnya ini juga Syarif al-Murtadha menjawab seluruh kecurigaan maupun
kesamaran yang dikatakan atau yang mungkin akan dikatakan di seputar masalah
keimamahan, dan kemudian dia menggugurkannya dengan logika akal dan hujjah yang
cemerlang.[131]
2. Nahj al-Haq wa Kasyf ash-Shidq, karya Allamah al-Hilli.
Kitab ini membahas sekumpulan masalah berikut ini,
a. Pemahaman (al-Idrak).
b. Pandangan (an-Nazhar).
c. Sifat-sifat Allah.
d. Kenabian.
e. Keimamahan.
f. Ma’ad (hari kiamat).
g. Ushul Fikih.
h. Masalah-masalah yang berkaitan dengan fikih.
Tampak sekali bagi para pembaca kitab ini bahwa penulisnya adalah
seorang pengkaji yang objektif, yang tidak ta'assub terhadap pandangannya, dan
tidak mendukung salah satu keyakinan pada permulaannya. Dia tidak membahas dan
mencari dalil untuk medukung keyakinannya, melainkan dia menempatkan pendapat
dan keyakinannya mengikuti Al-Qur'an, serta pendapat dan keyakinannya tunduk
kepada dalil.
Fadhl bin Ruzbahan al-Asy'ari telah menulis sebuah kitab untuk
mengkritik kitab ini, dan memberinya judul Ibthal al-Bathil wa Ihmal Kasyf
al-'Athil. Namun dia tidak menggunakan metode sebagaimana yang digunakan oleh
Allamah al-Hilli. Dia justru banyak menyerang dan mengecam. Namun, secara
relatif kitab ini dapat dikatagorikan sebagai kitab yang dapat dipegang
hujjahnya dan berisi diskusi ilmiah.
3. Ihqaq al-Haq, karya Sayyid Nurullah al-Husaini al-Tusturi.
Sebuah kitab yang besar, yang ditulis oleh penulisnya untuk
menjawab kitab Ibthal al-Bathil yang ditulis oleh Fadhl bin Ruzbahan. Kitab
lhqaq al-Haq ini telah diberi catatan oleh Ayatullah Syihabuddin al-Mar'asyi
an-Najafi, sehingga tebalnya mencapai dua puluh lima jilid ukuran besar.
Penulis kitab ini telah melakukan usaha yang besar dan tidak kenal lelah di
dalam meneliti dan mengeluarkan hadis-hadis dan riwayat-riwayat dari
kitab-kitab Ahlus Sunnah. Sungguh, alangkah bagusnya jika kitab ini ditempatkan
di tempat-tempat penyimpanan barang berharga, karena dapat dikatakan sebagai
sebuah karya besar, yang mungkin sebuah tim khusus pun tidak dapat
menghasilkannya.
4. Jawaban terhadap Fadhl bin Ruzbahan juga diberikan oleh Allamah
al-Mudzaffar, di dalam tiga jilid kitab yang berjudul Dala'il ash-Shidq. Kitab
ini juga merupakan jawaban terhadap kitab Minhaj as-Sunnah, karya Ibnu
Taimiyyah, yang ditulis untuk menjawab Allamah al-Hilli di dalam kitabnya yang
berjudul Minhaj al-Karamah. Namun, Allamah al-Mudzaffar tidak membahas secara
panjang lebar di dalam menjawab Ibnu Taimiyyah. Dia memberikan isyarat di dalam
mukaddimahnya, "Apabila tidak ada kerendahan pada point-point
pembahasannya, kekotoran lidah pada penanya, bertele-telenya ungkapannya, serta
permusuhannya terhadap diri Nabi al-Amin dan anak-anaknya yang suci, maka tentu
layak melakukan pembahasan dengannya."[132]
5. Ensiklopedia al-Ghadir, terdiri dari 11 jilid, karya Allamah
Abdul Husain al-Amini.
Ini merupakan karya besar yang dipersembahkan oleh penulisnya.
Kitab ini membuktikan kebenaran mazhab Ahlul Bait melalui segenap jalan dan
argumentasi. Yang lebih mengagumkan ialah, bahwa penulisnya telah menghimpun
kurang lebih sembilan puluh empat ribu kitab rujukan Ahlus Sunnah di dalamnya.
Kitab al-Ghadir ini ditujukan untuk menjawab beberapa kitab Ahlus
Sunnah yang ditulis untuk menentang Syi'ah, seperti kitab:
a. al-'Iqd al-Farid.
b. al-Farq Baina al-Firaq.
c. al-Milal wa an-Nihal.
d. al-Bidayah wa an-Nihayah.
e. al-Mahshar.
f. as-Sunnahwaasy-Syi'ah.
h. ash-Shira''.
i. Fajr al-Islam.
j. Zhuhr al-Islam.
k. Dhuha al-Islam.
l. 'Agidah asy-Syi'ah.
m. al-Wasyi'ah.
n. Minhaj as-Sunnah.
Allamah al-Amini telah menjawab mereka dengan baik, dengan
menggunakan dalil-dalil yang terang dan argumentasi-argumentasi yang cemerlang.
Dia memiliki kelebihan dari sisi kajian yang objektif, yang tidak
cenderung kepada sikap ta'assub.
6. Juga termasuk salah satu ensiklopedia besar yang membuktikan
kebenaran mazhab Syi'ah, yang menjawab serangan musuh-musuhnya ialah kitab
'Abagat al-Anwar fi Imamah al-Aimmah al-Athhar, karya Sayyid Hamid Husain Ibnu
Sayyid Muhammad Qili al-Hindi, namun saya belum mendapatkan naskah aslinya.
Saya baru mendapat kitab ringkasannya yang berjudul Khulashah 'Abagat al-Anwar,
karya Ali Husain al-Milani. Kitab ini terdiri dari 10 jilid. Kitab ini
merupakan jawaban atas kitab at-Tuhfah al-Itsna 'Asyariyyah, karya Abdul Aziz
ad-Dahlawi, yang mengkritik keyakinan-keyakinan Syi'ah. Sekumpulan para ulama
Syi'ah telah menjawab kitab at-Tuhfah ini dengan beberapa kitab, yang di
antaranya adalah kitab as-Saif al-Maslul 'ala Mukhrib Din ar-Rasul, karya Abu
Ahmad bin Abdun Nabi an-Naisaburi, kitab yang terdiri dari empat jilid, yang
masing-masing jilidnya dengan nama Sayyid Deldor Ali Taqi; kitab an-Nazhah
al-ltsna 'Asyariyyah, karya Muhammad Qili, yang terdiri dari sekumpulan
beberapa jilid kitab besar; berikutnya kitab al-Wajiz fi al-Ushul, karya Syeikh
Subhan Ali Khan al-Hindi; dan kitab al-Imamah, karya Sayyid Muhammad bin
Sayyid. Sayyid Muhammad bin Sayyid juga mempunyai kitab jawaban terhadap kitab
at-Tuhfah dalam bahasa Persia, yang berjudul al-Bawariq al-Ilahiyyah.
Dan kitab-kitab lainnya yang merupakan jawaban terhadap ad-Dahlwi,
yang disebutkan oleh penulis kitab adz-Dzari'ah dan kitab A'yan asy-Syi'ah.
Dari kitab-kitab jawaban ini yang terbesar adalah kitab al- 'Abagat. Tampak
dengan jelas, dari isi kitab ini, kebesaran penulis, ketajaman pandangannya,
keluasan ilmunya, ketelitiannya terhadap berbagai perkataan, dan keamanahannya
di penukilan ilmiah terhadap berbagai pembahasan, dan di dalam metodologinya di
dalam menjawab berbagai kritikan dan sanggahan terhadap argumentasi-argumentasi
yang diajukan. Dia telah memutus seluruh jalan dan alasan dengan sekuat-kuatnya
hujjah dan sekokoh-kokohnya argumentasi, dan telah menolak berbagai keraguan,
sehingga tidak tersisa lagi celah bagi musuh untuk menikam mazhab Syi'ah,
mencela dalil dan melemahkan hadis. Dia telah menangkis semuanya dengan cara
yang paling baik, dan telah menjawabnya dengan jawaban yang indah, disertai
dengan penelitian yang anggun, penyelidikan yang cekatan, argumentasi yang
kokoh, istidlal Alawi dan kebangkitan Ridhawi, dengan bersandar seluruhnya
kepada kitab-kitab Ahlus Sunnah, dan berargumentasi dengan perkataan
pilar-pilar ulama mereka, di dalam berbagai macam disiplin ilmu."[133]
Untuk melakukan itu dia telah dibantu oleh perpustakaan
keluarganya yang terkenal yang terdiri lebih dari 30 ribu kitab, baik yang
berupa kitab cetakan maupun kitab yang masih berupa transkrif, dari berbagai mazhab
dan golongan. Hingga saat sekarang ini kita belum menemukan adanya kitab
jawaban terhadap kitab al-'Abaqat, padahal kitab at-Tuhfah telah banyak
mendapat jawaban. Adapun yang pertama menjawab kitab at-Tuhfah adalah Sayyid
Deldor Ali di dalam kitabnya yang berjudul ash-Shawarim alllahiyyah dan kitab
Sharim al-hlam. Lantas kedua kitab Sayyid Deldor itu dijawab oleh Rasyi-duddin
ad-Dahlawi, murid penulis kitab at-Tuhfah, dengan kitabnya yang berjudul
asy-Syawkah al'Umariyyah. Selanjutnya kitab asy-Syawkah al-'Umariyyah itu
dijawab oleh Baqir Ali dengan kitabnya al-Hamlah al-Haidariyyah. Demikian juga
kitab at-Tuhfah dijawab oleh al-Mirza di dalam kitabnya an-Nazhah al-Itsna
'Asyariyyah. Lalu salah seorang Ahlus Sunnah menjawab kitab an-Nazhah al-Itsna
'Asyariyyah dengan kitab Rujum asy-Syayathin. Selanjutnya kitab ar-Rujum
asy-Syayathin dijawab oleh Sayyid Ja'far al-Musawi dengan kitabnya Mu'in
ash-Shadiqin fl Radd Rujum asy-Syayathin.
Begitu juga kitab at-Tuhfah dijawab oleh Sayyid Muhammad Qili,
ayah penulis kitab al- 'Abagat dengan kitabnya yang berjudul al-Ajnad al-Itsna
'Asyariiyah al-Muhammadiyyah. Selanjutnya kitab tersebut dijawab oleh Muhammad
Rasyid ad-Dahlawi. Lalu Sayyid Muhammad Qili kembali menjawabnya dengan kitab
al-Ajwibah al-Fakhirahfi ar-Radd 'ala al-Asya'irah, hingga akhrinya polemik ini
disudahi oleh penulis kitab al'Abaqat, dan hingga sekarang belum ada yang
menjawabnya. Ini cukup untuk membuktikan kelemahan dari pihak Ahlus Sunnah.
7. Ma'alim al-Madrasatain, karya Murtadha al-'Askari.
Kitab ini merupakan kitab perbandingan di antara madrasah Ahlul
Bait dengan madrasah para khulafa. Penulis kitab ini bersandar kepada sikap
objektif dan kajian ilmiah yang teliti. Kitab ini terdiri dari tiga juz.
8. Kitab al-Muraja'at (telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan judul "Dialog Sunnah Syi'ah" —penerj.), karya Abdul
Husain Syarafuddin.
Kitab ini merupakan hasil dialog di antara penulisnya dengan
Syeikh al-Azhar, Salim al-Bisyri. Kitab ini terhitung sebagai dialog yang
langka, di mana di dalamnya kedua orang yang berdialog menggunakan metode yang
tenang dan percakapan yang santun. Abdul Husain juga mempunyai banyak kitab
lain di dalam masalah ini, di antaranya adalah kitab an-Nash wa al-ljtihad,
kitab al-Fushul al-Muhimmah fi Ta'lif al-Ummah, kitab al-Kalimah al-Gharra' fi
Tafdhil az-Zahra, dan kitab Abu Hurairah.
Juga terdapat berbagai jawaban dari kalangan ulama Syi'ah terhadap
kitab-kitab Ahlus Sunnah, seperti:
1. Ajwibah Masa'il Jarullah, oleh Abdul Husain Syarafuddin
al-Musawi.
2. Ma 'a al-Khathibfi Khuthuth al- 'Aridhah, karya Luthfullah
ash-Shafi.
3. Syubhat Hawla asy-Syi'ah.
4. Kadzib 'ala asy-Syi'ah.
Para Ulama Ahlus Sunnah Dan Kalangan Terpelajar Mereka Yang Masuk
Syi'ah
Sekelompok dari kalangan para tokoh Ahlus Sunnah dan para ulama
mereka, telah mampu memutus belenggu dan melampaui hadangan propaganda,
sehingga terbuka bagi mereka berbagai ilmu dan pengetahuan yang lain. Dan,
sebagian dari mereka telah berpindah ke mazhab Syi'ah.
Juga turut bergabung ke dalam iring-iringan ini beribu-ribu orang
yang memiliki pemikiran dan pena yang bebas, baik dahulu maupun sekarang. Kita
tidak mungkin dapat menyebutkan nama mereka satu persatu, namun kita cukup
menyebutkan beberapa orang dari mereka sebagai contoh:
1. Muhaddis Jalil Abu Nafar Muhammad bin Mas'ud bin 'Ayasy, yang
dikenal dengan panggilan al-'Ayasyi. Dia termasuk salah seorang ulama besar
Ahlus Sunnah sebelum menjadi Syi'ah. Dia juga terhitung sebagai ulama besar
Syi'ah Imamiyyah. Dia mempunyai kitab tafsir al-ma'tsur, yaitu kitab tafsir al-
'Ayasyi.
2. Syeikh Muhammad Mar'i al-Amin al-Anthaqi. Dia keluar dari
al-Azhar dan menyandang kedudukan hakim agung di Halab. Dia mempunyai kedudukan
di dalam lingkungan keilmuan dan sosial. Allah SWT telah memberinya petunjuk
untuk berpegang kepada ajaran Ahlul Bait. Dia mempunyai sebuah kitab yang telah
dicetak dan diterbitkan, dengan judul Limadza Ikhtartu Madzhab asy-Syi'ah
(Kenapa Saya memilih Mazhab Syi'ah). Beribu-ribu penduduk kota Halab pun telah
ikut menjadi Syi'ah bersamanya.
3. Syeikh Salim Bisyri. Dia termasuk ulama Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Dia telah memangku jabatan Syeikh al-Azhar sebanyak dua kali dalam
hidupnya. Telah terjadi berbagai dialog antara dia dengan Abdul Husain
Syarafuddin, seorang ulama Syi'ah. Kemudian hasil-hasil dialog tersebut
dikumpulkan di dalam sebuah kitab yang diberi judul al-Muraja'at (yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Dialog Sunah Syi'ah
—penerj.) Dialog yang tenang dan santun ini telah menjadikan Syeikh Salim
Bishri menjadi Syi'ah. Pada permulaan dialog, Syeikh Salim Bishri telah
menyatakan bahwa dirinya tidak ta'assub, dan ini diungkapkan dalam
kata-katanya,
"Sesungguhnya saya hanyalah seorang penyelidik yang rindu
akan kebenaran. Jika kebenaran tampak jelas, maka sesungguhnya kebenaran adalah
sesuatu yang paling berhak untuk diikuti; dan jika tidak, maka sesungguhnya
saya akan mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang,
'Kami rida dengan apa yang ada pada kamidan kamu pun rida dengan
apa yang ada pada kamu,karena pendapat kita berbeda."[134]
Setelah dilakukan berbagai dialog yang mengungkapkan keilmuan,
kebesaran kedudukan, akhlak dan kesetiaan kedua belah pihak kepada kebenaran,
pada akhir dialog Syeikh Salim Bishri menyatakan, "Sehingga telah berlalu
kesamaran, dan telah jelas kebenaran dari campurannya, serta telah tampak waktu
subuh bagi orang yang mempunyai dua mata. Segala puji bagi Allah atas
petunjuk-Nya kepada agama-Nya, dan atas taufik seruan-Nya kepada-Nya melalui
jalan-Nya. Serta salawat dan salam semoga Allah limpahkan kepadanya dan kepada
keluarganya."[135]
4. Syeikh Muhammad Abu Rayah. Seorang ulama dan penulis Mesir. Dia
mempunyai banyak kitab dan karya, di antaranya ialah, kitab Adhwa' 'ala
as-Sunnah al-Muhammadiyyah dan kitab Abu Hurairah Syeikh al-Mudhirah.
5. Pengacara Ahmad Husain Ya'qub. Dia seorang penulis Yordania
yang menjadi Syi'ah. Dia mempunyai kitab yang berjudul Nazhariyyah 'Adalah
ash-Shahabah dan kitab al-Khuthath as-Siyasiyyah li Tawhid al-Ummah
al-hlamiyyah.
6. Doktor at-Tijani as-Samawi. Dia seorang Tunisia yang
menjadi Syi'ah. Dia mempunyai sekumpulan kitab, yang di antaranya ialah, kitab
Tsumma Ihtadaitu (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
"Akhirnya Kutemukan Kebenaran" penerj.), kitab Li akuna Ma'a
ash-Shadiqin (juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
"Bersama Orang-Orang Yang Benar" —penerj.), kitab Fas'alu Ahla
adz-Dzikr dan kitab asy-Syi 'ah Hum Ahlus Sunnah.
7. Seorang penulis dan sekaligus redaktur, Sayyid Idris
al-Husaini, yang berasal dari Maroko. Dia mempunyai kitab yang masih berupa
transkrif yang berjudul Laqad Tasyayya'ani al-Husain, kitab al-Khilafah
al-Mughtashabah dan kitab Hakadza 'Araftu asy-Syi'ah.
8. Sha'ib Abdul Hamid. Dia mempunyai kitab yang berjudul Manhaj fi
al-Intima' al-Madzhabi.
9. Sa'id Ayub. Dia mempunyai kitab yang berjudul 'Agidah al-Masih
ad-Dajjal. Di dalam permulaan kitabnya dia mengatakan, "Di dalam
pembahasan niscaya Anda mendapati saya berusaha melenyapkan berbagai timbunan
yang menutupi kebenaran, sehingga kebenaran menjadi jelas di hadapan mata dan
akal. Yaitu berbagai timbunan yang telah diletakkan oleh guru-guru kegelapan
selama sepanjang sejarah manusia. Ketika saya memegang cangkul untuk
menghilangkan berbagai rintangan yang menyesatkan, saya mempunyai sarana yang
cukup untuk melaksanakan pekerjaan ini."[136] Dia mempunyai juga kitab Ma'alim al-Fitan,
yang terdiri dari dua juz.
10. Seorang penulis Mesir yang bernama Shalih al-Wardani. Dia
mempunyai kitab yang berjudul al-Khuda'ah (Rekayasa), Rihlati Min as-Sunnah Ila
asy-Syi'ah (Perjalananku dari Ahlus Sunnah ke Syi'ah), Harakah Ahlul Bait as,
asy-Syi'ahfi Mishr (Syi'ah di Mesir), dan 'Aga'id as-Sunnah wa 'Aqa'id
asy-Syi'ah (Akidah Syi'ah dan Ahlus Sunnah).
11. Seorang penulis Mesir yang bernama Muhammad Abdul Hafidz. Dia
mempunyai kitab yang berjudul Limadza Ana Ja'fari (Kenapa Saya bermazhab
Ja'fari).
12. Seorang penulis Sudan , yaitu Doktor Sayyid Abdul
Mun'im Muhammad al-Hasan. Dia mempunyai kitab yang berjudul Bi Nur Fathimah
Ihtadaitu (Dengan Cahaya Fatimah Saya Mendapat Petunjuk).
13. Syeikh Abdullah Nashir dari Kenya . Dia menjadi Syi'ah setelah
sebelumnya menjadi salah seorang Syeikh Wahabi. Dia mempunyai berbagai kitab di
dalam masalah ini, di antaranya ialah, asy-Syi'ah wa al-Qur'an, asy-Syi'ah wa
al-Hadits, asy-Syi'ah wa ash-Shahabah, asy-Syi'ah wa at-Taqiyyah dan asy-Syi'ah
wa al-Imamah.
14. Yang mulia al-'Alim al-Khathib al-Munadzir Sayyid Ali
al-Badri. Dia mempunyai jasa yang besar di dalam menyebarkan mazhab Ahlul Bait
as setelah menjadi Syi'ah. Dia berkeliling dunia melakukan berbagai dialog.
Lalu hasil-hasil dialognya itu dia bukukan ke dalam kitab besar, yang sedang
dalam proses pencetakan, dengan judul Ahsan al-Mawahib fi Haqa'iq al-Madzahib.
15. Seorang penulis dari Syiria yang bernama Sayyid Yasin
al-Ma'yuf al-Badrani. Dia mempunyai sebuah kitab dengan judul Ya Laita Qawmi
Ya'lamun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar